24. PERKARA GAGAL KENCAN

1.7K 191 43
                                    

"El.. kamu masih marah?."

Eliot hanya diam, duduk di sofa sembari memegang buku naskah yang akan dia peragakan pada waktu yang akan datang.

Ntah itu akan terjadi atau tidak, dia hanya melakukan persiapan.  Tetapi percaya atau tidak, dia hanya membolak balikkan halaman, karena sekarang, dengan cara itu dia melampiaskan kekesalannya.

Sedangkan Alby, pria yang sudah memasang pakaian formalnya itu sedang berjalan bolak balik di sekitar rumah, mencari perlengkapan yang akan dia gunakan untuk pergi ke perusahaan.

Bingung dengan apa yang terjadi. Dirinya yang biasanya tidak pernah lalai tetapi tiba tiba kehilangan banyak barang. Di mulai dari Kaos kaki yang satupun tidak terlihat, Dasi yang memiliki perpaduan yang sama dengan pakaiannya ntah kemana, bahkan berkas yang ia simpan di ruangan kerjanya pun lenyap ntah kemana. Padahal sebelum dirinya mandi tadi, itu masih terletak rapi di sana.

"El!!." Teriaknya dengan masih musuh misuh mencari barang miliknya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Eliot yang di tanyai pun bahkan enggan untuk menjawab perkataannya.

Eliot mengabaikan semua tindakan dan panggilan Alby kepadanya.

Awalnya dia sangat senang ketika Alby menawarkan untuk libur kerja hari ini. dan menghabiskan banyak waktu bersamanya di balik kesibukan mereka masing masing, bahkan dirinya pun sampai memaksa Agensi untuk meliburkan diri walaupun hari ini dia di tengah tengah padatnya jadwal pemotretan ataupun syuting.

Tetapi, panggilan telfon yang tiba tiba masuk dari handphone Alby, membuatnya membatalkan rencana mereka secara sepihak.

Eliot bukan pria yang memiliki sikap dewasa yang bisa memaklumi kesibukan Alby, yang dengan sabar bisa patuh dan berfikiran terbuka atas semuanya.

Dia hanya pria yang sangat ingin menghabiskan waktu bersama kekasihnya, melakukan banyak hal hanya berdua tanpa ada gangguan.

Dia kesal. Sampai pemikiran mengurung Alby untuk dirinya sendiri tiba tiba terlintas di otaknya.

Memalsukan kematian Alby, bahkan kematiannya sendiri, tinggal di sebuah pulau hanya dengan dirinya dan Alby di sana.

Apa itu tidak bisa?. Apa Alby sama sekali tidak mengerti?.

Hingga sekarang, pemikiran itu hanya dia simpan untuk dirinya sendiri, Tetapi jauh dari lubuk hatinya, dia ingin menahan Alby untuk tidak pergi.

Tapi bagaimana caranya?. Eliot terdiam, memegang buku naskah itu erat sembari berfikir, cukup lama dia memikirkan cara, kemudian ia tersenyum miring.

Bangkit dari duduknya, ia pun berjalan ke arah dapur.

"El? Kamu beneran tidak ada masuk ke ruang kerjaku?. Aku kehilangan map penting untuk di bahas nanti."

"Tidak." Ujarnya singkat dengan masih melangkahkan kakinya tanpa menoleh.

Alby menghela nafas, sikap cuek Eliot kepadanya membuat dirinya frustasi. Dia tahu kalau Eliot kecewa akan dirinya, membatalkan rencana yang mereka berdua buat.

Tapi mau bagaimana lagi? Ayah nya yang tiba tiba datang, ingin bertemu dengannya. Kalau dirinya beralasan tidak bisa menemui pria itu, dia yakin, ayahnya akan mencari tahu tentang alasan yang membuat dirinya tidak bisa pergi, kalau ayahnya tahu dengan siapa ia, dan kenyataan bahwa dirinya yang tinggal bersama seorang pria. dengan alasan itu, tidak ada hal baik yang akan terjadi.

Begitulah dirinya, hidup di bayang bayang ayahnya yang sikap pria itu yang masih belum berubah.

"El.. kamu mendengarku?."

Eliot menghela nafas dengan membelakangi ruang tamu, memegang pisau dapur sembari meraba raba sisi tajamnya dengan jempolnya, Ia tersenyum lalu mengedipkan sebelah matanya. "Kuserahkan sisanya pada mu ya, cantik."

Mengayunkan bilah pisau yang tajam tepat pada lehernya, lalu dengan sekali ayun..

"Huk." Dia berhasil, terbatuk dengan darah yang keluar bahkan pada lehernya juga mengalir darah, seperti mata air yang mengeluarkan airnya.

Eliot masih belum berbalik, dia masih menatap kosong kedepan. Hanya diam tanpa berbuat apa apa, menunggu ajal yang akan menjemputnya.

"El! Kamu mendengarku?."

Eliot tidak menjawab, matanya sudah berkunag kunang, kesadarannya sudah mulai menghilang, tetapi dirinya enggan untuk pingsan. memegang ujung pantry, menahan tubuhnya, ia diam tanpa berbalik.

"Apa yang kamu lakukan di sana?."  Alby yang melihat Eliot yang masih belum bergerak pun menatap punggung pria itu sebentar kemudian kembali melanjutkan aktivitasnya.

Eliot menoleh, menatap Alby yang masih belum melihat ke arahnya.

Alby yang awalnya menunduk sembari memasang sepatunya, ia mulai mendongak, "aku pe- EL!!." Ujarnya kaget.

Darah segar yang sudah muncrat pada dinding depan Eliot, dan Darah yang masih kental juga mengalir dari lehernya, membasahi dada bidang yang di tutupi Kaos berwarna putih itu.

Dengan tergesa gesa, ia berlari mendekat, dia khawatir, apa yang coba di lakukan pria ini sekarang?.

Dengan memegang kedua bahu Eliot, mencoba menahan pria itu yang hampir terjatuh.

Eliot tersenyum dengan masih mencoba melepaskan pegangan Alby pada bahunya. "Pergilah, bukan kah perusahaan mu lebih huk-! Penting. Aku tidak apa apa sen- Huk-!."

Alby menggelengkan kepalanya tak percaya, dirinya semakin khawatir ketika Eliot yang kembali terbatuk mengeluarkan darah segar dari mulutnya, bahkan darah dari itu sampai muncrat ke wajahnya.

"Hei!. Apa yang Lo lakuin, Gila!! Jangan bicara dulu." ujar Alby masih mencoba menahan tubuh Eliot, membimbing pria itu untuk berjalan pergi keluar rumah.

"Pergilah!." Ujar Eliot lagi mencoba mendorong Alby pergi.

"DIAM! BRENGSEK!."

Alby sungguh tidak habis fikir dengan apa yang terjadi sekarang, apa Eliot benar benar segila itu?.

Siapa pria yang rela melakukan percobaan bunuh diri hanya karena rencana kencan mereka Batal?.

Apa dirinya menyepelekan rencana mereka?. Sungguh, dia tidak tahu lagi.

"Ayo ke rumah sakit!. Lo butuh perawatan!.AKH!! BRENGSEK. HANDPHONE! HANDPHONE!!" meraba raba kantong celananya, mencari handphone untuk menghubungi seseorang dengan panik.

Dia takut, apa ini akan terlambat. "El!! Jaga diri Lo tetap sadar!! Lo tidak boleh tidur, oke?!!."

"Sial!. Ini sakit sekali." Gerutu Eliot dalam hati.

Tetapi melihat ekspresi Alby yang sedang menatapnya membuat rasa sakitnya masih bisa di toleransi di dalam hati ia tersenyum miring, tetapi tampaknya dia sudah tidak bisa menahan kesadarannya lagi, sekeliling nya sudah mulai gelap.

"Pergilah.. aku tidak apa apa, bukankah kamu ada urusan penting? Kerjakan lah itu dahulu." Eliot berujar dengan senyum lemahnya, menahan perih yang ia rasakan sembari menatap wajah Alby.

Apa perusahannya lebih penting dari ini sekarang?. Dia sungguh tidak mengerti, apa ini yang di dapat?.

Benar benar gila! Eliot benar benar gila!.

"Diamlah, jangan berbicara, Aku tidak akan pergi, aku akan bersama mu. Jadi tenanglah, atur nafasmu. Kamu tidak boleh tertidur ataupun pingsan."

Eliot tersenyum, sebenarnya indra penglihatannya sudah mulai tidak bisa melihat wajah Alby, tetapi mulutnya masih ingin berbicara.

"Al, katakan kalau kamu mencintaiku, oleh karena itu aku lebih penting Huk-! Dari apapun dan siapapun. Katakan!." Dia berujar dengan suara yang putus asa.

"Haa.." tarikan nafas terdengar.

Alby tak tahu lagi, apa ini benar benar karena kencan mereka yang batal?. Gila! Ini benar benar gila!, Pria ini benar benar GILA!!.


TBC

Masih mencoba untuk konsisten update tiap hari, walaupun upnya sudah di jam 9 malam 😌





[BXB] TRANSMIGRASI DOMINANT S2 : El & Al's new world! [END]Where stories live. Discover now