1. Dunia Ariel

424 63 69
                                    


"Satu, dua, tiga. Ok, shoot terakhir!"

Sebelum kembali mengambil pose sang model, Ariel lebih dulu melihat hasil bidikan sebelumnya. Foto gadis cantik dengan Strapless Off-Shoulder Dress kini tengah Ariel pindai.

"Cowoknya, siapa sih, nih, cewek? Cakep bener. Mana berani banget lagi bayar mahal gue," kata Ariel pelan.

"Kak Ariel, foto terakhir boleh sambil gendong kucing, kan?" Sang model berteriak.

"Boleh, terserah elo," balas Ariel lantas kembali siap untuk memotret sang gadis.

Pemotretan itu dilakukan di rumah si gadis. Setelah menghabiskan waktu kurang lebih dua jam, Ariel pamit dan berjanji beberapa hari kemudian akan mengirimkan foto yang dimaui kliennya itu.

"Nggak mau ngopi dulu, Kak Ariel?" tawar gadis yang masih duduk di bangku SMA itu.

"No, thanks. Gue mau jemput pacar gue takut telat. Bye, Lun!" teriak Ariel dari atas motornya.

Padahal itu semua hanya alasan Ariel, dia sebenarnya tidak pernah menolak ajakan ngopi, hanya saja gadis yang mengajaknya kini sudah punya kekasih. Ariel malas berurusan dengan cewek yang udah punya pawang.

Meninggalkan kediaman kliennya, Ariel bertandang ke kedai kopi milik kawannya. Ia biasa melepas penat di sana setelah lelah bekerja.

"Shal, gue mau nyanyi, ya!" teriak Ariel pada Shaline sang pemilik kedai kopi. Gadis itu tengah berada di balik meja kasir.

"Jangan sekarang, Riel. Bentar lagi ashar. Abis ashar aja," sahut Shaline membuat Ariel ingat akan sesuatu.

"Mampus, si mamah, kan, minta dijemput. Kenapa gue bisa lupa," pekik Ariel lantas menyeruput hingga habis kopinya lalu pamit pergi pada Shaline.

Ariel melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju masjid di mana sang mama sedang menghadiri kajian.

"Jam dua jemput Mamah, ya, A. Jangan telat, loh."

Suara mamah jadi terngiang-ngiang di telinga Ariel. Boro jam dua, ini udah jam tiga, Riel. Elo kenapa bebel banget, sih?

Ariel terus-menerus mengutuk dirinya hingga ia sampai di masjid yang dituju. Namun, sayang seribu sayang, kajian telah selesai dari satu jam yang lalu, ada pun masjid ramai sebab orang-orang sedang bersiap untuk salat Ashar.

"Si mamah balik sama siapa, ya?" gumam Ariel sembari mengutak-atik layar ponsel berniat menelepon Danish, sang adik.

"Mamah udah pulang, A. Dianter sama teteh-teteh cantik. Aa, sih, kelamaan!" Danish bersungut-sungut merespon tanya Ariel soal keberadaan mamahnya.

"Bilang ke mamah, maafin Aa gitu, ya. Aa pulang bentar lagi. Nanti ku Aa dibeliin red velvet," ujar Ariel membujuk adiknya.

"Si mamah sama aku nggak suka red velvet, da. Beliin hape baru, mah, baru aku mau," balas Danish membuat Ariel berdecak.

"Sekolah dulu yang bener, ah. Hape mulu kamu, mah. Katanya mau jadi pengusaha sukses kayak Abang Alka. Sekolah yang bener, ya. Udah, assalamu'alaikum," kata Ariel memutus sepihak telepon pada adiknya itu.

Pria berusia dua puluh lima tahun itu lega ternyata sang mama sudah ada di rumah. Maka untuk selanjutnya, Ariel pergi ke rumah Kania, gadis incarannya yang akan dia tembak hari ini.

Kania sedang sendirian di rumah ketika Ariel sampai di sana. Kalimat-kalimat manis meluncur begitu saja dari bibir Ariel pada Kania. Sampai pada akhirnya mereka berdua resmi berpacaran dan ini adalah komitmen pertama Ariel dengan seorang perempuan.

"Aku nggak mau, ya, setelah ini denger Ariel lagi jalan sama siapa atau Ariel nganterin siapa. Kamu berani komit berarti berani juga setia, Riel," ucap Kania serius.

"Iya, Kania. Aku juga udah mikirin ini matang-matang. Hubungan kita aku pastiin bakal berakhir di pelaminan."

