CHAPTER 20-1 - ANOTHER PUZZLES TO SOLVE

1.7K 210 19
                                    


CALLENSY REECE

Zona Batavia, Museum Angkut, Batu

January 6th, 08.01 P.M




"Ricco, sudah kubilang, tendang saja itunya!" teriakku sambil menjotos wajah seorang cewek yang demen banget mengejar-ngejarku sejak tadi. "Suka banget sama aku ya?! Kamu lihat cowok keren di sana? Iya, yang lagi melambai ke arah sini, itu pacarku! Kalau memang demen sama aku, oplas kelamin dulu sana!"

"Siapa juga yang demen sama kamu," jawab cewek itu dengan suara rendah yang seharusnya terdengar seram tapi di kupingku malah terdengar seperti lawakan.

"Nggak ada? Bagus, jadi aku nggak usah repot-repot menolak orang," kataku. "Omong-omong, belajar kung fu di mana? Gerakannya lamban banget!"

Lalu aku menarik rambutnya dengan ganas dan melemparnya sampai menabrak dinding, membuat sebuah papan peringatan copot. Kulihat di sana tertulis 'Dilarang membuat keributan!', tapi masa bodo. Tempat yang sedang sepi ini kelihatan tambah seram kalau dibiarkan sepi, jadi akan kubuat ribut saja sekalian.

"Beb, coba hitung berapa orang yang sudah kita tumbangkan!" sahut Ricco bahagia, lalu dia memukul dua orang dengan property terdekat yang ada di wilayah ini.

"Oke," kataku girang. "Satu dua tiga sepuluh dua puluh dua puluh dua, say!"

"Buset, banyak bener beb! Kita emang pasangan sejati!" kata Ricco lalu menjotos seorang lagi.

Dan sekarang sisa dua orang yang tampaknya adalah yang terkuat di sini. Sudah hampir 15 menit kami melewati zona demi zona, dan kudengar si Jay serta Carlo dan Gris juga sedang melakukan sesuatu lewat panggilan telepon kami yang masih tersambung. Kudengar keributan tampaknya berasal dari zona Hollywood, yaitu milik si Jay dan Pierre. Dua manusia yang jarang terlihat itu sekarang jadi terlihat sekali karena mereka mendadak muncul dengan keren.

Jay memang terlihat emosian sekali berapa hari terakhir, tapi aku yakin itu karena ulah si Rapunzel yang kurang kerjaan ini, jadi aku tidak terlalu menyalahkan emosinya yang selalu menggebu-gebu, walaupun sebenarnya temperamen anak itu memang agak berlebihan. Sementara si Pierre, cowok itu selalu terlihat yang paling diam di antara semuanya, karena kurasa hidupnya didedikasikan sepenuhnya pada computer dan kabel-kabel lainnya, tapi bukan berarti dia lemah. Malah, dia sosok yang cerdik, dan bisa melawan siapa saja bahkan tanpa harus susah payah turun tangan.

"Sialan, kamu pikir kamu siapa berani melawanku?" ujar Jay di seberang sana, lalu terdengar bunyi tendangan, pukulan, beberapa benda jatuh, teriakan di sana sini, juga erangan Pierre yang mungkin mendapat jotosan keras dari lawannya, tapi terdengar jotosan lagi yang pasti berasal dari Jay. "Jangan sentuh temanku, Sialan."

Yah, kira-kira itulah yang terjadi di kubu sana, walau aku tidak tahu bagaimana keadaan mereka sementara Gris dan Carlo sepertinya bertarung dengan manis.

"Tau ini namanya apaaa?!" teriak Gris bahagia dan girang yang mirip banget dengan cewek-cewek jenis cabe yang lagi kesenengan dapat nomor telepon terong, dan sejujurnya aku khawatir kalau dia menggunakan jurus cukur alisnya itu lagi. Turut prihatin dengan siapapun yang merasakannya. "Aku ikutan balet tiga tahun, boy, dan ini namanya... Pirouette!"

"Buset, buset, Gris! Oke itu keren banget tapi bakal lebih berguna kalau kamu... berhenti, berhenti!" Yang ini suara Carlo yang pasti sedang menghentikan Gris yang sedang melakukan putaran penuh, salah satu gerakan dalam tari balet. "Oke, ini, kamu bawa ini dan berputarlah dengan anggun dan hajar mereka dengan gerakan piring mabukmu."

TFV Tetralogy [4] - Journal Of Truth (2015)Where stories live. Discover now