15. Rekognisi dan Rekonstruksi

5 1 2
                                    

LORI

Pemilihan wali kota baru untuk Los Angeles sudah selesai, dan seperti perkiraan, Benjamin Sebastian Moreno menang tipis dari lawannya. Mom pulang untuk melengkapi rangkaian kampanye Ben aku melihat Kirk bersama seluruh keluarganya berlalu lalang di televisi dalam tayangan berita serta koran. Setelah ini hidupnya mungkin bakal lebih ruwet seperti pagi ini di kafetaria.

Orang-orang entah bagaimana tiba-tiba mudah sekali mendekati Kirk dan mengucapkan selamat seakan makian dan tatapan sinis tak pernah mereka lontarkan padanya. Tetapi sepertinya Kirk lebih menikmati pemujaan palsu mereka ketimbang mendapati tatapan dariku, ia memalingkan muka setiap kali tak sengaja melihat ke arahku di meja paling pojok. Aku rasa dia masih merasa tidak nyaman dengan percakapan terakhir kami. Sesungguhnya aku tak ingin mengingat itu, tetapi rasanya sulit. Semua yang dikatakan Kirk entah mengapa sangat menyakitkan. Seandainya situasinya tak seburuk itu, mungkin tidak akan kedengaran begini.

"Kau tak bergabung dengan mereka?" Doria menunjuk kerumunan yang menyembah Kirk. Lalu dia mendaratkan gelasnya di mejaku dan mulai duduk di sebelah, aku tak berniat mengijinkannya duduk begitu saja.

"Mau apa kau?"

Doria satu-satunya orang di antara geng cewek kami yang masih sering makan bersama denganku sejak skandal morfin itu. Ilesse, Jane, dan Polina lebih sering beralasan tak bisa pergi denganku karena sudah ada janji dengan pacar mereka. Tetapi kemudian aku melihat mereka pergi bertiga di instagram. Mereka mungkin tak menyadarinya dan mengira akunku tidak aktif karena sudah tak kugunakan dalam beberapa bulan terakhir.

Doria menyedot kopi dari gelasnya dan melambaikan tangannya. "Aku mau bertanya padamu soal kejelasan proyek filmu. Apa aku diterima?"

Ah, iya juga. Mengenai naskah, aku belum mengutak-atiknya lagi. Aku tak bisa melakukan apa pun tanpa berdiskusi dengan Kirk. Sepertinya sudah seminggu kami tak saling bicara dan aku cukup malu untuk mulai duluan.

"Kami memutuskan untuk menerimamu," jawabku akhirnya.

Doria tersenyum lebar, dia kelihatan bersemangat. "Kapan kita akan mulai syuting?"

Aku mengangkat bahu. "Belum ditentukan. Masih ada beberapa penyesuaian dengan naskahnya." Aku tidak bohong soal ini. Setelah naskah itu kembali dengan sangat misterius, kami belum memutuskan naskah mana yang akan dipakai. Neil memarahiku habis-habisan karena terlalu menaruh curiga pada Kirk. Padahal kami sudah berteman sejak kecil dan aku mengenal dia dengan baik, seharusnya aku tahu dia tak mungkin melakukan itu. Apa lagi setelah pengakuan cintanya.

Sial, pipiku jadi panas setiap kali aku mengingatnya.

"Baiklah kalau begitu." Doria menghela napas lelah. Dia melirik ke arah Kirk. "Aku penasaran dengan sesuatu, kenapa akhir-akhir ini kalian berdua seperti saling berjauhan?"

Dia ternyata juga menyadarinya. Kukira aku sudah cukup pandai berpura-pura sibuk dan bersembunyi di perpustakaan agar tak ada yang ingat kami sebelumnya hampir selalu saling menempel seperti orang pacaran. "Kami punya kesibukan masing-masing. Aku juga harus memperbaiki nilaiku," kataku menunjuk beberapa lembar tugas tambahan dalam map bening di meja.

Doria mengangguk paham, aku hanya berharap ia segera pergi. Tetapi dia terus saja mengajakku bicara. Kalau kuusir juga aku tak enak padanya, sebab dia satu-satunya yang masih menyapaku akhir-akhir ini. "Oh, apakah kau sudah mengecek voting pemilihan raja dan ratu untuk prom lusa?"

Setelah melihatku dengan berkas-berkas tugas sebanyak itu semestinya dia tahu aku tak ada waktu dengan hal semacam itu. Aku menggeleng dan bertanya, "Tidak, aku terlalu sibuk akhir-akhir ini. Memangnya ada apa?"

Gadis berambut pendek dengan sedikit cat keunguan di ruas bagian dalamnya itu mendecak dan menyerahkan ponselnya padaku. Voting untuk raja dimenangi oleh Kirk sebagai pemegang suara tertinggi, aku rasa mulai banyak yang menyukainya sejak ayahnya resmi bakal dilantik jadi wali kota. Dasar penjilat. Sementara itu di sisi voting perempuan ada pertarungan sengit antara namaku dan Ilesse. "Phew, pantas saja dia terus menghindariku," gumamku pelan.

Moonlight And RosesWhere stories live. Discover now