14. Kejujuran dan Kecurigaan

11 3 6
                                    

KIRK

Aku tak tahu apa lagi kesalahanku, tiba-tiba pagi ini Lori datang ke rumah dan bertanya padaku, apakah kami berdua cukup dekat dan saling percaya. Aku menyuruhnya untuk melihat lebih dalam lagi situasi kami selama ini. Apakah menurutnya hal-hal yang kulakukan cukup normal seandainya kami memang tak dekat. Tetapi dia justru terlihat semakin kesal. Dan menunjukkan sebuah amplop berisi flashdisk naskah awal kami.

"Dari siapa?"

Lori tak langsung menjawab. Dia menunjuk kertas di dalamnya. "Mestinya aku yang bertanya padamu."

Di dalam surat itu ada pesan, ditulis tangan dengan tinta biru. "Jangan terlalu percaya dengan orang terdekatmu." Aku membacanya dengan bingung. Apa-apaan maksudnya?

"Apa kau percaya dengan surat receh macam ini?" Tanyaku pada Lori karena aku sekarang mulai mempertanyakan kemampuan literasi anak ini. Apa semudah itu dia percaya dengan perkataan orang asing hanya karena orang itu membawa kembali barang pentingnya yang hilang?

"Apa maksudmu?"

"Kau." Aku menunjuk tepat ke arah wajahnya. "Apa kau semudah itu percaya hanya karena dia memberimu ini?" Tanyaku mengacungkan flashdisknya. "Kau sudah memeriksa isinya? Itu betulan naskah kita? Bagaimana kalau dia menyelipkan malware dan terjadi hal seperti sebelumnya?"

Lori berusha merebut kembali flashdisknya, tetapi dia tak setinggi aku juga tak sekuat aku sehingga mudah sekali membuatnya mundur dari ajang perebutan bodoh ini. "Neil sudah memeriksanya dan semuanya aman," jawabnya sambil menatapku tajam. Ada percikan kemarahan di matanya. Aku tahu ini situasi yang tidak menguntungkanku.

"Lalu, apa tujuanmu datang sepagi ini kemari? Kau tidak mungkin hanya mau menunjukkan ini, kan?" Aku menggoyangkan flashdisk itu di atas kepalaku, menjauhi jangkauan tangan Lori.

"Apa kau yang melakukannya?"

"Melakukan apa?" Tuduhan apa lagi yang ia lakukan padaku?

"Apa kau yang mencuri naskahnya supaya kau dapat menyelipkan poin-poin politik itu?"

Aku tak tahu kenapa, tetapi rasanya hatiku mendadak sakit sekali mendapat tuduhan semacam itu dari Lori. Dadaku mulai sesak, seperti sesuatu mematahkan tulangnya dan menusuk jantungku. Dia mengatakannya semudah itu seolah apa pun yang kulakukan untuknya selama ini bukan sesuatu yang berarti. Atau mungkinkah ini balasan dari apa yang kukatan padanya dulu? Tentang tak mencampuri urusan masing-masing dan membuatnya terjebak dalam lingkaran ketidak percayaan padaku.

Sial, apa aku sudah seburuk itu di matanya?

"Lori, apa kau seyakin itu aku melakukannya?"

Lori tak menjawab, ia seperti menyesal menuduhku. Suaraku yang melemah mungkin bisa sedikit menyadarkannya kalau aku juga tidak bisa seterusnya sabar dengan apa yang dia tuduhkan padaku. "Entahlah, aku bingung. Aku bingung, aku bingung." Lori mulai memegangi kepalanya, aku tahu dia mulai sering banyak pikiran sejak masalah kasus narkobanya, terlebih lagi orang tuanya semakin mantap bercerai karena hal itu. Tetapi haruskah dia bersikap seperti itu padaku hanya karena dunianya sedang hancur? Apakah dia ingin menarikku dalam kehancurannya juga dengan membuatku merasa aku bukan orang yang dapat dia percaya?

Aku menarik lengannya dan membawanya ke dalam dekapanku, dia menangis dengan keras di sana sebelum akhirnya mendorongku menjauh dengan cepat. Wajahnya masih basah berderai air mata. Lori seperti benar-benar sudah kehilangan arah. Padahal kemarin kami masih baik-baik saja, dia masih tertawa bersama nenekku dan bahkan tak keberatan ke sana dalam perjalanan seperti neraka hanya demi bisa menyapa nenekku lagi.

"Ada apa denganmu Lori?" Tanyaku akhirnya dengan putus asa. "Kau tahu aku sangat merasa bersalah sudah mendorongmu jauh dariku saat kita masih SMP dulu?"

Moonlight And RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang