12. Keadaan Terbalik

151 15 0
                                    

Sampai detik itu Vicky tidak tahu mengapa Ricky masih saja bersikeras menyuruhnya menjauh dari Travis

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Sampai detik itu Vicky tidak tahu mengapa Ricky masih saja bersikeras menyuruhnya menjauh dari Travis. Alasan konyol karena Travis tak sebaik yang orang lain pikir, tentu bukan alasan yang kuat bagi Vicky. Justru Ricky-lah yang gila. Sudah sepantasnya Vicky menjauhi cowok itu, bukan Travis.

Jangan lupakan fakta itu; bahwa sekarang Travis adalah pacarnya. Vicky tidak peduli lagi dengan pasang demi pasang mata yang menatap penuh kebencian. Toh, dia sudah berjanji akan hidup lebih baik lagi. Kalau Kana belum meninggal, Vicky harus bersyukur. Itu juga bukan salahnya. Kana-lah yang sudah bodoh memilih terjun dari ketinggian untuk mengakhiri hidup.

Dia baru saja kembali setelah mengganti pakaian dengan seragam olahraga. Jadwal pagi itu adalah pelajaran Pak Matthew, seorang guru olahraga yang kabarnya baru berusia 27 tahun. Masih muda banget, ganteng lagi. Menurut keterangan Lizzy dan Yurei, Pak Matthew memiliki cukup banyak penggemar di sekolah.

Itu sebenarnya informasi yang tidak penting buat Vicky. Bukan urusannya. Memangnya itu hal penting? Gila saja. Bagi Vicky sekarang adalah fokus pada kehidupannya yang sekarang. Bersama Travis di sisinya, tentu Vicky merasa tidak akan terlalu sulit. Di sisi lain, di harus segera bertemu dengan Debby. Cewek sialan itu harus mendapat pembalasan.

“Vicky, awas!”

Sayangnya, Vicky tidak sempat menghindar. Sebuah bola voli mendarat sempurna dengan kasar. Sasarannya adalah lengan. Vicky terjerembap dan jatuh tepat di depan net. Si pelaku terbahak-bahak bersama kawanannya. Melihat tawa menyebalkan itu, kedua tangan Vicky langsung mengepal.

“Vicky, lo nggak apa-apa? Ayo, bangun!” Lizzy datang membantu Vicky berdiri.

“Gue nggak apa-apa. Siapa mereka?”

“Mereka temen-temannya Kak Bella. Hari ini jam olahraga kita barengan sama kelas dua belas.”

“Sialan. Apa, sih, maunya Bella itu? Kalau berani, kenapa nggak maju aja sekalian?”

Lizzy memapah Vicky menuju tepi lapangan. Di mana mereka menunggu Pak Matthew yang belum datang. Dari sudut ekor matanya, Vicky bisa melihat Luthia yang tertawa bersama teman lainnya. Munafik sekali! Cewek itu terlihat masih memperlihatkan wajah penuh dendam. Bahkan kini Luthia mengangkat jari tengahnya ke arah Vicky.

Tahu begitu, Vicky ikut saja menamparnya beberapa waktu lalu. Biar dia jera sekalian. Sayangnya, Vicky tidak mau berbuat onar lagi. Kali ini demi kebaikannya, demi Winata, dan tentu saja demi Travis.

“Omong-omong, tentang Kak Bella ... lo harus hati-hati, Vick. Dia itu suka merundung adik kelas. Apalagi sekarang kamu deket sama Travis, dia pasti nggak akan tinggal diam,” ungkap Lizzy.

“Dia suka sama Travis?”

Lizzy mengangguk takzim. “Tapi, begitulah. Travis nggak pernah benar-benar menunjukkan ketertarikannya ke Kak Bella.”

Senyum tipis—lebih tepatnya seringai—pun terlihat di bibir Vicky. Jemarinya mengibaskan rambut penuh jemawa. “Mana bisa Travis meladeni dia. Selera Travis bukan cewek pengecut yang cuma bisa bersembunyi di balik jongos-jongos itu.” Vicky tidak ragu menunjuk sekumpulan kakak kelas yang tadi melempar bola voli. “Sejak kemarin gue sama Travis resmi balikan.”

“A-apa? Lo ... pacaran sama Travis?”

Vicky-Me√Where stories live. Discover now