24. Iri dan Keki

2 0 0
                                    

KIRK

Syuting sudah selesai, dan dua minggu sebelum musim panas berakhir kami berencana akan merilisnya. Meski hanya merilisnya di youtube, kami tetap membuat perayaan kecil di rooftop rumah Lori. Bagi kami, para kru yang bertahan dan mau tetap bersama kami sangatlah penting. Sulit mengungkapkan bagaimana caranya berterima kasih pada mereka (kecuali Ilesse). Maka memanggang barbekyu bersama menjelang malam di sepertinya ide yang bagus. Siapa tahu ada Leonardo DiCaprio lewat di depan rumah Lori, meski agak tidak mungkin karena kami berbeda blok dan sepertinya dia tak setiap hari di rumah.

"Sepertinya kita langsung mulai saja," bisik Lori padaku saat melihat orang-orang yang bersedia hadir hanya temanku, dan saudara-saudara kami. Barangkali teman-teman Lori sedang sibuk dengan pasangan masing-masing yang diberikan Lori sebagai ganti keikutsertaan mereka dalam proyek kami. Sekali lagi, kecuali Ilesse yang malah memintaku kencan dengannya.

Aku mengangguk. "Kau benar, lagi pula lebih baik kalau begini saja, kan?"

Lori tersenyum senang, aku tahu dia sedang merasa lebih baik setelah berminggu-minggu melihat wajah Ilesse yang terus mengingatkannya pada foto perselingkuhan dengan ayahnya. Aku yang bukan Lori saja jijik dan kesal melihatnya, apa lagi Lori yang terus-terusan berhadapan dengan teman busuknya.

Pesta barbekyu berjalan lancar, tetapi Ilesse tiba-tiba muncul dan membuat suasana jadi canggung.

"Kenapa semuanya jadi diam?" Tanya Ilesse saat menyadari kami berhenti melakukan kegiatan kami dan keheranan dengan kehadirannya saat ini. "Kudengar Lori bakal jadi cewek sendiri, jadi aku mau menemaninya. Kalau kalian bingung kenapa aku di sini."

Alasan yang sangat tidak masuk akal karena Jelas Lori justru merasa terganggu dengan kehadirannya. Meski agak canggung, pesta akhirnya kembali berjalan lancar sampai ibu Lori pulang dan membawa sesuatu yang tak bisa dibawa ke atas sehingga kami diminta turun untuk melihat apa yang sedang dibawanya. Tetapi rasa penasaranku tak sebesar itu hingga langkah kakiku jadi melambat di belakang yang lainnya.

Jemariku mulai menghitung, ada yang kurang.

"Tunggu," gumamku sebelum kembali menaiki anak tangga.

Dan benar saja Ilesse tak ikut dengan kami turun. Aku mendecak kesal, seharusnya aku sudah menyadarinya sejak awal sebab kini kutemukan dia sedang berusaha merusakkan file film pendek hasil syuting kami selama nyaris sebulan.

"Apa kau sedendam itu pada Lori? Tak cukup buatmu mengambil ayahnya saja?"

Ilesse terkesiap di tempat mendengarku mulai melangkah memdekatinya. Tetapi otaknya pintar juga. Kini sekarang dia malah mau membuang laptop Kellan yang kami pakai untuk mengedit. Meski hanya dua lantai, tetapi dari atap sini apa saja kecuali manusia berpotensi rusak dan aku tahu betapa pentingnya data-data di dalam laptop itu bagi Kellan yang ingin masuk jurusan grafis.

"Mundur!"

Ilesse sudah mulai melakukan ancang-ancang membuang laptop Kellan. Aku bersyukur beberapa langkah kaki yang terdengar bersamaan mulai kembali ke atas.

"Kau kalah jumlah, kembalikan file itu."

Kukira Ilesse akan menyerah setelah terdiam cukup lama, tetapi dia tiba-tiba menaruh laptop di lantai dan mendekati Lori, kemudian menariknya mendekat. Dia mengeluarkan benda berkilauan dan tajam untuk mengancam Lori dalam kukungannya.

"Kau pilih nyawa cewekmu tercinta ini atau atau kuhapus semua data kalian?"

Napasku tercekat, aku diam beberapa saat sebelum tersadar situasinya sangatlah merugikanku. Meski sebagian dari kami adalah saudaranya Lori, posisu keduanya yang nyaris di pinggir sangat menakutkan. Aku menoleh kesana-kemari mencoba cari bantuan. Tetapi mereka masih lebih terkejut dariku. Maka kuberanikan diri mendekatinya.

"Lepaskan, apa yang kau inginkan. Akan kulakukan, asal jangan sakiti Lori."

Ilesse awalnya tak mau menjawab, sementara Lori dengan tenang tak berusaha memberontak dari cekikan Ilesse yang kian menguat.

"Apa kau benar-benar iri dengan Lori?"

Ada hening yang lumayan panjang di antara kami semua sementara aku berjalan mendekat.

Ilesse megangangguk. "Semua orang mencintainya sejak kecil. Lahir di keluarga kaya dan sempurna tanpa cela. Ah, tidak sebagus itu karena nilai matematikaku masih lebih baik dari orang asia yang katanya pintar ini." Goresan Ilesse di leher Lori mulai naik turun perlahan. Ini tidak akan bagus. "Aku sudah nyaris melakukan semua yang dia lakukan, tetapi semua cowok terus menolak dan alasannya menunggu Lori diperbolehkan berpacaran oleh ibunya."

"Lalu, kau memutuskan mengencani ayahku saja?" Tanya Lori pelan

"Hm." Ilesse melirik Lori yang mulai panik karena goresan itu telah melahirkan jejak darah merah tipis di lehernya. Aku harus mulai melakukan sesuatu, pendekatan semacam ini tak selalu berhasil sebab Ilesse sepertinya sudah terlalu gelap mata dengan rasa irinya pada Lori. "Kau tahu itu. Ayahmu sudah tua dan bosan dengan ibumu yang lebih mementingkan karir itu. Dia juga memutuskam untuk membayar wanita-wanita seksi di bar, kecuali aku karena kami bertemu di festival olahraga tahun lalu. Dia tertarik padaku dan aku sesuai standarnya," kata Ilesse yang diakhiri dengan senyuman yang menurutku seperti senyuman penjahat dalam film.

"Lalu, apa narkoba itu juga perbuatanmu?"

Ilesse tertawa, kemudian menunjuk seseorang di belakangku dengan dagunya. Aku mendapati Gabriele dengan raut cemas di sana. "Salahkan dia yang mau-mau saja diperdaya membeli sesuatu untuk menjatuhkanmu," jawabnya diiringi kekehan tidak menenakkan.

Lori menautkan alisnya bingung. "Tetapi ada Doria juga di kamar mandi, bagaimana kau memasukkannya ke dalam tasku?"

Kemudian Ilesse berbisik, tetapi aku yang berjalan mendekat juga masih bisa mendengarkan apa yang dia katakan pada Lori.

"Ayahmu yang melakukannya untukmu." Wajah Lori yang sebelumnya sudah agak pucat justru semakin memutih mendengar fakta itu. Aku ingin sekali membuatnya merasa nyaman bercerita sekarang, tetapi situasinya sedang sangat tidak memungkinkan.

"Lalu, bagaimana dengan soal ujian matematikaku? Kau juga yang menukar jawabanku?" Lori membuat sebuah kode dengan tangannya yang tak ada dalam jangkauan pandangan wanita itu.

Dan lagi-lagi Ilesse mengangguk. Aku tak bisa membayangkan bagaimana perasaan Lori mendapati seseorang selama ini menemaninya dalam suka dan duka adalah sumber masalah itu sendiri dalam setiap langkahnya.

Ah, persetan dengan film pendeknya, yang jelas sekarang kuselamatkan dulu Lori. Ilesse tahu aku mungkin akan menyelamatkan Lori dulu, sehingga dia sudah menyiapkan rencana untuk tak menyerahkan Lori dengan sukarela.

Aku berusaha melangkah secepat mungkin hingga sangat dekat dengan mereka berdua. Kupegang belati yang dibawa Ilesse sehingga buktinya nanti akan menguatkan, tetapi Ilesse cukup cerdas dengan memutar tubuh Lori saat aku berusaha menariknya dari kuncian tangan Ilesse. Pertarungan kami sangat sengit dan cepat hingga Lori nyaris di terluka karena kami berdua.

"Lori, hitungan ketiga lari."

Awalnya Lori tak mau menuruti perintahku tetapi sdgera melakukannya dalam hitungan ketiga tepat ketika belati Ilesse yang mulai kehilangan arah hendak mengarah padanya. Waktu kaburnya tak akan cukup hingga kujadikan diri sendiri sebagai perisainya.

Pisau yang dingin dan cairan merah yang perlahan mengalir mulai terasa di perutku.

Moonlight And RosesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang