Part 30

1.4K 99 3
                                    

"BELLE! LOVANNA!"

"LOVANNA!"

"BELLE! LOVANNA! DIMANA KALIAN!"

Hutan begitu gelap dan menyeramkan ketika malam hari tiba, pepohonan tinggi dan rindang yang bahkan memblokir sinar bulan. Suasana mencekam menyulitkan Jordie dan Jemie yang tengah mencari dua anggota mereka yang menghilang.

Di acara pecinta alam ini, ada acara jurit malam. Dimana semua mahasiswa dibuat menjadi perkelompok dan masing-masing kelompok berisi 4 orang dari jurusan yang berbeda. Tujuannya untuk menjalin keakraban dan kekompakan tiap tim, sialnya kelompok 7 yang di ketua Jordie kacau di tengah jalan.

Kedua pria itu terus menatap sekeliling, sudah setengah jam lamanya mereka berteriak memanggil Lovanna dan Belle. Berharap kedua gadis itu menyahut, namun semakin dalam Jemie dan Jordie memasuki area hutan, semakin mereka pesimis.

"Gimana nih, Di?" Jemie panas dingin, lelah, takut, dan khawatir menjadi satu.

Jordie hanya menggeleng pasrah, sudah tidak tahu lagi harus bagaimana. Mungkin sebaiknya mereka kembali ke tenda mereka dan melapor pada pembina.

"Ayo, kita kembali ke tenda dulu." Jordie berbalik hendak pergi, namun sebelah tangannya di cegah Jemie.

"Kenapa?"

"Emangnya lo tau arah pulang?"

Barulah Jordie sadar jika mereka sudah terlalu jauh masuk ke dalam hutan, bahkan lampu obor yang di pasang oleh panitia sebagai petunjuk jalan sudah tak lagi terlihat. Menandakan mereka sudah keluar dari jalur aman.

Jordie menjambak rambutnya sendiri, merasa frustasi dan kesal secara bersamaan. Sedangkan Jemie hanya menepuk bahu Jordie beberapa kali.

"Lanjut jalan aja gak si? Siapa tau ketemu Belle sama Lovanna, kan."

Akhirnya mereka melanjutkan perjalanan mereka, melewati pohon-pohon tinggi yang rindang. Hanya terdengar suara langkah kaki dan deru nafas mereka, suara hewan bahkan tidak terdengar sama sekali semenjak mereka memasuki area pedalaman hutan.

"What?"

Sampailah mereka di sebuah tanah lapang. Sebuah tanah seperti sebuah stadion sepak bola yang di kelilingi pohon-pohon yang menjulang tinggi. Jemie hendak memasuki area tanah itu, namun Jordie melarang. Mereka tidak tahu bahaya apa yang ada disana.

"Gue penasaran sama gapura itu," tunjuk Jemie pada sebuah gapura kuno yang tepat berada di tengah-tengah lapangan tersebut.

Karena Jordie tak kunjung melepaskan, Jemie menyentak tangannya dengan kuat hingga cekalan tangan Jordie terlepas. Tidak Jemie pedulikan botol airnya yang jatuh ke tanah, kini ia malah mencekal kerah baju Jordie dan menunjuk-nunjuk ke arah gapura.

"Apa lo gak ngerasa aneh ada gapura di tengah-tengah hutan gini?"

"Anehlah!"

"Yaudah, justru itu kita harus cari tahu, Di."

Jordie menoyor kepala Jemie, tak habis pikir dengan cara berpikir pria itu yang lebih mengedepankan rasa penasarannya dibanding keselamatan mereka.

"Justru karena hal itu aneh, Jem! Kalo ada apa-apa disana gimana? Kita masih harus cari Belle sama Lovanna, Jem. Udah, ayo buruan cari mereka aja!" Jordie menarik paksa jemie untuk pergi dari area misterius itu, tidak peduli Jemie sudah meronta sejak tadi.

Namun mau seberapa lamapun mereka berjalan, mereka hanya terus berputar-putar di tempat yang sama.

"Shit! Di, ini tempat yang tadi."

Jordie reflek menoleh, ia menatap bingung pada temannya yang sudah terduduk selonjoran di tanah. Jemie terlihat semakin frustasi, wajahnya sayu dengan beberapa bulir keringat di dahinya.

"Maksud lo?"

"Lo liat disana?" Jemie menunjuk sebuah botol yang berada tak jauh darinya. "Itu botol gue yang gak sengaja kelempar tadi pas kita debat kayak bocah, itu artinya kita ada di tempat yang sama sekarang."

