7. Rinai yang Tak Pernah Dapat Cinta

238 47 63
                                    

Ultimatum yang dilontarkan Rieke soal Rinai yang tak boleh lagi datang ke rumah setelah menikah dengan Ariel, membuat Rinai sore ini menyusuri setiap jengkal rumah mewah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ultimatum yang dilontarkan Rieke soal Rinai yang tak boleh lagi datang ke rumah setelah menikah dengan Ariel, membuat Rinai sore ini menyusuri setiap jengkal rumah mewah itu. Bangunan megah, tetapi terasa sepi oleh Rinai. Rinai susuri setiap ruangan, ia rekam semua sudut dalam kepalanya. 

‘Semoga mama dan papa makin bahagia setelah aku pergi. Seenggaknya aku nggak jadi beban lagi buat mereka. Seenggaknya juga ketiadaan aku nanti bikin mereka nggak terus-menerus merasa kecewa sebab punya anak seperti Rinai.’

“Rinai, bisa kamu telpon pria itu sekarang?” 

Suara Rieke mengalihkan Rinai yang sedang mengambil potret halaman rumah belakang orang tuanya itu. 

“Bilang sama dia supaya menjemput kamu sekarang juga. Tante Tiara sama Om Samuel mau datang besok pagi. Saya nggak mau mereka sampai ketemu dengan kamu, kami akan bilang pada saudara bahwa kamu meneruskan sekolah di Amerika. Cepat telepon pria itu sekarang!” 

Jelas Rieke bicara tanpa ingin dibantah. Lalu Rinai, dia tidak kuasa menimpali. Disaat terjepit seperti ini, Rinai juga tak mampu minta tolong pada siapa-siapa. Pun pada Tabita dan teman-temannya yang lain. 

Rinai selama ini juga sadar, dalam circle pertemanannya, dia hanya didatangi saat dirinya dibutuhkan saja. Rinai diajak masuk ke dalam grup chat, tetapi banyak yang teman-temannya sembunyikan dari dia. Mereka kerap bermain bersama, tanpa ada Rinai di dalamnya. Tahu-tahu nanti akan ada foto kebersamaan mereka dikirim di grup, setelah Rinai melihat semua itu, salah satu dari mereka menghapusnya. 

“Koper dan tas kamu sudah ada di teras, kamu tinggal telepon pria itu.” 

Ucapan Rieke selanjutnya membuat Rinai cepat-cepat memutuskan sesuatu. 

“Ri pergi naik taksi saja, Ma. Ka Ariel sibuk,” cetus Rinai pada akhirnya. 

Rieke hanya mengangguk, tak ada salam perpisahan apalagi tangisan pelepasan atas diri Rinai. Tidak seperti pada Raisa, Rieke dan Adli bahkan tidak tampak ketika Rinai masuk ke dalam taksi pesanannya. 

Sore ini, dengan hujan yang kembali mengguyur bumi, Rinai meninggalkan rumah juga kedua orang tuanya. Dia pergi ke kontrakan Ariel dengan hati gamang. 

“Assalamu'alaikum,” salam Rinai begitu tiba di teras kontrakan Ariel. 

Pintu bangunan tersebut tidak ditutup, samar terdengar juga suara orang mengobrol di dalam. 

“Permisi,” seru Rinai, ia khawatir suara salamnya barusan samar dengan rintik hujan yang masih turun. 

“Iya, waalaikumsalam!” 

Pemuda itu, Rinai kenal namanya Danish. Si anak SMP yang kalau Rinai mengantarkan Rosmia pulang sore-sore selepas mengaji, selalu membuatkan Rinai kopi sachet. 

“Kak Riri?” gumam Danish. 

Danish, pemuda itu juga terlibat dalam sandiwara sang mamah. Rosmia menjelaskan secara detail rencana yang disusun bersama Rinai. Alhasil, tadi pulang sekolah, Danish memilih berkunjung ke kontrakan Ariel ketimbang langsung ke rumah sang mamah. 

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang