8. Arang dan Sekam

13 4 12
                                    

KIRK

Hal yang paling mengerikan dari Hugo adalah pria itu bisa tiba-tiba muncul di mana saja, bahkan di tempat-tempat tak terduga; bawah balkon kamarku.

"Saya tidak akan kecolongan lagi kali ini, Tuan Muda."

Aku mendecak kesal. Dia menatapku dengan tatapan seriusnya dari bawah sana sementara aku masih bergeming dalam posisi hendak melompat dari balkon, satu kakiku sudah melewati teralis. Seharusnya tadi aku tak perlu pulang dan berganti baju. Membeli baju di pinggir jalan bakal jadi opsi lebih baik daripada aksi kaburku dipergoki Hugo.

"Minggu lalu Anda pergi dengan Nona Austin, padahal Tuan Besar sudah melarangnya."

Hugo bahkan tahu, atau mungkin Benjamin sudah memebritahunya untuk menjauhkanku dari Lori. "Kenapa kau gigih sekali mengawasiku?"

Hugo memasukkan kedua tangannya ke dalam saku, berusaha terlihat samtai. "Karena tidak ada pilihan lain. Ini sudah bulat perintah dari Tuan Besar. Dan bukankah Anda ada jadwal bersama Tuan Besar dan Tuan Muda Liam nanti malam?"

Sial, aku lupa. Benjamin sudah mengatur kampanye di saluran televisi lokal melalui salah satu acara talkshow legendaris di LA untuk memperkenalkanku pada publik sekaligus meluruskan perihal skandalku. "Apa maksudmu tak ada pilihan lain?" Aku tak begitu mengerti maksud Hugo, dia juga tak terlihat seperti orang dengan tekanan batin yang sedang diancam Benjamin atau orang dengan rasa balas budi berlebihan.

"Saya harus memastikan ayah Anda menang dalam pemilu demi keberlangsungan hidup keluarga saya." Tatapan Hugo tampak bersungguh-sungguh saat mengatakannya. "Oleh sebab itu, mengawasi perilaku Anda barangkali dapat menyelamatkan keluarga saya."

Aku menarik kembali kakiku, kali ini aku mencondongkan badan ke bawah. Cerita Hugo cukup menarik, aku tak sepenuhnya paham dengan alasan Benjamin mencalonkan diri karena sangat aneh, terlalu tiba-tiba. "Maksudmu, Benjamin itu juru selamatmu? Memangnya apa yang dia janjikan padamu dan keluargamu?"

Hugo menarik napas, dia sepertinya sedang menyiapkan kata-kata yang bagus untuk menjawab. "Keluarga saya tinggal di distrik 12. Satu-satunya distrik yang dipimpin dewan kota independen. Lawan politik ayahmu bukan dari partai demokrat tetapi dia cukup dekat dengan partai itu. Salah satu visi misinya adalah memperluas pembangunan industri di wilayah tersebut. Artinya kemungkinan akan banyak yang digusur dari sana."

Aku mengerutkan kening. "Kalau kau punya sertifikatnya kan mereka tak mungkin menggusur kalian?" Tanyaku bingung.

"Politik tak sesederhana itu, Tuan Muda. Lawan ayahmu tak akan memberi toleransi pada orang hispanik seperti kita," katanya serius. Dalam nadanya aku dapat merasakan keputusasaan yang kuat. "Kau tahu sumber yang terus-menerus memperkarakan rumah sakit Nyonya Austin-Asano di media?"

Aku menggeleng takut, berharap apa yang ada dalam pikiranku tak benar-benar terjadi. Jika pengaruh lawan Benjamin sebesar itu, maka kami bisa saja berakhir menjadi kelas pekerja lagi seperti leluhurku setelah susah payah kakekku membangun kerajaan bisnis ini.

"Itu dari lawan politik ayahmu. Ayahmu menyuruhmu menjauh dari nona Austin untuk sementara waktu, setidaknya sampai pemungutan suara bukan tanpa sebab." Jawabannya benar-benar membuat lidahku kering, aku tak bisa menimpali apa pun karena bohong jika kubilang aku tak penasaran dengan apa yang akan dia ucapkan selanjutnya. "Mereka tahu kau dekat dengan Nona Austin. Dua orang minoritas jelas cukup menarik perhatian, menghancurkan citra para minoritas di media adalah metode mereka."

"Bukankah kebanyakan di Los Angeles juga orang-orang berdarah campuran?"

Hugo melambaikan tangan. "Tak semuanya mau mengakui itu."

Moonlight And RosesWhere stories live. Discover now