9. Bermacam Luka

160 49 52
                                    

Hay, Assalamu'alaikum. Terima kasih sebelumnya sudah memilih "Rinai Terakhir" sebagai bacaan. Kalau teman-teman merasa karya ini layak untuk dibaca banyak orang, bantu aku share karya ini ke kawan temen-temen semua yang suka baca juga boleh, dooong?

Oh, ya, yang belum follow akun author, dipersilakan follow dulu, ya. Jangan lupa tambahkan "Rinai Terakhir" ke perpustakaan temen-temen atau ke reading list-nya temen-temen.

Kasih tau aku kalau ada typo, ya.

Jangan lupa berikan komentar juga untuk karya ini. Votenya juga jangan lupa, ya. Tinggal pencet bintang sampai berubah orens kurasa nggak syulit, ya, hihihi.

***

Dalam balutan kebaya putih beserta kain jarik coklat, pagi ini Rinai tampak anggun. Riasan flawless di wajahnya menambah kesan segar pada rupa gadis itu. Rambut Rinai disanggul rapi dengan hiasan bunga melati yang menjuntai dari kepala bagian belakang hingga dadanya. 

Kenapa tiba-tiba jadi degdegan gini setelah kemarin-kemarin aku selalu biasa aja. Ya, Tuhan, apa begini rasanya kalau mau menikah. Semoga langkahku nggak salah. Semoga apa yang aku lakukan nggak akan bikin siapa pun tersakiti nantinya. 

Rinai gamang, perasaan bersalah tiba-tiba menyelinap ke dalam dirinya. Membuatnya sedari malam bertanya-tanya pada diri sendiri. Apa perbuatannya ini sudah benar?

"Ri, makan dulu, ya. Penghulunya juga masih di jalan." 

Lamunan Rinai buyar oleh suara Ayuni. Wanita yang merupakan sepupu Ariel itu datang membawa sepiring nasi beserta lauk pauknya. 

"Sebetulnya aku nggak laper, sih, Teh," sahut Rinai yang masih duduk menghadap meja rias. 

"Harus makan, Ri. Paksain walau sedikit." 

Ayuni tak menggubris ucapan Rinai, wanita itu lekas menyendok nasi beserta lauk pauknya lantas menyuapkannya pada Rinai. Tak mau membuat Ayuni kecewa, Rinai terima saja suapan itu. 

"Enak, kan, kalau sudah masuk mulut?" Ayuni bicara setelah tiga kali nasi itu masuk ke mulut Rinai. 

Rinai tertawa, matanya jadi berkaca-kaca. "Mamanya Teh Ayuni masih ada?" 

"Alhamdulillah masih sehat, Ri. Nggak mau ikut tapi pas kemarin kuajak. Nanti kapan-kapan kamu sama Ariel ke Sukabumi, ya, kenalan sama mamah aku," timpal Ayuni, lantas ia kembali menyuapkan nasi ke mulut Rinai. 

"Mamah baik, pasti mama Teh Ayuni juga baik. Ajarin aku jadi anak baik, dong, Teh," tutur Rinai setelah menelan nasinya. 

"Kamu juga anak baik, Rinai. Mamahnya Ariel banyak cerita tentang kamu. Jangan banyak pikiran ini itu, ya, fokus sama hidup kamu ke depannya bareng Ariel," kata Ayuni masih tekun menyuapi Rinai. 

Rinai Terakhir (Terbit Cetak) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang