11

3.4K 49 2
                                    

Aku melompat ke dalam air dan melihat Doni yang masih berenang kesana kemari. Lalu, ketika ia mulai mendekat. Aku langsung melompat ke atas tubuhnya dan menekan kedua pundaknya dengan kedua tanganku. Dalam sekejap, Doni hilang dari permukaan air. Kulihat Doni meronta, namun tanpa disangka. Ia mampu melawanku dari bawah sana. Tubuhku kini terangkat karena beratku berkurang jika didalam air. Hal itu, membuat tanganku terpeleset dan kini aku memelok kepalanya yang mulai timbul dari dalam air.

Lalu,,, "Ahhhhh!" Jeritanku senyap tanpa ada yang mendengar. Itulah kesalahanku karena aku tidak memakai sportbra. Aku kegirangan ketika melihat kolam renang di rumah Doni, sehingga aku tak kepikiran mau pakai apa pulang nanti. Salah satu cup Bra-ku terlepas karena tersangkut hidung Doni. Tak hanya itu, Wajah Doni tertekan di salah satu buah dadaku yang hanya tertutupi kaos tipis.

Kemudian, rasa itu kembali kurasakan. Wajahku mengeras dengan mataku mulai membias. Seakan seluruh pandanganku memburam. Aku mencoba untuk meronta, namun kedua tangan Doni menahanku tubuhku. Lagipula, kedua tanganku malah menekan wajah Doni agar tetap berada disana. Oh, apa yang terjadi padaku. Tubuhku seperti tak dapat diperintah lagi. Rasa itu semakin menjadi-jadi ketika gelitikan ringan terasa di bagian buah dadaku. Rasanya menggelitik aneh namun menjadi candu. Sama seperti yang kurasakan kemarin ketika Doni ketakutan akan petir yang meronta. Kedua kakiku terangkat tak menyentuh dasar kolam karena ia mengangkatku. "Ssshhhh,,," entah kenapa, aku mendesis aneh seperti itu. Rasanya aku terkekeh ringan karena geli yang kurasakan.

"Huuupppffttt,,, kau tak bisa melawanku didalam air!" Kata-kata Doni seakan mengembalikan kesadaranku. Pandanganku kembali terang setelah meremang untuk beberapa saat.

Aku langsung menjauhkan tubuhku dan merendam badanku ke dalan air untuk menyamarkan pandanganku. Aku segera membenahi Bra-ku yang tersingkap karena tersangkut hidung Doni.

"Eh,,, aku belum siap tadi!?" Aku segera mengalihkan perbicaraan.

"Sssrrruuuuppp!!!" Doni dengan kurang ajarnya menyemburkan air ke arahku dengan mulutnya. Air itu tersiram diwajahku apalagi tadi bibirku sedang setengah terbuka.

"Buaahhh!!! Dasar jorok kau ini!" Geramku sembari mengejar Doni yang berenang mundur menjauhiku.

Namun kurasa ia benar, tubuhnya yang kecil terlihat cukup lincah di dalam air. Ketika aku ingin menangkapnya, ia masuk ke dalam air. Aku juga menenggelamkan diriku. Ia berenang cepat melalui kedua kakiku. Aku yang meronta mencoba ingin menangkap salah satu kakinya. Namun sesuatu lebih memalukan terjadi. Karena kakinya meronta, ujung jarinya malah tersangkut di celana pendekku. Semakin ia meronta akhirnya, celanaku melorot sebatas lutut.

Aku yang tak berdaya hanya dapat menarik lagi celanaku keatas. Aku yakin, Doni melihatnya karena posisinya masih dibawah air. Wajahku memerah padam karena malu dengan kejadian itu.

"Hahahaha, kau tak akan bisa melawanku di dalam air. Dulu aku selalu bermain polo air dengan ibuku, ia atlit polo air." Ungkapnya mengejekku.

"Grrrr,,," bisa-bisanya ia mengejekku dengan kata-kata seperti itu. Tapi aku tak gentar, aku berenang cepat ke arahnya dan ingin menangkapnya lagi. "Eit, kamu mau kemana!" Ucapku ketika ia terpojok di ujung kolam. Ia ingin menyelam namun tak memungkinkan. Alhasil ia berbalik badan dan ingin keluar dari kolam.

Posisinya yang membelakangiku membuatku lebih mudah untuk menangkapnya. Ke kunci lehernya dengan tanganku, lalu kedua kakiku melingkar di perutnya. Namun karena kolam terlalu dangkal, Doni hanya bisa berdiri tegak dengan tubuhku yang bergelantung di punggungnya.

"Huahhhh,,, ampun." Ia berkata demikian karena Doni sudah tak mampu kemana-mana lagi. "Kau jadi lebih ringan jika di dalam air. Hukum Archimedes."

Aku mengusap kasar rambutnya yang basah. "Eh,,, kau bilang kau suka polo air. Kenapa nggak masuk Klub polo air di sekolah."

"Auukhhh,,, lepasin dulu, berat tahu!" Keluhnya. Namun aku tak serta merta melepaskannya. Entah kenapa, aku betah dalam posisi itu.

"Katanya aku lebih ringan jika di dalam air." Ucapku.

"Aku biasa bermain polo air dengan ibuku waktu kecil. Tapi sekarang, ibuku terlalu sibuk untuk bermain denganku." Doni kini kembali berenang dengan aku dipunggungnya—atau lebih tepatnya ia berjalan dengan kaki yang menapak di dasar kolam. Dihidungku tercium aroma yang sama, namun kini lebih menyegarkan karena pengaruh aroma kolam air yang sengau. Apalagi, tubuhnya begitu hangat terasa di tubuhku.

"Hmn,,, kau bisa bermain denganku sekarang!?" Gumamku ringan.

"Benarkah!?" Ujarnya bersemangat. "Tapi lepasin dulu!"

Aku lalu mendorong tubuhnya masuk ke dalam air. Ia terbebas dan berenang cepat menuju sebuah bola yang mengapung di permukaan air. Doni mengambilnya dan memantulkannya ke dinding yang sudah diberi target. Siapa yang cepat mengambilnya, itulah pemenangnya. Namun aku harus melakukan blokade agar ia tak serta merta mengenai targetnya. Mudah menurutku.

"Sekarang giliranku!" Doni melemparkan bola itu dan mengenai target. Aku harus cepat mengambil bolanya. Namun aku tak sadar bahwa Doni menekan pundakku untuk mencari momentum kecepatan di dalam air. Alhasil, aku ketinggalan dan Doni berhasil mengambil bolanya.

"Sudah kubilang, kamu tidak bisa melawanku di atas air." Doni semakin bersemangat ketika melempar bola itu ke arahku. "Sekarang, giliranmu!"

Aku mencoba melempar, namun Doni melompat kearahku. Tak kusangka, ia dapat memblokadeku seperti itu. Bolanya mengenai tangannya dan terpantul di permukaan air. "Hmn,,, kamu belum mengerti caranya?" Ucap Doni yang tak semangat karena aku tak menunjukan perlawanan yang berarti.

"Ya terus, gimana?" Kataku canggung.

"Polo air, itu perpaduan antara berenang, dan memainkan bola. Kamu pernah bermain basket, biasanya pemain basket menggunakan punggungnya untuk memblokade kejaran lawan. Lalu, kamukam atlit voli, masa' nggak bisa pakai tipuan." Ucapan Doni panjang lebar. Dipikiranku, terlintas seorang pemain basket yang mendribble bola membelakangi lawan, lalu berbalik sesaat sebelum melempar bola, terkadang ia menipu lawan yang melompat duluan. Dan melempar setelah lawan melompat.

"Begitu ya? Sepertinya tak terlalu sulit buatku." Ucapku sembari membawa bola itu kearahku. Kini posisiku membelakangi Doni. Ia berenang tepat berada di belakangku. Lalu aku membalikan badan dan dia melompat kearahku. Namun aku berhasil melakukan tipuan itu. Bola itu memantul kencang, dan sepertinya akan kembali ke arah kami. Aku yang pertama melihat itu langsung melompat dan berhasil menangkap bolanya. Namun lagi-lagi, aku menabrak tubuh Doni yang belum sempat berbalik. Alhasil, aku memenangkan ronde kali ini.

"Bisakan? Ibuku yang mengajarkan. Polo air seperti gulat di dalam air. Kita harus kuat melompat dari dalam air. Kau pandai melompat di darat, tetapi belum tentu kamu bisa melompat di air.

"Eh, katanya ibumu jarang bermain denganmu lagi." Tanyaku mengalihkan perhatian.

"Yah,,, tapi nggak apa. Sekarangkan ada kamu." Ucapnya sembari merebut bola itu. Aku mengangkat bola itu ke udara karena ia ingin meraihnya. Lalu aku berbalik membelakangi tubuhnya. Tanpa sadar, aku merasakan sesuatu menyentuh pantatku. Sesuatu yang cukup keras dari pinggul Doni yang berusaha merebut bola dariku. Oh,,, apa ini! Batinku meronta karena aku penasaran dengan bentuk itu. Lalu aku berbalik dan ingin melompat, namun Doni berhasil menangkap tubuhku yang mengayunkan bola ke udara.

Tiba-tiba,,,

MIRAMAXWhere stories live. Discover now