xx. ー thank you

175 19 5
                                    

Tsukishima sudah lima kali menghela napasnya saat mendengarkan cerita dari (Name). Entah dia akan bereaksi kaget, atau sedikit tertawa, atau juga menahan emosinya. Sungguh, Tsukishima terbawa suasana saat (Name) menceritakan bagaimana dirinya mendapatkan mental issues.

Diakhir, Tsukishima merangkul bahu (Name). Kepala (Name) menempel pada bahu Tsukishima. Mungkin Tsukishima tidak mengalami peristiwanya secara langsung. Namun, ia benar-benar merasakan.

Tangisan (Name) juga sudah berhenti, hanya ada suara (Name) yang menarik ingusnya supaya masuk kedalam hidungnya lagi.

“Hidupku serasa hancur, Kei-kun. Mungkin tidak ada yang tau jika aku mati sekarang.” (Name) membuka mulutnya setelah beberapa menit terhanyut kedalam pikirannya.

Tsukishima tentu merasa kesal saat (Name) mengatakan hal seperti barusan. Namun, dengan mengatur emosinya, Tsukishima tersenyum tipis.

“Kamu tau, (Name)?” Tsukishima menarik napasnya sebelum melanjutkan berbicara. (Name) mendongak untuk melihat wajah Tsukishima, “aku merasa gagal karena sudah berjanji akan membantumu untuk berhenti meminum pil-pil itu. Tapi, jika tidak bisa membantumu lagi, aku akan berdoa untukmu sepanjang waktu. Dan jika saja aku bisa disisimu sepanjang waktu, aku akan memberikan semuanya.”

(Name) masih menatap wajah Tsukishima yang terkesan serius namun lembut. Jujur saja, (Name) baru melihat wajah yang seperti ini dari Tsukishima.

“K-kei-kun?” (Name) sedikit menjauh supaya bisa dengan jelas melihat wajah Tsukishima. “Kamu mengatakan apa tadi?”

Tsukishima memutar bola matanya. “Aku tidak suka mengulangi perkataanku, (Name). Aku tau kamu sudah mendengarnya dengan jelas tadi.”

(Name) malah tersenyum seperti orang bodoh dan menggaruk belakang kepalanya. Tidak tau harus bereaksi seperti apa setelah mendengarnya, karena (Name) dengan jelas mendengarnya.

“Lalu apa maksudnya itu?” (Name) bertanya lagi sambil memandangi Tsukishima.

Tsukishima tersenyum menyeringai melihat perilaku bodoh (Name). Entah kenapa, ia malah semakin gemas kepada perempuan yang sedang duduk disampingnya ini.

“Maksudnya?” Tsukishima mengulangi, “kamu bertanya? Haruskah aku menjelaskannya supaya kau bisa paham apa maksudku dari apa yang aku ucapkan?”

(Name) mengangguk.

Tanpa aba-aba, Tsukishima mendekatkan wajahnya kewajah (Name). Tsukishima mencium lembut bibir (Name) sambil memegangi pipi kanan (Name).

(Name) yang menerima ciuman tanpa aba-aba dari Tsukishima tentu saja kaget bukan main. Melihat Tsukishima yang mencium dirinya sambil menutup matanya, membuat hati (Name) sedikit menjadi tenang. Dengan lembut, ia membalas ciuman Tsukishima.

Ciumannya tidak berlangsung lama. Dengan cepat (Name) menghentikan ciuman mereka karena merasa ini bukan seharusnya. Tsukishima menatap bingung (Name) karena yang tiba-tiba mendorong pelan Tsukishima.

“Kenapa?” Tsukishima bertanya.

(Name) memalingkan wajahnya dari Tsukishima. Tentu saja, (Name) sangat malu sekarang. Ia hanya bisa memalingkan wajahnya, dan mungkin saja sekarang ini wajahnya sudah seperti kepiting rebus. Wajah (Name) berubah menjadi merah muda.

Tsukishima yang melihat perubahan dari wajah (Name), hanya menahan tawanya.

“Tidak ada yang lucu, Kei-kun,” ucap (Name) yang masih tidak berani menatap Tsukishima.

Tsukishima terkekeh dan mengacak pelan pucuk kepala (Name). “Aku harap tadi cukup menjelaskan semuanya.” Tsukishima beranjak bangun dari duduknya.

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Where stories live. Discover now