FINAL CHAPTERS - BEXTON ADRIANNO

2.1K 213 46
                                    

BEXTON ADRIANNO

Vancouver International Airport, Canada

January 8th, 06.45 P.M



Langit berwarna ungu kemerahan, menampilkan semburan warna yang begitu indah dipandang bagi sebagian besar orang, tapi bukan bagiku. Satu-satunya hal yang ingin kupandang sekarang hanyalah lolipopku yang kelewat manis dan tak akan kubagikan ke siapa-siapa ini. Sambil menunggu Liana selesai berbicara, aku bersandar dan mengunduh beberapa lagu terbaru dari MSC.

"Aku akan menginap di apartemen saja, sementara rumah kita di sana saat ini tidak bisa digunakan. Kamu keberatan, Rose?" tanya Liana pada anaknya yang superdiam dan tidak mau bicara sejak tadi.

Gadis berpakaian aneh, berwajah datar dan berkepribadian luar biasa datar itu hanya menggeleng kecil (yang nyaris terkesan datar).

"Oke! Kamu akan sekamar dengan Violet kalau begitu. Tenang saja, ranjang kalian akan kuberi warna ungu dan merah, tidak perlu kuatir."

Rose mengangguk lagi tanda setuju, nampaknya senang dengan pilihan warna mamanya.

"Dan kamu," Liana menunjuk si anak cowok yang sejak tadi diam saja, ikut-ikutan Rose di sebelahnya. "Apa kamu mau..."

"Aku bisa bareng Samuel atau gimana lah, aku fleksibel, itu pun kalau dia setuju," katanya santai. "Walau aku belum kenal dengannya. Aku baru tahu Sierra."

"Sierra gadis yang pengertian. Pasti dia mengizinkan. Lagipula, rumah itu akan sepi setelah Ivan tertangkap," jawab Liana dengan nada datar, kali ini terdengar mirip dengan anaknya yang superdatar itu.

"Tunggu dulu," selaku kemudian. "Aku tidak tahu kalau kamu mau ikut ke Surabaya?"

Detik itu juga si Liana menutup iPad nya lalu tersenyum anggun ke arahku.

"Violet anakku ada di sana, belum lagi ada Sierra dan Samuel, masak iya aku meninggalkan mereka?" tanyanya. "Lagipula, aku juga ingin membereskan kekacauan yang dibuat Ivan di sana. Dan aku pun harus memberitahu ibunya Ethan soal hal ini. Dan berbagai hal lain yang masih harus kulakukan."

"Bukan, aku tidak peduli soal itu," jawabku cuek, tampaknya membuat seseorang di sebelahku tersinggung. "Kamu bahkan tidak punya tiket dan waktu keberangkatan tinggal dua jam lagi."

"Bahkan kalau aku mau berangkat sekarangpun, aku bisa, Bexton," jawabnya tenang. "Aku sudah pesan tiket tambahan untuk kami bertiga, business class. Kamu mau?"

Aku menggeleng cepat. "Aku lebih nyaman di ekonomi."

"Baik," katanya kemudian. "Ada beberapa hal yang ingin kutanyakan sebenarnya, Bexton."

Aku membereskan barang-barangku yang masih kececeran di luar dengan cepat. Buku tulis, beberapa kamus bahasa asing, benda-benda tidak penting termasuk Mr.Shrink, semua kumasukan dengan kasar ke dalam tas kulitku.

"Lebih baik cepat, karena aku mau mampir di lounge dulu."

"Aku hanya penasaran, apa kamu tidak menganggapku bersalah?"

"Bersalah?" kataku masih dengan tenang dan terkesan terburu-buru. "Memang apa yang kamu perbuat?"

"Aku meninggalkan anak-anakku, Sierra dan Samuel.  Belum lagi aku diam saja saat tahu memori mereka dipalsukan. Seharusnya aku bisa langsung bertindak saat itu."

"Dan kenapa pula kamu tidak bertindak?"tanyaku cepat.

"Karena aku...," ada jeda sejenak yang membuatku mau tidak mau berhenti dan melirik Rose serta si cowok tanpa nama yang untungnya tidak berminat untuk mendengar lebih jauh. "Karena aku tidak ingin menyakiti mereka."

TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)Where stories live. Discover now