20. Hati yang Terusik

129 44 30
                                    

Hay, Assalamu'alaikum. Terima kasih sebelumnya sudah memilih "Rinai Terakhir" sebagai bacaan. Kalau teman-teman merasa karya ini layak untuk dibaca banyak orang, bantu aku share karya ini ke kawan temen-temen semua yang suka baca juga boleh, dooong?

Oh, ya, yang belum follow akun author, dipersilakan follow dulu, ya. Jangan lupa tambahkan "Rinai Terakhir" ke perpustakaan temen-temen atau ke reading list-nya temen-temen.

Kasih tau aku kalau ada typo, ya.

Jangan lupa berikan komentar juga untuk karya ini. Votenya juga jangan lupa, ya. Tinggal pencet bintang sampai berubah orens kurasa nggak syulit, ya, hihi.

***

Menghabiskan waktu hingga pukul 17.00 di tempat wisata air terjun, Ariel dan Rinai baru kembali ke Jakarta dan tiba di rumah pada pukul 20.00. Bu Rosmia jelas merasa senang melihat Ariel dan Rinai yang kini tampak akrab. Rasanya tidak rela saja harus memberitahukan pada keduanya tentang kedatangan Bu Wiwit serta Kania tadi siang.

“Tapi, biar gimana A Ariel harus tau semua ini, Mah. Aa harus tanggung jawab sama apa yang udah pernah dia perbuat. Maksudnya tuh kayak,  aa harus selesaikan semua ini sama cewek itu. Jadi, Mamah wajib kasih tau A ariel, sih,” kata Danish mengingatkan Bu Rosmia.

"Iya, nanti Mamah pasti bilang ke A Ariel. Tapi, nggak sekarang," ujar Bu Rosmia yang sedang bahagia melihat kegiatan Ariel dan Rinai di meja makan.

Pasangan itu sedang makan mi instan yang barusan dimasak oleh Ariel. Rinai awalnya ragu akan memakan hasil karya Ariel itu, bagaimana bisa Ariel mencampurkan pisang ke dalam mi instannya.

"Not bad, sih, Kak. Cuman, nggak lagi-lagi, deh, aku makan mi pake pisang gini," ujar Rinai yang sudah menghabiskan dua gelas besar air putih.

"Tapi, tetep abis itu mi punya lo," timpal Ariel yang puas menertawakan Rinai ketika tadi perempuan itu memasukkan suapan pertama mi instannya ke dalam mulut.

"Mubazir, kan, kalau nggak diabisin? Di luar sana, ada berapa orang yang harus menahan lapar karena nggak tau mau makan apa. Simpel aja, sih, kita yang masih dikasih keluasan rezeki, ya, harus pinter-pinter bersyukur."

“Bocil, omongan lo emang kadang ada benernya juga.”

Ariel mengacak rambut Rinai di bagian depan. Hal itu membuat Rinai lekas mengusap rambutnya di bekas sentuhan Ariel.

“Abis libur ini berarti lo naik kelas dua belas,ya, Hujan?” kata Ariel setelah beberapa saat dirinya dan Rinai terdiam.

“Belum, lah, Kak, kan baru juga semester satu. Semester depan baru aku naik kelas. Kenapa, emang?” tanya Rinai merasa heran Ariel membahas hal tidak penting tentang hidupnya.

“Nggak sangka aja, ternyata lo masih belia, Ri,” sahut Ariel.

‘Tapi idup lo udah seberat ini, Hujan. Lo harus ngakuin kesalahan yang nggak lo perbuat demi menjaga perasaan orang tua dan kakak lo. Lo rela jadi yang terbuang demi mereka tetap merasa bahagia. Apa kabar sebenernya hati lo, Ri?’

Selanjutnya Ariel bicara dalam hati sambil memindai ke arah Rinai yang sedang menumpuk mangkuk kotor bersama gelas serta sendok dan garpu. Perempuan itu tampak bergumam sesuatu. Ariel tebak sepertinya Rinai sedang bernyanyi.

“Kapan-kapan nyanyi depan orang banyak mau, nggak, Ri?” tanya Ariel kemudian membuat Rinai melihat ke arah pria itu.

“Nyanyi depan banyak orang maksudnya gimana, Kak?” Rinai jelas balik bertanya.
Ariel kalau bicara kadang suka tidak pakai judul. Tiba-tiba saja membuat pembahasan.

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang