xvi. ー sedative

163 28 4
                                    

Mei memasuki rumahnya dengan tergesa-gesa. Ia menarik tangan (Name) dengan paksa untuk ikut masuk.

Tentu saja keadaan (Name) sudah pulih kembali. Namun tak bisa ia pungkiri, (Name) masih berat hati meninggalkan sekolah.

Dari ujung gerbang, terdapat Yeena yang sedang memperhatikan anak dengan ibu yang bergelut dengan mental mereka masing-masing.

Hanya sedikit orang yang tau, Mei mengalami bipolar, itu sebabnya suasana hatinya mudah sekali berubah. Apalagi kalau sudah menyangkut tentang (Name). Ditambah lagi hari ini, Mei yang diberi kabar oleh Yeena kalau (Name) melewatkan konsulnya, langsung menjadi marah, kecewa, dan sedih. Semuanya dicampur aduk.

Yeena mengikuti langkah kaki Mei. Yeena hanya bisa menyaksikan (Name) yang memohon sedari tadi untuk kembali kesekolah. Namun seperti ditutup telinganya, Mei tidak mendengarkan sedikitpun permohonan sang anak kandungnya.

(Name) berakhir dikunci dari luar dikamarnya. Matanya sembab karena menangis, rambutnya sudah tidak beraturan lagi karena disebabkan oleh gerakannya yang ingin bebas dari jeratan ibunya.

(Name) memeluk lututnya didepan pintu kamarnya. Ia meringis dan mengutuki dirinya sendiri karena lagi-lagi tidak bisa melawan.

(Name) menarik rambut panjangnya sekencang-kencangnya guna menghilangkan dan melupakan rasa kesal pada dirinya. Ia menggigit roknya sendiri guna menetralkan suara teriakannya.

Segala macam cara ia lakukan. Dimulai dengan memukul kepalanya dengan tangannya sendiri, dan kembali menarik rambutnya sampai helaian demi helaian terbawa oleh jari-jari tangannya.

(Name) bangun dari duduknya dan menghampiri meja riasnya. Ia membuka setiap laci guna menemukan benda tersebut. Benda yang berhasil membuatnya lupa akan sakit yang ia alami, benda yang selalu menemaninya jika merasa tersakiti.

Itu silet.

(Name) menemukan benda tersebut saat membuka laci paling bawah.

Tanpa pikir panjang, (Name) membuka jas yang menjadi ciri khas sekolahnya dan melemparnya kesembarang arah. Lalu seperti memang sudah biasa, (Name) menyayat kulitnya sendiri. Ia menggigit bibir bawahnya guna meredam suara rasa sakitnya.

Darahnya sedikit demi sedikit menetes ke permadani yang ada dikamarnya. (Name) tidak peduli lagi pada yang lain. Yang ia pikirkan kali ini ialah, ia ingin melupakan masalah ini. Ia ingin meng-distract dirinya sendiri supaya lupa akan masalah yang ia hadapai.

3 Sayatan. 3 Sayatan dari sebuah silet membuat kulitnya terhiasi oleh darah segar yang mengalir langsung. Sekali lagi, (Name) tidak peduli apa yang terjadi sekarang. Ia tidak akan berhenti jika masih mengingat sebuah masalahnya.

Sampai pada sayatan ke 12, (Name) sudah tidak sanggup. Tangannya bergetar karena menahan rasa sakit yang disebabkan oleh dirinya sendiri. 12 sayatan yang akhirnya melupakan masalahnya.

(Name) menggabrukkan badannya dilantai yang dilapisi permadani berwarna hijau tua. Jadi, noda darah disana tidak terlalu terlihat. Setidaknya (Name) bisa tenang sekarang.

(Name) seperti kehilangan napasnya, ia menghirup sedikit demi sedikit oksigen yang masuk kedalam hidungnya.

Tatapan matanya kosong. Tidak ada yang (Name) pikirkan kali ini. (Name) sudah tidak peduli pada semuanya. Ia menganggap semua yang ada didunia ini hanya untuk menyiksanya.

“...Kei-kun, seharusnya kau datang untuk menolongku.” Rintih (Name) yang masih tergelepak dilantai kamarnya.

“Bodoh sekali. Mana mungkin Kei-kun akan menolongku. Kenapa kau terus-terusan berharap padanya? Dia juga salah satu dari mereka. Dia mungkin saja akan menyiksamu dikemudian hari.”

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Where stories live. Discover now