24. Rinai Terakhir

167 42 26
                                    

"Ma-ma. Iya, Ma, iya. Rinai pasti ke Mama. Mama sekarang di mana, Ma? Mama jangan berpikir aneh-aneh, ya, Ma. Kita pasti bisa lewatin ini semua sama-sama, Ma."

Semalam Rinai dapat kabar dari Rifandy bahwa kasus yang menjerat Adli memang benar adanya. Parahnya, bukan kali ini saja Adli menerima suap. Setiap ada perizinan apa pun, dia selalu terlibat.

"Mama sekarang di Malang sama kakak kamu, Nak. Kapan Rinai bisa ke sini? Atau Mama jemput dulu Rinai ke sana, ya?"

Indah, sungguh indah suara Rieke tertangkap oleh indra pendengaran Rinai kali ini. Ah, memang selalu ada harga yang harus dibayar untuk setiap apa pun yang terjadi.

"Rinai ke sana secepatnya, Ma. Ada beberapa hal yang harus Rinai urus dulu di sini. Rinai pasti ke sana," kata Rinai mengelap air mata yang bermuara di dagunya.

"Mama tunggu, ya, Nak. Mama tunggu kamu di sini. Hati-hati nanti saat perjalanan. Hati-hati," kata Rieke dengan suara lirih.

Selesai bertukar suara dengan Rieke itu, Rinai segera menemui Bu Rosmia.  Semalaman ia tak dapat tidur sebab Ariel sulit dihubungi.

"Nomor Danish aktif tapi nggak dijawab pas Mamah telepon, Neng," kata Bu Rosmia jelas iba akan keadaan Ariel.

"Mah, udah waktunya kayaknya Mamah telepon Teh Ayuni. Biar kita bisa minta tolong ke Bang Alka buat nyariin A Ariel, Mah," saran Danish yang sudah siap dengan seragam sekolahnya.

"Danish benar, Mah. Coba Mamah hubungi Kak Ayuni, siapa tau suaminya bisa nolong Kak Ariel atau bahkan mereka tau di mana keberadaan kakak sekarang," timpal Rinai yang gusar sedari malam.

Berita tentang Adli, sungguh membuat Rinai terpukul. Andai ada Ariel, pria itu pasti bisa membuatnya sekadar tertawa dengan kalimat-kalimat yang ia lontarkan.

Baru saja Bu Rosmia akan menelepon Ayuni, ponsel Rinai lebih dulu menerima notifikasi pesan. Ia harap Ariel yang menghubunginya. Rinai cepat-cepat memeriksa ponselnya dengan senyuman mengembang sempurna sebab memang Ariel yang mengirim dirinya pesan.

Namun, ketika Rinai membuka pesan yang merupakan sebuah video itu. Rinai bukannya lega dan bahagia. Ia justru dilanda sesak dalam dada dengan air mata berderai tak bisa ditahan-tahan.

Bagaimana tidak, tubuh suaminya sedang ditindih oleh Kania di atas peraduan. Rinai tak kuasa meneruskan menonton video itu. Tangannya lebih dulu bergetar membuat benda pipih tersebut jatuh dari tangannya.

"Teh Riri kenapa, Teh?" pekik Danish yang melihat Rinai langsung beranjak lari entah mau ke mana.

Danish lekas mengambil ponsel Rinai. Ia periksa apa yang ada dalam layar benda pipih tersebut sampai membuat Rinai tampak kacau.

Sama seperti Rinai, Danish pun tak kuasa melanjutkan menonton video tersebut. Danish malah mematikan ponsel Rinai dan dia berteriak sambil menjambak rambutnya sendiri.

"A Ariel siyalan, A Ariel brengsek!"

Teriakan Danish itu jelas membuat Bu Rosmia makin panik. Wanita tersebut lekas berdiri dan merangkul bahu Danish.

"Kenapa, Dan, kenapa?" tanya Bu Rosmia.

"A Ariel keterlaluan, Mah. Kita khawatir sama dia, dia taunya lagi enak-enakan sama pacarnya di atas tempat tidur, Mah!" seru Danish membuat Bu Rosmia langsung jatuh ke atas lantai.

Lutut wanita itu lemas mendengar penuturan Danish. Apa yang selama ini dirinya takutkan sepertinya sudah terjadi.

"Kenapa, A. Kenapa Aa sangat tega sama Mamah dan Neng Rinai. Kenapa, A?" Bu Rosmia memukul-mukul dadanya sendiri yang sakit dan sesak.

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang