5. Mimpi Buruk Ariel

237 50 38
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Sudah ketemu sama ayah dari bayi yang kamu kandung?"

Pagi ini Adli bicara lagi pada Rinai setelah beberapa hari sang anak ia diamkan.

"Sudah, Pa. Aku siap nemuin Papa sama dia hari ini juga," jawab Rinai berusaha tenang meski debaran dalam dada tak bisa dielakkan. Tangan Rinai yang sedang memegang garpu bahkan bergetar hebat, hampir benda itu jatuh dari tangannya.

"Apa pekerjaan dia?" tanya Rieke dengan nada mengejek.

"Fotografer," jawab Rinai singkat. Lantas gadis itu mengunyah kembali roti berselai nanas kesukaannya.

"Punya studio sendiri? Atau hanya fotografer jalanan? Rendah sekali selera kamu, Rinai," caci Rieke kemudian melempar sendok ke atas piring.

"Yang jelas dia cukup famous di kalangan anak-anak muda jaman sekarang," terang Rinai membuat Rieke terbahak.

"Pantas pergaulannya jadi liar. Bisa-bisanya dia nidurin kamu. Saya nggak habis pikir, Rinai. Apa yang dia janjikan pada kamu sampai kamu termakan rayuan dia?" Rieke geleng-geleng. Dadanya naik turun menahan amarah. Ingin rasanya dia cakar wajah Rinai yang sudah membuat malu keluarga itu.

"Papa ingin kamu nanti tetap sekolah, tapi Papa nggak akan kasih biaya. Soal nanti ketika perut kamu membesar dan hari kelahiran, siasati saja sendiri. Jangan sampai ada orang lain tau kalau kamu hamil."

Adli lain lagi pemikirannya. Dia tetap ingin nama baiknya bersih. Tidak mau kesalahan Rinai mengotori semuanya.

"Kamu juga sudah nggak boleh tinggal di sini. Minta biayai hidupmu pada ayah dari anak dalam kandungan kamu itu," ujar Adli lagi lalu berdiri.

Adli kemudian pergi tanpa pamit, pun dengan Rieke. Tiada salam perpisahan manis dari mereka berdua untuk Rinai.

"Nggak akan, pa. Aku nggak akan putus sekolah. Aku nggak akan juga minta lagi biaya ke papa. Tabungan yang aku punya, aku pastikan akan cukup membiayai sekolah sampai aku kuliah. Anak yang kalian benci ini nggak akan lagi nyusahin, aku janji," gumam Rinai lalu kembali melanjutkan memakan rotinya.

***

Ariel malas sekali beranjak dari tempat tidur pagi ini. Semalam dia nongkrong di kedai kopi hingga larut. Bahkan dirinya tidak pulang meski kedai itu sudah tak beroperasi. Kalau saja tak kenal pada pemilik kafe, mungkin Ariel akan diusir secara paksa.

Ponsel yang terus berdering pada akhirnya memaksa Ariel menyingkap selimut. Ia rasakan kepalanya berdenyut nyeri, akibat kurang tidur pasti.

Jalan Surga memanggil.

"Mamah, pagi banget udah nelpon," gumam Ariel lantas menerima panggilan suara dari sang mamah.

"Hallo, Mam. How are you today?" kata Ariel bergurau. Ia kembali lagi ke tempat tidur dan berbaring dengan nyaman di sana.

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang