CHAPTER 12-1: A MARK ON THE MIRROR

1.7K 215 20
                                    

BEXTON ADRIANNO

50 Edmond St, Vancouver, Canada

January 5th, 04.04 P.M



Selama kurang lebih dua puluh menit kami berada di tempat ini. Aku cukup terkejut sebenarnya dengan kedatangan mendadak Grey dan Brey, pasangan detektif kembar yang gemar sekali mengerjaiku dan telah menjadi anak magangku selama bertahun-tahun. Sebetulnya, mereka sudah tidak magang lagi, tapi aku masih senang menganggapnya begitu. Dengan tampang bete aku berusaha untuk mencari petunjuk apapun yang tersisa di rumah yang sedang dalam tahap penyelidikan ini. Pemiliknya sudah diungsikan ke rumah saudara, jadi dengan leluasa aku bisa memeriksa dengan mendetail. Benar kata William sebelumnya, tidak banyak yang bisa kutemukan karena aku merasa si pelaku memang benar-benar gila dan tidak konsisten. Ada gangguan kejiwaan yang dia idap, dan berhubung pelakunya kuperkirakan adalah seorang wanita, aku bisa menduga kalau ketertarikannya pada anak kecil ini bukannya tanpa alasan.

Perkara angka 50 yang ditemukan Grey dan Brey, itu bisa menjadi petunjuk bagi kami. Kusuruh mereka mengumpulkan data seluruh alamat yang memiliki angka 50 sebagai nomor rumahnya, dan dalam lima belas menit mereka sudah mendapatkan semuanya. Sementara itu, aku masih berusaha mencari cela di sekitar ruang keluarga, tempat kamera itu menunjukkan peristiwa hilangnya dua anak perempuan keluarga ini. Aku berusaha memeriksa jendela, sofa, lemari di dekat televisi, bahkan karpet dan poster yang ditempel di temboknya saja sudah kutelusuri.

Sepertinya aku bergerak terlalu jauh.

"Yep, Pak Bos Bex, mungkin Anda bergerak terlalu jauh," ujar Grey, si kakak yang berambut cokelat tua dengan alis tebal yang rata dan mata berwarna kelabu.

"Jadi sekarang kamu berubah profesi menjadi mind reader, eh? Aku mungkin tahu seorang teman yang cocok denganmu," ujarku sambil menyentuh tembok ruangan itu.

"Ah, si anak laki-laki itu? Keren kalau aku bisa belajar dengannya, tapi aku tidak tertarik. Dan aku bukan pembaca pikiran."

"Lalu bagaimana kamu bisa mengetahui apa yang ada di dalam pikiranku?"

"Karena biasanya kamu selalu begitu, Pak Bos. Semuanya kamu pikirkan terlalu jauh dan pada akhirnya kamu melewatkan hal-hal kecil yang seharusnya penting."

"Aku sedang berusaha memperbaiki itu, Grey," jawabku ketus. "Dan kamu, seharusnya kamu bersama adikmu. Mana dia?"

"Kau mencariku, Pak Bos Bex?" tanya Brey mendadak muncul, rambutnya berwarna cokelat muda dengan alis yang sama tebalnya dengan kembarannya, jadi, aku hanya bisa membedakan mereka dari warna rambutnya. "Aku sedang berusaha mencari sesuatu walau aku rasa sudah tidak ada yang perlu kita cari lagi di sini."

"Aku setuju. Satu-satunya petunjuk hanya angka 50 itu dan tulisan apapun yang bisa kita temukan. Barangkali di dekat jendela, atau mungkin di kaca kamar mandi, apa pun. Omong-omong, kacamata baru yang bagus."

Brey menyentuh kacamata berbingkai cokelat barunya. "Trims, Pak Bos Bex. Aku sudah lama ingin berkacamata."

"Bodoh, aku saja menyesal mataku minus," jawabku sambil membukai karpet dan berharap menemukan sesuatu.

"Dan Anda tidak memakai kacamata?" tanya Grey penasaran.

"Lensa kontak, anak-anak, jangan pura-pura kampungan."

"Memang kita tidak update, Pak Bos Bex," jawab mereka serempak.

Aku menghembuskan napas kesal mendengarnya. Dua orang ini kadang bisa kuandalkan, tapi kadang bisa membuatku setengah kesal. Memang, mereka menyenangkan, dan mungkin akunya saja yang terlalu serius dalam segala hal. Tapi sekarang otakku sedang pusing dan penuh dengan berbagai pertanyaan seputar kasus ini. Bagaimana bisa aku tidak menemukan petunjuk apapun? Biasanya aku bisa langsung tahu apa kira-kira motif dari setiap kasus yang aku tangani. Yang satu ini rasanya sulit sekali.

TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)Where stories live. Discover now