23

2.4K 50 3
                                    

"Siap!" Ungkapnya, namun tubuhnya tak kunjung bergerak naik. Kucondongkan lagi tubuhku kebelakang dan menumpu lututnya. Namun tubuh Doni masih tak berangsur naik.

"Idih, nggak kuat." Ungkapku karena Doni terlalu lemah untuk mengangkat tubuhnya sendiri. Aku masih duduk di pangkuannya seraya melepaskan kedua kakiku.

Lalu,,,

"Aaaawwwww!" Doni mendorong pinggulnya keatas, hal itu membuat tubuhku terdorong ke depan dan menimpa tubuhnya. Atau lebih tepatnya buah dadaku menimpa wajahnya. Sepersekian detik aku ingin berdiri, namun sepertinya Doni sudah mempersiapkan sebelumnya. Ia sengaja tak kuat dan menungguku lemah. Oh, Doni sayang. Kenapa kau tak bilang bahwa kau menginginkan buah dadaku. Batinku meracau.

Aku berlama-lama dalam posisi itu. Bahkan kuarahkan buah dadaku tepat membekap wajahnya. Kugoyangkan kekiri dan kekanan agar memuaskannya. Sesaat aku merasakan sensasi itu. Buah dadaku seperti diremas oleh wajahnya, sambil sesekali aku melirik sekitar. Apa jadinya jika ada yang melihat kami dalam posisi seperti itu.

Lalu,,,

"Huuupppffftttt! Aawawa miingngng!" Ia meracau menggerakan bibir dan wajahnya. Mataku mengerjap merasakan gairah yang membuat tubuhku memanas. Wajahku meremang kemerahan dan bulu kuduk di tengkukku berdiri. Aku menundukkan wajahku dan melihat Kepala Doni tertekan di buah dadaku. Bibirnya bergerak entah mengatakan apa? Tetapi sensasi itu membuat puting susuku mengeras seiring dengan selangkanganku yang melembab.

Kini Doni dengan beraninya memeluk pinggangku. Kedua tangannya membelai bongkahan pantatku. Lalu menepuknya, "Mmmnnnn,,, kok ditepuk, aku nakal ya!?" Bisikku tak sadar entah karena apa?

Dengan sekuat tenaga Doni mendorong perutku, namun aku menahan tubuhnya. Jika kulepaskan mungkin aku akan mendapat sesuatu yang lebih menyangkan. Aku bangkit dan duduk tegak di pangkuan Doni.

Ia ngos-ngosan menatap wajahku yang kemerahan. "Kau mau membunuhku!?" Ujarnya geram. "Aku bilang awas minggir!"

"Ups!" Ternyata ia mengatakan itu. Bukan menggoyang bibirnya karena mengincar puting susuku. Lalu mungkin ia menepuk pantatku bukan karena ingin menggodaku, namun agar aku melepaskannya. "Ma—maaf!" Entah apa yang kulakukan, kukatakan itu sembari menyingkap bajuku, sehingga kedua buah dada yang masih terbungkus BeHa terlihat dengan jelas olehnya. Aku tahu ia tertegun menatap kedua benda itu. Namun ia tak berani mencobanya, atau aku terlalu malu untuk memulainya.

"Mnnn,,, hhhh,,,hhhhh,,," Suara sengau nafasnya terdengar olehku. "Bolehkah?" Ia bangkit bertumpu dengan kedua tangannya. Namun ketika ia ingin menyentuhkan wajahnya ke belahan dadaku. Sontak aku menutupnya dan mendorong pundaknya. Sehingga ia terhempas dan kepala belakangnya menyentuh lantai beton.

"Enak aja!" Godaku. "Selesein Sit-Up dulu. Kalau bisa lima puluh kali, nanti kukasih bonus."

"Eh, Bonus apa?" Tanyanya penasaran.

"Mnnnn,,, Ya ,,, ada deh. Hihihi..." Aku hanya menggodanya. Sebenarnya aku ingin, namun tak mungkin kuberikan begitu saja. Aku ingin harga yang setimpal dengan pengorbanannya.

"Oke!" Tiba-tiba Doni meletakan kedua tangannya di tengkuk dan mulai menegakkan tubuhnya. Aku segera menumpu tubuhku kebelakang untuk menahan lututnya.

"Eh, kamu kok!?" Aku keheranan. Ini lancar-lancar saja dia Sit-Up. Kok tadi,,,?

"Lima, kamu yang hitung ya!?" Ungkapnya. Aku mulai menghitung Doni yang sedang Sit-Up sembari merasakan sesuatu menyentuh liang kewanitaanku.

Tak disangka, ketika Doni bergerak. Pinggulnya ikut bergoyang. Belum lagi, bagian tubuhnya yang dibawah ternyata sudah membesar. Sekarang aku hanya bisa merasakan sentuhan itu dengan sekilas.

"Lima Puluh!" Astaga, ia sudah menyelesaikan tugasnya.

"Nah, selesai!" Ia duduk dengan aku yang menduduki pangkuannya. "Sekarang bonusnya apa!?"

"Eh, tunggu! Kamu tadi kok nggak kuat, tapi setelah diiming-imingi bonus kok kuat!"

"Ya, kan. Nggak ada bonus!" Ungkapnya seraya menarik tubuhku agar lebih dekat lagi. Aku merasakan tonjolan itu kini tepat mengenai selangkanganku. Walau masih terbungkus celana masing-masing, getaran itu tentu membuatku meramu. Rasa lembab dan hangat terasa dibawah sana.

"Mnnn,,, tutup matamu, jangan mengintip." Aku harus berpikir cepat untuk menentukan apa yang kujanjikan. Jika kubuka bajuku, itu terlalu beresiko. Lalu aku sedikit menjauh darinya, "jangan ngintip ya?"

Aku memasukan jemariku ke selangkanganku. Lalu mencolek bagian kewanitaanku sudah lembab dan terdapat cairan hangat. Kuoleskan sebanyak mungkin di telapak tangan.

Kemudian,

Aku membekak bibir dan hidungnya dengan aroma itu. Matanya terbuka, namun hanya setengahnya. Ia meremang merasakan aroma feromon yang tak bisa ditolaknya. "Mnnn,,, sayang nih," ungkapnya sembari menarik tubuhku agar menimpa tubuhnya. Namun aku menahan tubuhku. Aku masih waras, ini tempat umum dan bisa saja orang melihat kami.

"Hehehe,,, kamu suka." Aku bangkit dari pangkuannya.

"Hmn," Doni mengangguk cepat. Ia menggenggam tanganku dan mencium aroma itu lagi. "Ssshhhh,,, mnnnn,,, mauuhhh!" Desisnya seraya menatapku penuh harap. Ia seperti seorang pengemis yang kelaparan, sedangkan aku adalah seorang saudagar kaya yang dermawan.

"Ihhh,,, gila kamu. Inikan tempat umum, sayang." Bisikku agar Doni. Aku menyesal karena telah membius Doni dengan aromaku.

"Disitu aja, kayak kemarin?" Ajaknya sembari menunjuk lubang prosotan yang sempit itu.

"Nggak ah, masih kelihatan." Aku juga ingin, tapi nggak mungkin. "Ajukan pakai celana bukan Rok!" Uajrku menunjukan celana leggingku.

"Ihhh,,, mauuuhh!" Ia merengek dan terduduk bagai anak kecil yang tidak diberi mainan.

Aku bingung dengannya. Tubuhku beringsut untuk menegakkannya kembali. Namun Doni malah memeluk pinggangku dan menempelkan wajahnya di buah dadaku. Wajahnya bergerak kesana kemari dan bibirnya membuka tutup seakan ia sedang mengunyah buah dadaku. Oh, rasa ini. Rasa yang membuat mataku buyar dan darahku mendidih. Nafasku mendesis dan tengkuk serasa gatal.

"Mnnnn,,, ahhhhh!" Aku tak sengaja mendesah sembari menggigit bibir bawahku. Aku melihat sekitar, mungkin terlalu riskan untuk berlama-lama disini. Namun aku tak ingin menyudahinya. Jemariku malah menyisir dan merapikan rambutnya yang berantakan akibat keringat.

"Udah yuk, nanti ada orang?" Bisikku khawatir. "Atau mnnn,,, pindah situ aja yuk!" Ini kenapa aku gantian yang mengajak Doni bersembunyi di dalam tabung prosotan.

Doni melepaskan buah dadaku. Namun, ia seperti menawarkan suatu. "Mnnn,,, tapi,,, mnnnn,,, buka ya!?"

Sontak aku terkejut dengan pernyataan itu. Aku sudah memancing, dan kailku disambar ikan, tapi apakah sekarang aku harus melepaskannya!?

MIRAMAXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang