24. Lokasi Familier

109 16 1
                                    

Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vicky memutuskan akan datang ke alamat yang dikirim oleh Bella

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, Vicky memutuskan akan datang ke alamat yang dikirim oleh Bella. Tepatnya adalah besok dan untuk sementara dia enggan menemui siapa pun. Pengakuan Ricky malam lalu masih membuatnya syok berat. Ia memilih diam di rumah, di kamarnya, tak melakukan apa pun dan hanya fokus pada Debby.

Seharusnya dari awal dia tak menyeret gadis itu, sampai-sampai menjadi bulanan atau sasaran Kana sekarang. Meski memang bukan Kana yang turun secara langsung, tetapi orang-orang di baliknya. Termasuk Travis, barangkali.

Pikiran jernih Vicky belum ingin menerima apa yang dituturkan oleh Ricky. Sekarang ia tak tahu siapa yang harus dipercaya. Travis yang selalu bersikap hangat, perhatian, dan lembut padanya, apa mungkin memiliki niat lain dan terhubung dengan Debby? Ricky pasti mengada-ada.

Tawa memilukan gadis berpinggang kecil itu terdengar. Betapa menyedihkan kalau memang terbukti Travis adalah orang yang melindungi Kana. Selama ini ia berhasil ditipu? Begitu?

“Harusnya kamu jelasin semua ini, Tra.”

Vicky makin merasa yakin karena Travis tidak menghubunginya lagi. Yakin kalau Travis tidak pernah memiliki perasaan apa pun padanya. Justru selama ini orang yang diam-diam melindungi dan memperhatikannya adalah Ricky? Yang benar saja. Vicky ingin tertawa sekencang mungkin..

“Non Vicky, ayo makan siang dulu,” tegur sang pembantu dari balik pintu kamar yang tertutup.

“Nanti. Belum lapar.”

Boro-boro makan, Vicky saja tidak berselera untuk berbuat hal lain, selain tidur dan memikirkan masalah pelik itu. Rasa penasaran akan Kana dan Travis terus beradu mengusik pikirannya. Siang yang teriak nan damai, ternyata tidak menggambarkan isi kepala yang berisik.

Tidak ada suara lagi dari balik pintu. Pertanda bahwa sang pembantu menyerah. Syukurlah, Vicky sedikit merasa bebas, tak perlu menurut karena Winata sedang tidak di rumah. Di hari libur begini, dia masih saja bekerja. Vicky tak heran.

Selang dua detik dari lamunannya, ia bangkit begitu pintu kamar terbuka. Menyadari kehadiran Ricky, debaran aneh dalam dadanya hadir. Sialan. Dia bukannya suka atau bagaimana, tetapi canggung terasa setelah pengakuan tempo hari. Dari raut wajah Ricky yang biasa saja dan terlampau santai seperti biasa, Vicky bisa menebak kalau dia sudah bodoh amat dengan pengakuan tersebut.

“Lo belum sarapan kata Mama. Jadi, lebih baik turun dan makan siang dulu,” ungkapnya.

“Nanti. Keluar dari kamar gue. Biar gimana pun gue nggak nyaman sama lo.”

Terlalu jujur, tetapi demikian adanya. Hanya anggukan-anggukan singkat yang menyapa netra. Namun, sosok jangkung itu tak berpindah dari depan pintu. Ia bersandar seraya melipat tangan di depan dada, menatap Vicky lamat-lamat. Mendadak Vicky jadi salah tingkah sendiri.

“Keluar, Ricky!” titahnya.

“Nggak mau.”

“Terserah lo.” Vicky menarik selimut dan menutup seluruh tubuhnya setelah berbaring. Tak peduli jika pun Ricky masih betah di sana.

Vicky-Me√Where stories live. Discover now