xiii. ー artificial respiration

205 37 15
                                    

“Oi, kau akan ke gymnasium bersamaku atau sendiri?” Tsukishima bertanya kepada (Name) saat ia sedang membereskan barang-barangnya.

Benar, sekarang sudah saatnya (Name) menepati janjinya untuk menemani Tsukishima berlatih volly. Ya, meskipun (Name) sedikit takut.

“Aku akan pergi dengan Kei-kun saja.” (Name) pun berdiri didepan Tsukishima. Posisinya berhadapan tapi tentu saja Tsukishima yang menjulang lebih tinggi.

“Kau pendek sekali.” Celetuk Tsukishima yang membuat (Name) sedikit kesal. (Name) mengerucutkan bibirnya.

“Aku tidak pendek. Kau nya saja yang terlalu tinggi.” Jawab (Name) yang masih mengerucutkan bibirnya.

Tanpa disadari, Tsukishima menyunggingkan senyuman saat melihat (Name) kesal seperti ini.

Tapi, lama-lama senyuman Tsukishima berubah menjadi senyuman jahil. “Tetap saja, itu tidak merubah fakta bahwa kau pendek.”

(Name) hanya memutar bola matanya. Sebab, ia juga tidak bisa menyangkal bahwa dirinya memang pendek. Tinggi (Name) sekitar 157?

*kalian bisa pakai tinggi badan kalian ya :p

Tidak heran Tsukishima menyebutnya pendek. Karena perbedaan tinggi badan (Name) dengan Tsukishima terbilang sangat jauh.

“Sebaiknya kita segera kesana, aku yakin yang lain sudah menunggu.” Tsukishima berjalan duluan dengan kedua tangan disakunya dan headphone dilehernya.

(Name) mengangguk dan mengikuti Tsukishima sampai pada akhirnya mereka sampai di gymnasium Karasuno.

Tsukishima masuk kedalam gymnasium, sedangkan (Name) hanya berdiri saja, tidak mengikuti Tsukishima. Tsukishima merasakan (Name) yang tidak mengikutinya, lantas Tsukishima berbalik dan melihat (Name) yang sedang menunduk sambil menautkan jari-jarinya.

Tsukishima sudah menduga ini, panic attack nya pasti kambuh disaat akan bertemu orang banyak, apalagi orang baru.

“(Name)?” Tsukishima menghampiri (Name).

(Name) hanya tertunduk dengan tangannya yang sedikit gemetar.

Apa se-mengerikan itu mempunyai panic attack? Bisa terjadi dimana saja? Batin Tsukishima.

“K-kei-kun, aku takut.” (Name) membuka mulutnya sambil bergetar, tetapi masih menunduk.

Tsukishima tidak menjawabnya, ia bingung dengan ucapannya barusan. Memangnya takut apa?

“S-ebaiknya aku pulang saja.” Kini bukan hanya tangan dan mulutnya yang bergetar, melainkan seluruh badannya bergetar.

Tsukishima dengan reflect merangkul (Name) dan membawanya duduk didekat gedung gymnasium.

“Kau yakin?” Tsukishima bertanya dengan nada datar. Walaupun didalam hatinya ia setengah khawatir.

(Name) mengangguk.

“Tidak, aku bukan menanyakan kau akan pulang atau tidak,” Tsukishima menghela napasnya sambil tangannya yang masih merangkul bahu (Name). “Yang tanyakan, apa kau kuat sekarang?”

(Name) tidak bisa mencerna apa yang dikatakan Tsukishima. (Name) dilanda sebuah kepanikan yang membuatnya menjadi tidak bisa berpikir.

“T-tolong, Kei-kun. Pil... pilku ada di tas-”

Tsukishima langsung menggelengkan kepalanya. Mencegah (Name) meminum pil. Karena Tsukishima sudah berjanji kepada ibunya (Name), Yeena, dan kepada dirinya sendiri untuk membuat (Name) berhenti meminum pil-pil yang dokternya selalu berikan.

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang