10. Ancaman Kania

145 54 47
                                    

Hay, Assalamu'alaikum. Terima kasih sebelumnya sudah memilih "Rinai Terakhir" sebagai bacaan. Kalau teman-teman merasa karya ini layak untuk dibaca banyak orang, bantu aku share karya ini ke kawan temen-temen semua yang suka baca juga boleh, dooong?

Oh, ya, yang belum follow akun author, dipersilakan follow dulu, ya. Jangan lupa tambahkan "Rinai Terakhir" ke perpustakaan temen-temen atau ke reading list-nya temen-temen.

Kasih tau aku kalau ada typo, ya.

Jangan lupa berikan komentar juga untuk karya ini. Votenya juga jangan lupa, ya. Tinggal pencet bintang sampai berubah orens kurasa nggak syulit, ya, hihihi.

Pagi ini Danish masuk ke kamar Ariel membawa obat serta hasil pemeriksaan Rinai

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pagi ini Danish masuk ke kamar Ariel membawa obat serta hasil pemeriksaan Rinai. Pemuda tersebut ingin agar Ariel menyerahkan semua itu pada Rinai.

"Mamah lagi bikin sarapan, A. Teh Riri belum keluar kamar. Nggak enak kalau aku yang harus ke kamar Teh Riri," kata Danish memberi alasan kenapa harus Ariel yang memberikan obat dan surat dari dokter itu pada Rinai.

"Ok, ok. Taro meja aja, ntar gue anterin ke dia," sahut Ariel yang masih menutup wajahnya dengan bantal.

Setelah Ariel bicara seperti itu, Danish pamit, dia juga harus bersiap untuk pergi ke sekolah.

"Emangnya beneran sakit, tuh, cewek?" gerutu Ariel sambil beranjak dari tempat tidur. Ia ambil benda-benda yang ditaruh Danish pada meja dan membuka surat hasil diagnosa dokter atas diri Rinai.

"Rinai beneran sakit?" Ariel bergumam.

Pria itu lantas kembali membuka video kiriman dari Danish. Tayangan Rinai kejang selama beberapa menit.

"Kenapa gue nuduh dia yang nggak-nggak, ya, kemaren? Kesel ke Kania kenapa gue marahnya ke Rinai? Jahat banget lu, Riel, sumpah!"

Ariel memarahi dirinya sendiri. Kemarin, dia memang bertengkar hebat dengan Kania. Duduk permasalahannya cukup sepele, semua karena Ariel yang tidak bisa menjemput perempuan itu pulang dari salon. Ariel, benar-benar disibukkan oleh pekerjaannya kemarin.

"Tapi obatnya cuman satu macam. Diminum setelah makan."

Ariel membaca aturan minum obat yang tertera pada kemasan. Pria itu gegas beranjak, dirinya harus segera menemui Rinai. Semalam Ariel memang memikirkan perempuan itu, Rinai yang tampak pucat ketika makan malam membuat Ariel tak enak hati sempat marah padanya.

Sebelum masuk ke kamar Riani, Ariel putuskan ke dapur lebih dulu. Ia rasa Rinai perlu makan sebelum minum obat. Namun, ternyata perempuan yang akan Ariel temui sudah ada di dapur. Lengkap memakai seragam sekolah malah.

"Kata Danish, lo belum bangun, Ri?"

Ariel berdiri di samping Rinai yang sedang mencuci tangan di wastafel. Aroma bayi, seperti tisu basah bayi, menyeruak di hidung Ariel ketika Rinai menoleh ke arahnya.

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Where stories live. Discover now