12

3.4K 54 1
                                    

Follow untuk mengurangi retensi Iklan

Tubuh Doni menimpa tubuhku. Ia yang tak cukup tinggi melompat kearahku. "Auhhhhh!" Doni menabrak tubuhku dan kami terhempas di dalam air. Lagi-lagi, tubuhnya yang pendek membuat wajahnya terbenyuk di antara kedua buah dadaku. Tangannya melingkar dipinggangku. Seakan pandanganku kabur karena rasa itu kembali terasa. Namun Doni yang sadar melepas tubuhku dan mengambil bola yang melayang diatas air.

"Uhhhhuuukkk!" Aku terbatuk karena tersedak. Mataku memerah karena iritasi. Ingusku keluar karena hidungku kemasukan air.

"Kau tak apa!? Maaf." Katanya.

"Huah,,, tak apa? Kau menabrakku." Keluhku.

"Iya, aku terlalu bersemangat." Ucap Doni. "Sekarang, giliranku!"

Doni mengambil bolanya, kini ia membelakangiku dan mencoba untuk melempar. Aku yang dalam posisi bertahan masih siap, lalu ia melompat. Kini lompatanku yang tinggi membuat bola itu mengenai tanganku. Namun tabrakan itu terjadi kembali. Doni tidak terlalu melompat. Dan lagi-lagi, buah dadaku menampar wajahnya karena tubuhku menimpa tubuhnya. Kedua kakiku melingkar pinggangnya dan wajah Doni terhempas di sela-sela buah dadaku. "Yes aku berhasil!" Ujarku dalam hati.

Namun entah kenapa? Rasa itu kembali melanda pikiranku. Rasa yang membuatku kecanduan untuk berdekatan seperti ini. Apalagi, wajah Doni kini menatapku. Namun anehnya, ia tak meronta untuk dilepaskan dan aku juga tak ingin melepaskan dirinya. Ia malah melingkarkan tangannya di pinggangku. Sehingga kini tubuhku tak menapak di dasar kolam.

"Tinggi banget, lompatanmu, Mira!" Ucapan Doni membangunkan lamunanku. Ia melepaskan tangannya, namun anehnya kedua kakiku masih terkangkang melingkar di pinggulnya.

"Ya iyalah, akukan atlit Voli." Ungkapku sembari membelai rambut Doni.

"Eh, lepasin, berat tahu!" Doni meronta. Namun entah kenapa kedekatan kami semakin menjadi-jadi.

"Nggg—nggak ah. Gendong aku!" Paksaku sembari melingkarkan tanganku ke lehernya.

"Hmmmpppffttt!" Aku mendengar Doni yang sesak nafas karena wajahnya tertekan oleh buah dadaku. Kali ini, aku salah. Wajahnya tepat berada di buah dadaku, bukan di belahannya. Sehingga ia sulit bernafas karena tekanan yang kenyal itu. Namun rasa di tubuhku lain. Tubuhku memanas merasakan getaran yang menggelitik di sekujur tubuhku. Doni yang nurut langsung melingkarkan tangannya lagi ke pinggangku, lalu melangkah ke arah tepian. Wajahku memerah padam, entah karena apa? Rasa itu kembali kurasakan seakan aku ingin menuntaskan sesuatu. Rasa seperti aku ingin buang air kecil yang sudah kutahan. Rasa seperti ingin tertawa tapi takada yang lucu. Rasa seperti ingin muntah tetapi aku tak makan sesuatu. Rasanya, aku ingin berlama-lama dipelukannya. Walau sebenarnya kita sedang bermain berdua layaknya dua anak kecil yang bermain bersama.

Setelah sampai ditepian, Ia menyandarkan tubuhku di tepian. Namun anehnya lagi, kakiku enggan untuk melepaskannya. Doni menatapku dan aku juga menatapnya. Wajahnya sendu dengan mata sayu, mungkin aku juga kelihatan sama dengannya. "Kamu suka?" ungkapnya pelan. Entah, aku suka dengan posisi ini. Tubuhku serasa ringan dengan kedua kaki mengangkang tertekan oleh pinggul Doni.

"Mmmnnhhh,,, iyaaahhh!" Getaran suaraku berbeda dari biasanya. Entah karena apa?

"Iya, kamu bisa belajar Polo Air dan ikut klub Polo air. Aku bisa mengajarkanmu strategi-strategi yang bermanfaat nantinya." Ujarnya sembari melepaskan tangannya dari tubuhku. Lalu tubuhku agak sedikit turun. Namun sesuatu mengenai selangkanganku. Sesuatu yang keras yang pernah kurasakan di bongkahan pantatku ketika aku Back-Up. Sungguh kini rasanya lebih asyik ketika mengenai selangkanganku. Dalam sesaat, bagianku menjadi hangat seakan aku ingin buang air kecil. Apalagi, celana yang berikan Doni cukup tipis dan celana dalamku terbuat dari bahan satin yang hampir tidak terasa di kulitku. Aku kembali menahan tubuhku dengan melingkarkan kedua kakiku ke pinggulnya.

"Eh, lepasin!" Ucapnya. Aku yang tersadar melepaskan ikatan itu. Namun aku masih sangat penasaran ketika selangkanganku tersentuh sesuatu.

"Udah yuk, aku lapar. Kita buat makanan dulu!?" Ucapnya.

Namun entah kenapa? Tanganku berubah jahil, aku menarik celana Doni ketika ia menopang tubuhnya di tepian kolam. Lalu, aku melihat sesuatu. Tak sadar jemariku menarik celana berikut celana dalamnya. Aku melihat sebuah batang yang bewarna hitam kemerahan mencuat dari celana. Sangat tegang dengan bulu halus di pangkalnya.

"Anjriiiittt!" Doni mengurungkan niatnya untuk keluar dan masuk lagi ke kolam.

"Hahahahahaha,,, maaf!" Aku tertawa untuk mengalihkan perhatianku tentang barang itu. Walaupun dalam pelajaran biologi aku mengetahui fungsi dan bentuknya, tetapi aku tak pernah melihatnya secara langsung. Karena itu merupakan hal tabu jika dilihat oleh lawan jenis.

"Ihhh,,, dasar kau ini!" Ucapnya geram sembari menghempaskan air ke arahku.

"Eh,,, kok tegang kayak gitu ya!?" Aku mencoba untuk menggodanya. Aku lebih nyaman jika Doni yang kukenal adalah Doni yang ketus dan suka marah-marah, bukan Doni yang ramah dan ceria seperti ini.

"Itu, mnnnn,,, biologis. Mana ngerti kalau kujelaskan." Doni menggeram.

"Eh, coba jelasin. Siapa tahu aku mengerti?" Ungkapku penasaran.

"Iya nanti, aku mau mandi!" Doni cukup malu pertatapan denganku. Ia keluar kolam sembari menunjukan sebuah handuk. "Kamu mandi di kamar mandi itu."

Ia lalu masuk kedalam dengan perasaan malu. Aku cukup menyesal melakukan hal itu. Lagian sekarang, aku harus bagaimana. Pakaian dalamku basah dan tak mungkin aku memakainya. Aduh, bodoh sekali kamu Mira. Kenapa aku pakai pakaian dalam ketika berenang tadi. Aku coba untuk memerasnya, namun sayang karena terdapat sedikit busa yang tak mudah kering. Apalagi, celana dalam satin menyerap air. Alhasil, aku memakai celana panjangku dan kaus yang kukenakan tadi. Lalu kubungkus dengan kemeja oversize. Betapa terkejutnya aku ketika kancing kemeja itu terlepas semua.

Aku mencoba mengingatnya, ternyata kemeja dua kancing di bagian atas sudah terlepas dari dulu, tiga kancing bagian bawah mungkin terlepas ketika aku tak sabar ingin berenang tadi. Oh, aku menjadi gadis terbodoh di dunia. Memakai kaos putih tanpa Bra dibalut dengan kemeja yang tak kukancingkan.

Akhirnya aku keluar kamar mandi dengan menenteng Bra serta celana dalam yang basah serta handuk yang kuikat di rambut. Lalu salah satu tanganku menahan kemejaku agar tidak terbuka.

"Kamu punya kantung plastik!?" Tanyaku padanya yang sedang membuat sesuatu di dapur.

"Itu, di sebelah mesin cuci." Jawabnya sembari menunjuk kearah mesin cuci tanpa melihatku. Setelah memasukan Bra dan Celana dalamku ke kantung plastik. Aku melepas handuk dari rambutku, rambutku cepat kering karena hanya sebatas leher. Aku kembali ke dapur dengan Doni yang sedang memasak sesuatu.

"Kamu buat apa?" Aku melangkah ke sebelahnya dan bertanya. Kulihat wajahnya masih memerah padam karena malu.

"Bisa ambilkan saus di atas lemari itu!" Ucap Doni sembari menunjuk lemari yang tepat di atasku. Aku membukanya dan mengambil sebotol saus. "Kita buat spaghetti?"

"Hmn,,, mie instant lebih enak." Ucapku.

"Mie instan tidak sehat." Ungkapnya.

"Emangnya Spaghetti nggak instant apa?" Bantahku sembari menunjukan bungkus spaghetti dari sebelah kompor.

"Ya,,,deh. Sekali-kali boleh donk!?" Ucapnya membantah. Ya begitulah Doni, ia tak mau kalah apalagi soal teori. Aku malah suka dia yang seperti itu.

MIRAMAXWhere stories live. Discover now