"Itu cuma kebetulan aja. Bangun, kita coba sekali lagi."

Jemie mendengus kesal, tak ayal ia tetap menurut dan mengekori Jordie yang sudah jalan lebih dulu.

"Kesasar sekali ya gak ngaruh," gumam Jemie.

***

Kereta kuda tidak lebih nyaman dari kendaran modern, namun di jaman ini kereta kuda adalah satu-satunya kendaraan paling mewah. Harusnya Lovanna bersyukur bisa menaikinnya ketika bepergian, tapi tetap saja rasanya tidak nyaman. Ia lebih suka menaiki kuda secara langsung, namun urung mengingat ada Mia bersamanya saat ini.

Asisten sekaligus tangan kanannya itu menyusulnya setelah Jordie memberinya surat tentang keadaan Lovanna semalam, jadi pagi-pagi sekali gadis itu datang membawa pakaian dan keperluan Lovanna.

"Nona, saya mendapati surat ini di meja kerja Anda semalam. Saya membawanya karena memiliki sampel kerajaan." Mia menyerahkan sebuah surat berstempel kerajaan yang tertuju atas nama Lovanna.

Entah siapa yang menaruh surat itu di ruang kerjanya ketika ia tidak ada di sana.

Surat itu bukan sekedar ucapan selamat, isinya berupa perintah yang menyuruh Lovanna untuk melaporkan informasi apa saja yang sudah ia dapat. Hal itu tentu mengundang rasa curiga, jangan-jangan selama ini ia dimata-matai oleh Raja. Dugaan itu diperkuat dengan datangnya surat ini, darimana lagi raja tahu jika semalam ia bertemu dengan Pemimpin Guild kecuali menyusupkan prajurit bayangan di sisi Lovanna?

Sial, pikir Lovanna

Tangan lovanna terangkat, memberi kode untuk Mia agar lebih dekat dengannya. Lalu ketika keduanya sudah sangat dekat, Lovanna berujar, "pergi temui Pemimpin Guild Mawar Merah dan cari informasi mengenai tempat jual-beli prajurit."

"Anda butuh prajurit baru?"

"Untuk berjaga-jaga. Pastikan dia yang terkuat," pesan Lovanna.

***

Setelah kepergian Lovanna dan Belle beberapa menit lalu, kini tersisa Jemie dan Jordie. Raut nakal dan wajah hangat hilang tak berbekas, keduanya memasang wajah dingin andalan mereka.

"Ada apa?" tanya Jordie pada akhirnya. Ia mendongkat sekilas, tapi kembali menunduk membaca laporan.

"Prajurit-prajuritku menemukan banyak mayat di perbatasan, apa kau sudah dapat laporannya?" tanya Jemie seraya menyelipkan cerutu disela bibirnya.

Jordie mengangkat tinggi laporan di tangannya. "Sedang aku baca," jawabnya.

Setelah lama terdiam, raut wajah Jordie tak semenyenangkan sebelumnya. Kini kerutan menghiasi dahinya, lengkap dengan ekspresi kecutnya.

"Mereka bukan warga sekitar?"

Jemie mengangguk mengiyakan, ia berdiri dari duduknya dan berjalan menghampiri Jordie. Berdiri tepat di hadapan Jordie, membiarkan meja kerja membatasi tubuh mereka.

Diraihnya sebuah kertas dan pulpen yang ada di atas meja Jordie secara acak, Jemie mencoret beberapa kata di sana dan ia angsurkan kertas itu ke arah Jordie.

Pengkhianat

Segera Jordie meremas kertas itu dan merobeknya menjadi sangat kecil, guna menghindari pihak lain mengetahui pergerakan mereka. Lalu hal selanjutnya yang Jemie katakan mampu membuat seluruh saraf Jordie menegang kaku.

"Mayat itu berasal dari kerajaan seberang, lambat laun masalah ini akan menghancurkan perjanjian antar negara. Hasil akhirnya kau pasti sudah tahu."

Jordie tidak pernah meragukan laporan Jemie selaku jenderal kerajaan. Tapi jika dugaan itu benar adanya, maka peperangan tak akan pernah terelakan. Kerajaan seberang pasti menuduh mereka melanggar perjanjian, mengklaim jika mereka berkhianat, dan akan mengibarkan bendera perang.

Jika tak segera ditemukan dalang dari kematian para mayat-mayat itu, Jordie sudah tak mau membayangkan lagi hal buruk apa yang akan terjadi. 

Spam next disini👉

Be Duke Wife Where stories live. Discover now