21. Emosi dan Ilusi

4 0 0
                                    

LORI

Sudah dua hari Kirk tak mau membalas pesanku. Dia sepertinya masih marah gara-gara aku 'menjual' dirinya pada Ilesse. Tapi kan dia sendiri yang bilang akan melakukan segalanya untukku. Kenapa jadi marah? Salahnya sendiri mengajukan diri kan. Lagi pula apa susahnya kencan dengan Ilesse, dia bisa meninggalkannya di tengah jalan kalau dia mau. Dan estimasi syuting kami juga tak terlalu lama. Hanya dua minggu di awal musim panas sebelum semua orang punya pergi ke belahan bumi lain dan menghabiskan waktunya untuk liburan.

Sebenarnya, daripada itu ada sesuatu yang lebih mendesak pikiranku saat ini. Sesuatu yang sudah membuatku tidak bisa tidur selama beberapa hari. Biarlah urusan Kirk marah, akan kutangani nanti. Sekarang yang terpenting adalah bicara dengan Mom dan Neil.

Mom baru pulang kerja sore tadi, dia masih mau pulang ke rumah meski mungkin akan terus terbayang-bayang kenangan dengan (segera menjadi) mantan suaminya di sini.

"Mom," panggilku saat Mom baru selesai menyajikan makanan di meja.

"Ya, sayang?" Tanyanya. "Ada sesuatu yang kau butuhkan?"

Aku menggeleng ragu. Neil belum masuk ke ruang makan, dia masih di atas dan Mom mencoba meneriakinya hingga anak itu akhirnya turun dengan laptopnya. Aku yakin dia tak sesibuk itu, liburan musim panas akan dimulai minggu depan dan freshman tak punya banyak agenda atau proyek. Dia pasti sedang menghindar dariku. Bahkan matanya sama sekali tak melirik padaku yang ada di sebelanya.

"Aku tak ingin basa-basi," kataku yang membuat wajah kedua orang di sekitarku kinu agak menegang. Aku yakin mereka sudah tahu apa yang ingin kukatakan. "Apakah kau bisa mengundang Gabriele Asano tinggal bersama kita setelah kalian bercerai nanti?"

Mom menjatuhkan sendoknya, menunduk dan tampak gelagapan. Neil mendadak tersedak saat menelan daging bersaus di piringnya. Lalu, entah bagaimana kedua orang itu malah membisu dan memicu keheningan yang penuh tegang. Aku menghela napas. "Aku sudah bertemu dengannya," kataku menjawab kebingunan Mom, Neil sudah tahu soal rencanaku itu dan omong-omong, kami sama sekali tak saling bicara setelah dia melihat surelku hari itu. Entah bagaimana nama Gabriele Asano membungkamnya begitu saja. "Kenapa kalian tak memberitahuku sejak awal?"

Aku berusaha menahan air mata yang sudah mulai menumpuk di pelupuk, mengambil beberapa potong daging dan mencampurnya dengan saus tiram sebelum menyuapkannya ke mulutku. Saus itu agak pedas, menyamarkan tangisanku di sela-sela acara makan malam kami.

Mom duduk dan meraih tanganku, menahanku untuk menarik itu darinya. "Sayang, Mom tidak bermaksud menyembunyikannya lebih lama lagi." Dia menatapku begitu dalam. "Kau sedang mengalami banyak tekanan dengan masalah tuduhan kasus narkoba dan masalah naskahmu yang hilang."

Aku mengernyit, Mom seharusnya tak tahu soal naskah itu. Saat aku menoleh pada Neil, dia cepat-cepat pura-pura sibuk dengan laptop dan makanannya. Aku tahu dia pelakunya.

"Keberadaan Gale mungkin akan lebih mengguncangmu."

"Gale?"

Mom seperti tertangkap basah. Dia berdeham bingung.

"Panggilan sayang dari Mom untuk Gabriele," sahut Neil tanpa menatap kami. Aku mendengar panggilan itu juga di tempat dia bekerja, dia pasti sangat menyukai nama panggilan itu dan membuat orang-orang memanggilnya demikian.

Mom akhirnya menghela napas menanggapi tatapan bingungku. "Gale nama panggilan sayang dari Mom untuknya. Tetapi Gale berkontribusi cukup besar dalam masalahmu di sekolah, karena itu Mom tak ingin kalian saling mengenal dulu karena takut dengan respon kalian berdua nanti. Ternyata kalian bertemu dengannya lebih dulu."

Aku menghela napas. "Jadi, Mom sudah tahu kalau dia uang membeli narkoba?"

Mom mengangguk. "Tetapi Mom tak tahu bagaimana benda itu bisa berada di dalam tasmu. Kalian berdua tak mengenal Gale, jadi tak mungkin seseorang di rumah ini yang melakukannya."

Moonlight And RosesOnde as histórias ganham vida. Descobre agora