28. Pulang

149 23 2
                                    

Aroma itu cukup familier dan Vicky belum memiliki tebakan yang jelas mengenai orang yang tengah menggendongnya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


Aroma itu cukup familier dan Vicky belum memiliki tebakan yang jelas mengenai orang yang tengah menggendongnya. Kesadarannya kembali perlahan-lahan, ia mendongak dalam dan menemukan cowok itu tak menoleh sedikit pun. Justin ....

Mata Vicky kembali tertutup. Nyeri di dadanya belum hilang, ditambah ketika mengetahui siapa yang menggendongnya sekarang. Justin mengetahui semuanya? Dia tahu tentang apa yang dilakukan oleh Travis, Bella, dan Jessica? Padahal di hari pertama sekolah, Justin menyapa dengan ramah. Hati Vicky memang agak sakit mengetahui fakta itu, tetapi air matanya enggan lagi keluar. Matanya sudah amat perih.

“Gue anter sampai depan,” ujar Justin seakan-akan mengetahui bahwa Vicky telah sadar.

Cowok itu meletakkan tubuh lemah Vicky di kursi belakang sebuah mobil. Sebelum bergegas menyusul ke kursi kemudi, pun mobil bergegas meninggalkan area perumahan yang sepi. Jika dirinya sendirian, lalu bagaimana dengan Debby? Mengapa mereka tidak keluar bersama dari ruangan itu?

Samar-samar Vicky mendengar mesin kendaraan yang makin ramai. Entah itu sudah jam berapa sebab Vicky tidak kuasa membuka mata. Tubuh dan lukanya masih amat sakit. Sehingga ia hanya bisa tertidur bersandar ke kaca mobil dengan lemah. Justin di depan sana sibuk menyetir, sampai akhirnya mobil berhenti di tepi jalan.

Pintu mobil terbuka dan Justin kembali meraih tubuh Vicky. Kini mendudukkannya di kursi halte yang sepi. Ia menyandarkan kepala Vicky ke tiang, berjongkok seraya menatapnya cukup lama.

“Cuma ini yang bisa gue lakukan, Vicky. Tunggu sebentar dan tetap bertahan, dia pasti datang.”

Ingin sekali Vicky membalas ucapan Justin, tetapi mulutnya bahkan terasa sakit dan kewalahan untuk bicara. Rada sakit itu masih berdenyut perih, barangkali bibirnya agak bengkak akibat pukulan Bella? Entah, Vicky tidak ingin membayangkan wajahnya sekarang.

Justin bergegas pergi meninggalkannya. Sendirian. Hari sudah lumayan gelap dan jalanan serta halte pun agak sepi. Bahkan orang yang melintas tampak tidak peduli dengan keberadaannya. Vicky membuka mata  perlahan, menatap jari-jari kakinya yang tampak alas. Nyeri menjepit perasaannya lebih kuat, serupa diremas-remas keras. Rupanya ia masih bisa menangis, walau hanya sebulir air mata.

Lelah menunggu dan menanti nasib, Vicky berusaha untuk bangkit, tetapi tubuhnya masih lemas. Pun kembali limbung dan kepalanya bersandar lagi pada tiang. Kenapa gue jadi selemah ini? Apa gue bakal meninggal di sini? Ke mana Papa? Di mana ponsel gue?

Hampir saja Vicky melupakan itu. Tas yang berisi ponsel dan identitas lainnya tidak ada lagi. Jangankan tas, bahkan sendalnya pun entah ke mana. Ia tak akan melupakan hari yang paling mengenaskan. Juga tindak-tanduk Travis yang keterlaluan. Gue lebih keterlaluan, ya, Tra? Vicky tersenyum sumir. Ternyata Travis memang sangat menyayangi Kana.

Samar-samar Vicky mendengar suara mesin mobil mendekat. Namun, kesadarannya sudah nyaris menghilang. Saking pening dan nyeri seluruh anggota tubuh. Vicky tak dapat menebak-nebak siapa yang datang. Matanya sudah lelah, menutup-terbuka selama beberapa saat.

Vicky-Me√Donde viven las historias. Descúbrelo ahora