13. Pembalasan

141 17 0
                                    

“Percuma, Vicky

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Percuma, Vicky. Nggak ada yang akan datang ke sini,” kata Bella seakan-akan mengerti isi pikiran gadis itu. “Jadi, nikmati pembalasan gue atas apa yang lo lakukan ke Kana.”

Kedua mata Vicky membulat kaget. Dia ... mengenal Kana?

“Lo ... kenapa lo bisa ... argh!”

Tubuh Vicky terpelanting menabrak kaki kursi saat Bella berdiri mendorong perutnya dengan tendangan. Rasa nyeri menjalar di pundak Vicky. Dia mendongak menatap Bella dengan murka, tetapi sayangnya si lawan sudah lebih dahulu bergerak sebelum Vicky mampu bangkit. Jemari Bella yang lentik dihiasi cat kuku berwarna hijau tosca pun kini menjambak Vicky, lagi.

“Gimana rasanya? Sakit, ya? Kabur nggak akan bikin lo nggak menderita, sialan!” Bella mendorong kepala Vicky.

Kini kaki itu dengan keras menendang lengan kecil Vicky. Tak peduli saat Vicky berteriak kesakitan. Pun tidak cukup hanya dengan Bella, teman-temannya mulai ikut menginjak tubuh ramping milik sang korban. Begitu melihat Vicky sudah tak berdaya, Bella tersenyum puas.

Sang kakak kelas berjongkok lagi. Menyentuh dagu Vicky, lalu menariknya kasar. “Jangan harap lo bakal diperlakukan istimewa di sini!” Tamparan keras dari Bella pun mendarat di pipi tirus Vicky.

“B-Bangsat! Kalau lo me-melakukan ini karena Travis, lo salah besar! Travis nggak tertarik sama cewek kasar kayak lo.”

“Banyak bacot juga rupanya!”

Hantaman keras kepalan tangan Bella berakhir di sudut bibir Vicky. Sepercik darah menetes dari sana. Vicky merasakan penglihatannya berkunang-kunang, seiring kepala yang terasa berat. Suara tawa iblis Bella masih memenuhi indra pendengaran.

“Demi Travis kata lo? Nggak nyadar juga, ya? Lo udah bikin Kana sekarat, Sialan!”

Kata-kata itu berdengung lama dalam pendengaran dan kepala Vicky. Sosok lain berdiri di belakang Bella, walaupun tak terlalu jelas, tetapi Vicky bisa melihat wajahnya yang sedikit hancur dan bersimbah darah. Dia lagi ... bayangan Kana.

“Sakit, ya? Tapi, nggak sesakit apa yang aku alami, kan, Vicky?”

Wajah-wajah itu kemudian menghilang. Semuanya menjadi gelap saat kesadaran Vicky pun raib.

—oOo—

Pembalasan.

Pembalasan.

Pem-balasan ....

Deru napas Vicky membuncah bersamaan dengan kedua matanya terbuka. Keringat dingin menetes di pelipisnya. Bayangan wajah Kana dan bagaimana tubuhnya terjun dari atap, pun memenuhi memori Vicky. Kedua tangan gadis itu mengepal saat menatap plafon ruangan.

Aroma minyak angin memenuhi indra penciuman. Mata dan hatinya terasa pedih membayangkan kejadian tadi. Sial! Benarkah rasanya seperti itu? Rasa menjadi lemah dan tidak bisa melawan saat diinjak-injak. Itukah yang selama ini dirasakan Kana dan korban lain?

Vicky-Me√Where stories live. Discover now