xiv. ー jacket

177 32 2
                                    

[ Tsukishima's POV on ]

Aku melambaikan tanganku saat (Name) akan memasuki gerbang rumahnya. (Name) pun balas melambaikan tangannya dan segera masuk kedalam rumahnya.

Aku pun berbalik arah untuk pulang menuju rumahku. Sore ini lumayan cerah, seharusnya aku tetap berlatih, tapi karena (Name) ikut bersamaku, aku jadi tidak enak dengannya.

Lagi-lagi aku tertawa sendiri setiap mengingat betapa polosnya ia. Huh, aku tidak menyangka akan seperti ini. Maksudku, kenapa aku bisa dekat dengan (Name), ya?

Entahlah, aku juga bingung.

Aku menatap langit sore kali ini. Ini masih belum gelap. Apa aku latihan lagi saja? Ah, tidak mungkin. Aku malas mendengarkan godaan mereka. Apalagi sekarang aku sudah mengantar (Name) pulang.

Aku terus berjalan sampai akhirnya berhenti dan menatap matahari yang sudah terbenam.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Oh, ternyata Yamaguchi.

“Kenapa kau sudah pulang?” Tanyaku saat Yamaguchi sudah berdiri disamping kiriku.

“Ukai sensei bilang kita harus pulang cepat untuk menjaga stamina. Sebentar lagi turnamen. Kau tidak lupa, kan?”

Ah, benar, turnamen. Aku hampir lupa dengan itu.

“Tentu saja aku ingat.” Aku malah berbohong, tetapi aku sudah menebak kalau Yamaguchi sudah tau aku berbohong.

Keadaan lengang. Tidak ada yang berbicara. Aku sibuk dengan pikiranku. Yamaguchi pun sama, ia tampak serius sekali. Aku sendiri tau tekanan apa yang menghantam Yamaguchi, pasti gara-gara akan turnamen. Anak ini selalu berpikir berlebihan kalau dirinya akan gagal, dan selalu saja panik. Ngomong-ngomong soal panik, aku jadi teringat (Name).

“Yamaguchi,” panggilku, sontak Yamaguchi menoleh kearahku, menungguku melanjutkan kalimat yang terpotong.

“Menurutmu, apa (Name) itu menarik?”

Yamaguchi terkekeh. Apa ada yang lucu?

“Pandangan orang-orang itu berbeda, Tsukki. Kau bertanya seperti itu maka aku akan menjawab, tidak. Ehm, mungkin sedikit?” Yamaguchi menghentikan jawabannya, seolah tengah berpikir apa yang harus ia katakan selanjutnya. “Aku tidak tau. Bagaimana denganmu, Tsukki? Apa (Name) menarik bagimu?”

Aku terdiam. Bingung akan menjawab seperti apa. Aku menghela napas. “Aku tidak tau.” Jawabku pada akhirnya.

Yamaguchi tampak bingung dengan jawabanku. Tentu saja, Yamaguchi juga bingung, apalagi aku?

“Mungkin aku harus mengatakan ini. Kau menyukainya, Tsukki.”

Sontak aku menoleh kearah Yamaguchi.

“Itu sudah jelas. Terlihat dari cara kau memperlakukannya,” Yamaguchi berhenti sejenak, seolah-olah memberikan aku waktu untuk mencerna apa yang ia katakan. “Memangnya kau sendiri tidak menyadarinya?”

Lagi-lagi aku terdiam, mungkin saja aku menyukainya?

“Mungkin.” Jawabku.

Yamaguchi sedikit tersenyum mendengarku menjawabnya, walaupun jawaban ‘mungkin’ itu belum sepenuhnya benar.

“Kau tau, Tsukki? Aku masih menunggu dimana hari kau akan mengatakan bahwa kau menyukai (Name).”

Aku menyipitkan mataku. Apa-apaan dia berbicara seperti itu?

Yamaguchi menyikutku, “ayo kita pulang saja. Kita harus tetap jaga stamina. Kau jangan terlalu berlebihan memikirkan (Name), aku takut saat turnamen nanti, kau jadi tidak fokus.” Yamaguchi tertawa dengan omongannya sendiri.

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Where stories live. Discover now