Ariel sungguh-sungguh kali ini, terbukti dari keputusannya menolak ajakan Kania untuk sekadar berpelukan. Ariel sadar dia termasuk pria yang sulit menekan keinginan bercinta agar dipancing seperti itu.

"Nanti tunggu Aa halalin dulu, ya, Neng," ucap Ariel membuat Kania jelas berbunga-bunga hatinya. Gadis itu yakin, Ariel akan berubah kali ini.

Dua hari setelah resmi jadi pacar Ariel, Kania mulai berani minta antar jemput pada pria itu. Gadis yang bekerja di salah satu kantor bonafit di ibu kota itu mulai menunjukkan sinyal-sinyal manja.

"Jadi gini rasanya pacaran? Ribet juga, siah," kata Ariel sambil mengacak wajahnya sendiri dengan tangan.

"Makanya denger apa kata si mamah, jangan pacaran, kalau bisa ta'aruf, kitbah langsung gas nikah. Ini pake pacaran segala," kata Danish yang sedang memakai sepatu.

Pagi ini semua sibuk dengan kegiatan masing-masing, Ariel yang akan memotret anak-anak Pelita Jaya Internasional School sudah siap pergi dari sepuluh menit lalu sebetulnya. Hanya saja telepon dari Kania membuat kepergiannya tertunda.

"Pesenin gojek aja, A." Danish yang sudah selesai memakai sepatu memberi Ariel saran.

"Iya, ya. Kok, gue nggak kepikiran. Kok, lo, bisa mikir ke situ, sih, Dek? Tiga belas taun udah bisa bikin opini begitu," ujar Ariel curiga adiknya itu sudah punya pacar.

"Ah, anak SD juga bisa kali mikir gitu," sahut Danish lantas berdiri dan mengulurkan tangan pada Ariel. "Salim, A. Aku berangkat duluan," ucapnya kemudian.

Urusan Kania beres, meski gadis itu jelas misuh-misuh sebab merasa tidak Ariel perhatikan. Ya, mau bagaimana, Ariel kadung janji dengan anak-anak PJIS akan pemotretan dengan mereka jelang siang ini.

"Kak Ariel, kita udah sampai di lokasi. Kita tunggu, ya, Kak." Ariel membaca pesan dari kliennya.

"Nah, kan, udah pada nunggu tuh bocah-bocah. Semoga nggak ada, deh, yang pake bikini lagi. Bikin akidah gue geter aja," celetuk Ariel lalu menemui sang mama di dapur.

Pada wanita itu, Ariel pamit. Pria itu juga bilang sepertinya hari ini ia akan pulang ke indekos saja setelah selesai pemotretan.

"Jangan lupa solat, A. Apa pun yang Aa lakukan, solatnya jangan dientar-entar," pesan sang mama dan Ariel mengangguk paham.

Menghabiskan waktu satu jam, Ariel tiba di tempat tujuan. Sebuah bangunan bergaya vintage dengan halaman sangat luas. Baru keluar dari mobil, Ariel sudah disambut salah satu model yang hari ini akan dirinya potret. Namanya Tabita, gadis berwajah Oriental dengan celana di atas paha.

Kenapa pada seneng banget ngumbar-ngumbar aset, sih. Sebagai cowok, kadang kayaknya kita nggak salah-salah amat, sih. Ya gimana, mau nggak diliat, tetep harus gue liat. Haduh, Riel, nongol dikit tuh si kembar nggak ngaruh kali, Riel.

Ariel bermonolog dalam hati saat melihat gadis-gadis yang masih duduk di bangku SMA itu telah siap dengan outfit masing-masing.

"Rinai, lo yakin mau pake baju kayak gitu aja? Perut lo padahal bagus, loh, rata. Nggak mau dibuka aja kancing kemejanya. Pake bra yang modelan sport ini, kan?" Tabita mengomentari cara berpakaian salah satu kawannya.

"Aku gini aja, deh, Bita. Yang penting ikut pemotretan, kan?" Rinai dengan pelan menjawab ucapan Tabita membuat Ariel tertarik melihat ke arah gadis itu.

Siapa sih orang tuanya? Kok tega ngasih nama anak pake merek kompor.

***

Gimana, Gais?
Lanjut?
Bab selanjutnya aku up kalau view udah mendekati 200 ya ☺

Jangan lupa vote, ya, Gais. Bantu share share juga boleh banget loh. Komentar kalian adalah moodbooster aku.

Bogor, 03 November 2023

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Where stories live. Discover now