30

2.6K 57 7
                                    

"Gila kamu!" Ungkapku.

"Itu tempat tim volley wanita. Jadi tak akan ada yang berani masuk!" Doni menarik tanganku untuk mengikutinya.

"Te—tetapi." Aku masih ragu dengan perkataannya.

"Sudah, ikut aja." Ujarnya. Kami berdua mengendap-endap menyusuri lorong dan sesekali sembunyi di tiang. Kalau saja ada yang melihat. Doni membuka pintu ruang dan menarikku memasukinya. Suasana sangat gelap dan aku ingin menghidupkan lampu.

"Jangan dihidupin!" Ungkap Doni melarangku.

"Eh, kenapa?" Tanyaku heran.

"Jika dihidupkan nanti ada orang yang masuk." Kata Doni yang menarik tubuhku ke ruang mandi. "Nah, disini!"

Doni menarik tubuhku ke kamar mandi dan menghidupkan lampunya. Ternyata benar, dia melihat jendela-jendala buram di ruang tengah. Tapi tak ada jendela atau ventilasi di kamar mandi. Sehingga cahaya lampu tak terlihat dari luar. Aku kagum, sampai segitunya dia berpikir cerdik agar tidak ketahuan. Belum sudah aku terkagum dengan kecerdikannya, langsung memeluk tubuhku dan meremas buah dadaku.

"Ihhhh,,, nanti bajuku kusut!" Desahku manja.

"Makanya dilepasss!" Doni tak sabar ingin membuka kancing bajuku.

"Sabar dong!" Keluhku. Doni sudah tak sabar ketika bajuku belum terbuka sempurna. Ia langsung menyingkap SportBraku ke atas. Sehingga buah dadaku yang lebih mengkal dari sebelumnya terlihat jelas oleh mata nakalnya. Kedua puting susunya mulai berwarna kemerahan dan gampang mencuat. Bibir Doni tak sanggup berlama-lama menganggur. Gigitan dan hisapan kurasakan begitu kental terasa. Aku mendesis merasakan gerakan lidahnya yang menyentil kencang di tonjolan kecil itu. Baru sebentar saja, rasa gatal membuat tubuhku menggeliat menerima nafsu yang selama ini kurindukan.

"Ayaaang,,, enaaakkk ahhhh!" Desahku manja sembari menekan kepalanya ke buah dadaku. Aku merasakan pahaku tergesek sesuatu. Sesuatu yang keras yang berada di bawah perutnya. "Itu, kenapa kok digesekin di pahaku?" Aku pura-pura bertanya.

"Haaahh,,, enak soalnya. kocokin donk!" Pintanya tak sopan.

"Ogah ah, capek!" Tolakku. Lalu aku menunjuk selangkanganku, "gesekin disini aja!"

"Eh,,, ayok!" Doni melepaskan tubuhku. Ia mencari sesuatu. Lalu entah kenapa ia membawa sebuah kursi dari ruang tengah. Kursi yang biasa digunakan Melly untuk menjelaskam sesuatu. Doni meletakan kursi itu didekatku.

"Ayo buka roknya." Ia menarik ikat pinggangku.

"Issshhh,,, enggak aaaah! Nanti kotor celanaku." Seruku manja.

"Yaudah, dinaikin ajaaahhh!" Doni menaikan rok sekolahku hingga sebatas pinggang. Hal itu membuat celana dalamku yang berwarna merah muda terlihat jelas. "Duduk sini!" Doni menyuruhku duduk.

Lalu Doni menarik kedua kakiku ke pundaknya. Aku yang belum siap hampir saja terjatuh. "Eh,,, eh,,,!" Secara refleks aku memposisikan diriku dengan kedua kaki mengangkang.

Lalu,,,

Puuuukkk! Puuuukkkk! Puuuukkkk!

Suara pinggul kami saling bertepuk. Pertama aku merasa aneh. Namun lama kelamaan, tubuhku menikmatinya. Aku berharap sesuatu merangsek dari bawah sana. Namun tumbukan itu membuat tubuhku bergetar seakan aku merasakan sesuatu yang sulit kugambarkan. Wajahku meringis seakan aku kesakitan, padahal aku hanya merasakan tumbukan ringan disana. Terlebih lagi, Doni menggesekan batang tumpulnya ke mengikuti alur liang senggamaku. "Mmnnn,,, aaaahhhhh!" Aku menjerit manja melampiaskan desiran birahiku. Celana dalam tipisku tak mampu menyembunyikan rembesan cairan hangat dari arah dalam.

"Ih,,, sayang basah!" Goda Doni sembari menggesekkan benda tumpulnya yang masih terbungkus rapi ke celana dalamku.

"Mnnnn,,, gara-gara ayaaang inihhh!" Desahku manja.

"Yuk, gantian!" Doni melepaskankj dan menarikku agar berdiri. Aku yang awam masih tak mengerti. Ia lalu yanf duduk di kursi itu seraya mengambil posisi santai. "Sini, duduk!"

Darahku berdesir kencang ketika mengingat posisi ini. Baru semalam aku mengerti istilah Cow Girl karena membaca komik dewasa milik Doni. Dan sekarang aku mempraktekkannya.

Aku duduk di pangkuannya, posisi kami sangat rapat sehingga wajah Doni menyelinap di belahan dadaku yang tak terbungkus apapun. Kini aku mengerti enaknya posisi ini. Di komik yang kubaca semalam. Wanita itu menjerit keenakan ketika menggoyang pinggulnya sembari buah dadanya dimainkan oleh sang pria. Dan kini aku merasakannya. Aku mulai menggerakan pinggulku menggesek ke pangkuan Doni. Aku tak bisa membayangkan lagi wajahku seperti apa. Yang jelas, aku suka. Gerakan pinggulku maju dan mundur, terkadang memutar menemukan titik ternikmat yang ingin kurasakan. Lalu, aku menemukannya. Gerakanku cepat dan terkadang aku sedikit melompat untuk menerima penetrasi itu. Belum lagi, kedua buah dadaku menjadi incaran bibirnya yang rakus. Kedua bongkahan itu sudah basah kuyup oleh liurnya yang serakah.

"Mnnnn,,,, auhhhhfffftttt! Don, ayaaang!" Desahku memanggil namanya sebelum aku mengerang dan mengejang merasakan gerakan birahi yang mencapai ubun-ubunku. Lalu kembali lagi ke ujung kakiku, menggelitik seluruh syarafku dan membuat tubuhku hangat menggeliat. "Hhhhh,,, hhhhh,,, hhhhhh,,,!"

Aku memeluk tubuh Doni walau sebenarnya Doni hanya setinggi buah dadaku saja. "Sayang sudah orgasme!" Tanyanya tak sopan.

"Mnnnn,,," aku mengangguk. "Pakai nanya pula?"

Aku beringsut dari pangkuannya dan berdiri dihadapannya. Kurapikan baju dan celanaku, sesaat kuintip celana dalamku sudah basah oleh cairan hangatku sendiri.

"Sekarang, giliranku." Ucap Doni seraya melepas ikat pinggangnya dan memunculkan batang kejantanannya yang sudah tegang maksimal.

Sesaat aku terpukau menatapnya, aku kecewa kenapa ia tak memperlihatkannya sedari tadi. Sekarang, aku sudah terlalu lelah untuk mengulangi.

"Eh, kok dilihatin aja!" Bisiknya.

"Emangnya mau diapain?" Ungkapku seraya merapikan bajuku. "Udah ah, aku mau pulang?"

"Issshh,,, curang!" Doni mencegah seraya menarik pergelangan tanganku.

"Hihihihi, ayaaang mau ngapain?" Kelakarku manja.

"Emut!" Katanya.

"Ogah, jorok!" Tolakku.

"Ihhh,,, ayook? Gantian kemarin aku jilat itu kamu, sekarang giliranmu." Ungkapnya memaksa.

"Ihhh,,, gimanaaahhh!" Aku penasaran sembari berjongkok di depannya.

Entah kenapa? Aku menuruti saja perintahnya, aku membuka mulutku dan menelan setengahnya. Wajahku setelah itu, aku hanyut dalam permainannya. Kepalaku maju mundur seakan menempatkan mulutku sebagai objek senggamanya. Wajahku meremang dan bulu kudukku berdiri ketika aku menelan seluruhnya. Sungguh, aku tak mengerti. Permainan menjijikan seperti ini, aku malah menyukainya. Jemariku terkadang memainkan buah zakarnya dan ia meracau kegelian. "Uhhh,,, geliihhh!" Tak pelak, aku malah menjilati kedua bola itu dengan lidahku. "Auhhh,,, jangan disitu." Doni meracau keenakan. Setelah kesekian kalinya, aku tak pernah setertarik ini.

Tak lama, "Auuurrrggg!" Doni meraung memuntahkan lahar putihnya dan mengenai wajahku. Aku berusaha menghindari dengan memalingkan wajahku namun semburan itu masih terasa.

"Ih, jorok ih!" Bisikku ketika aku pergi wastafel. Wajahku dipenuhi oleh cairan putih miliknya. Tapi disamping itu, aku cukup tertantang dengan permainan ini.

"Itu namanya sperma. Jika masuk ke punyamu, kamu bisa hamil!" Kata Doni sembari mencuci barangnya.

"Eh, mau donk dimasukin! Enak pasti" Doni menatapku dengan pandangan ngeri.

MIRAMAXWhere stories live. Discover now