23. Dunia Berbalik Cepat

154 42 44
                                    

Diberi tahu oleh Bu Rosmia soal berita sang papa, Rinai lekas membuka ponsel. Ternyata grup chat di kelasnya juga sudah ramai membahas soal kasus Adli tersebut. Banyak cemooh pun kata-kata kasar serta ejekan dalam isi pesan di grup itu.

Rinai berusaha biasa saja menanggapinya. Perempuan itu lebih memilih segera menghubungi Raisa, tetapi pesannya pada sang kakak berstatus centang satu.

“Aku hubungi mama aja, kali, ya,” gumam Rinai lantas lekas mengetik pesan untuk sang mama.

Pada Rieke, Rinai jelas menanyakan kabar serta posisi wanita itu kini di mana. Sayangnya, nomor Rieke juga tak aktif. Rinai juga membuka grup chat keluarga, tetapi posisinya kini dikunci oleh admin. Sepertinya sengaja agar tak terjadi perdebatan di sana.

“Om Rifandy, aku coba tanya Om Rifandy.”

Orang yang Rinai hubungi selanjutnya adalah Rifandy. Perempuan itu bertanya mungkin Rifandy tahu sesuatu tentang kabar Adli.

Om Rifandy

[Om juga baru tau beritanya barusan. Om ini sedang dalam perjalanan ke rumah papamu. Nanti Om beri kabar lagi, ya]

Kabar dari Rifandy membuat Rinai sedikit lega. Bu Rosmia yang melihat Rinai kini sudah tampak tenang, meraih tangan perempuan itu.

“Tenang, ya. Tenangkan pikiran kamu,” kata Bu Rosmia meski yakin semua ini tidak mudah bagi perempuan itu.

“Kasian mamaku, Mah. Pasti perasaannya kalut banget. Dan aku nggak tau mama sekarang di mana. Kak Raisa juga nggak aktif nomornya. Mereka sebenernya lagi gimana aku nggak tau," kata Rinai dengan suara bergetar.

"Iya, sabar dulu, ya. Pasti nanti ada kabar. Nanti kalau A Ariel pulang, kita minta bantuan aa buat cari tau semuanya," saran Bu Rosmia dan Rinai mengangguk.

Sayangnya, yang sedang ditunggg pulang justru sedang diperdaya oleh Kania. Ariel yang datang ke kamar hotel Kania, diserang secara brutal oleh seorang pria yang merupakan kawan wanita itu.

"Gue nggak ada urusan sama lo, gue mau ambil hape doang," kata Ariel pada pria yang terus-menerus menghajarnya sampai Ariel merasa tenaganya habis tiada sisa.

Sementara itu, Kania justru sedang duduk pada sofa di salah satu sudut ruangan dengan gelas berisi minuman beralkohol di tangan. Bibir wanita yang hanya mengenakan handuk kimono itu tak henti mengulas senyum.

"Liat aja, Riel, sebentar lagi kamu jadi milik aku sepenuhnya. Enak aja aku kesingkir sama cewek itu," kata Kania pelan sambil melirik ke arah Ariel yang tampak sudah tak berdaya.

Bener kata Rinai, harusnya gue nggak ngerokok jadinya cepet capek gini. Ariel bicara dalam hati. Tengkuknya berkali-kali mendapatkan serangan. Kepala Ariel mulai terasa berat. Ia kini benar-benar ingin membasahi kerongkongan dengan air. Ariel sangat haus.

"Kenapa Ariel, Sayang. Kamu mau minum?" tanya Kania pada Ariel yang kini terkapar tak berdaya setelah diserang habis-habisan oleh kawan Kania.

"Balikin hape gue cewek siyalan!" bentak Ariel dengan suara serak sambil berusaha beranjak, tetapi kakinya yang tadi ditendang tiada ampun jadi sakit semua kini.

"Riel, kamu kayaknya harus minum dulu, " ucap Kania sambil menuang minuman ke dalam gelas.

Suara cucuran air itu membuat Ariel kian merasa kehausan. Sepertinya ia tidak akan menolak jika diberi minum oleh Kania.

Kania duduk di samping Ariel yang sedang tengkurap, sementara kawan prianya asyik menyesap rokok dan duduk pada sofa bekas Kania tadi.

"Ayo, Sayang, kamu duduk dulu. Kamu minum dulu," kata Kania membuat Ariel berusaha duduk.

Dibantu Kania, Ariel pada akhirnya mampu berangsur-angsur duduk. Kania membawa Ariel untuk bersandar pada badan tempat tidur.

"Kamu nyakitin aku, sih, Riel. Makanya aku sakitin balik gini. Maaf, ya, Sayang," ucap Kania lantas menempelkan ujung gelas pada bibir Ariel.

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Where stories live. Discover now