27. Hukuman (2)

141 18 1
                                    

Gue belum mati

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Gue belum mati. Ini semua belum berakhir.

Vicky yakin kedua telinganya masih berfungsi dengan baik. Meski perut dan beberapa bagian tubuhnya terasa sakit, tetapi jantung yang berdetak di dalam sana masih terasa nyata. Samar-samar indra pendengarannya menangkap isak tangis pelan. Ia menggapai sesuatu—apa pun—yang bisa dijangkau oleh jemari lentiknya. Namun, tidak ada. Kosong. Hanya lantai dingin yang menyapa permukaan kulit.

“Vicky, gue mohon ... bangun.”

Suara Debby, sangat akrab. Perlahan gadis berwajah kecil itu membuka mata. Sisa kesadarannya masih ada dan dengan sekuat tenaga mendongak, mendapati wajah Debby kacau—bercucuran air mata. Kepalanya berbaring di pangkuan sang teman, sementara tubuh tergeletak di lantai dingin.

“Vicky!” jerit Debby begitu menyadari mata gadis itu terbuka.

“Ini udah jam berapa, Deb?”

Debby menggeleng pelan. “Gue nggak tahu, tapi yang jelas udah pagi.”

Isak tangis Debby kembali menyapa telinga dan Vicky merasa tersayat-sayat mendengarnya. Memilukan. Teringat ia dengan kejadian semalam saat Travis menendang dan mendorongnya dengan kasar. Ah, bahkan menginjak jemari indah itu.

Vicky mengangkat jemari kanan yang terasa berdenyut. Ada jejak luka gores dan darah yang mengering. Terbakar seluruh perasaannya mengingat kejadian itu. Orang yang selama ini dia anggap sebagai malaikat, ternyata sebaliknya. Travis menjelma iblis bertopeng manusia.

“Ini semua salah gue ....” gumam Vicky seraya menatap langit-langit dengan sorot lemah. “Lo seharusnya nggak di sini. Mereka hanya mengincar gue.”

“Nggak, ini bukan salah lo sendiri, tapi gue juga. Kita akan menanggungnya bersama. Please, nggak usah menyalahkan diri lo sendiri.”

Masih terisak, Debby menggeleng kuat-kuat. Sehingga gadis yang berbaring di lantai pun terdiam. Mereka dibungkus hening ketika pikiran sibuk masing-masing. Vicky menerawang jauh, tatkala dirinya pertama kali bertemu Travis. Pemuda itu selalu tersenyum di hadapannya dan selalu bisa bikin Vicky jatuh cinta.

Fakta yang mengagetkan. Ternyata selama ini sudah direncanakan. Alasan Travis mendekatinya karena Kana, karena ingin membalas dendam. Travis tidak pernah menyukai Vicky. Dunia Travis hanya tentang Kana. Perasaan Vicky nyeri mengingat kebenaran itu. Travis penuh dengan kepura-puraan.

“Ini mungkin udah tengah hari,” gumam Vicky. Mata lemahnya menyorot seberkas sinar mentari di celah kusen yang tertutup.

“Mungkin.”

“Soalnya gue udah mulai laper.”

Debby tersenyum miris. “Lo masih memikirkan laper di saat seperti ini.”

Tiada jawaban, sebab Vicky mengingat wanita itu. Erlita. Selalu memastikannya sudah makan atau tidak, kalau Vicky bandel, Ricky bakal bergegas memintanya untuk makan agar tak membuat Erlita khawatir. Sebulir cairan hangat nan asin menjejak di ujung matanya. Apa kabar mereka? Apa mereka mencari gue? Apa Papa sekarang udah lapor polisi?

Vicky-Me√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang