xxiv.ー wound

90 15 6
                                    

Tsukishima berjalan pulang kerumahnya. Ia menghindari teman-temannya termasuk menghindari (Name). Pikirannya sangat kacau. Tsukishima tidak pernah berpikir bahwa akan menjadi seperti ini. Tsukishima tidak pernah berharap akan sampai diskors hanya karena masalah sepele.

Konyol. Batin Tsukishima.

Untung saja Tsukishima sudah memberitahu kepada teman timnya bahwa dirinya tidak bisa ikut latihan selama seminggu kedepan. Tentu karena pernyataan tersebut banyak yang bertanya, “kenapa?”, “ada apa?”, “apa ada masalah?”. Dan Tsukishima tidak menjawabnya secara detail, hanya beberapa garis besarnya saja. Tsukishima juga bersyukur, teman satu timnya langsung mengerti dirinya. Tidak bertanya lebih. Tapi entahlah, mungkin saja Yamaguchi akan menanyainya lebih jauh.

Tadaima,” ucap Tsukishima saat memasuki rumahnya.

Okairi,” jawab Akiteru yang sedang menonton televisi. “Eh? Bukannya kau ada latihan? Kenapa pulang sangat awal?”

Tsukishima bingung hendak menjawab apa. Daripada berbohong, lebih baik mengatakan yang sejujurnya walau terasa pahit diawal.

“Aku diskors. Aku juga tidak bisa ikut pelajaran selama satu minggu kedepan. Menyedihkan, ya?”

Akiteru memang terkejut mendengarkannya, banyak sekali pertanyaan yang hendak ia tanyakan kepada adiknya itu. Namun, Akiteru tau adiknya hanya akan tambah tidak enak jika langsung ditanya kenapa. Jadi, lebih baik menunggu Tsukishima langsung berbicara saja.

“Duduklah, Kei. Ibu sedang keluar bersama teman-temannya.” Akiteru menepuk-nepuk ruang kosong yang ada disebelahnya. Tsukishima pun mengangguk dan duduk disebelah kakaknya.

“Gara-gara berkelahi waktu itu, aku jadi diskors. Ibunya datang kesekolah dan malah menyalahkanku. Memangnya aku salah kak, jika membelanya?”

Tatapan Akiteru melembut, ia sangat paham. Ternyata memang ada alasan tertentu Kei bisa diskors disekolahnya. Akiteru tidak mempermasalahkan soal ini, sih. Berhubung Tsukishima selalu pulang larut karena latihan, jadi Tsukishima bisa beristirahat beberapa hari. Tapi yang Akiteru khawatirkan adalah, bagaimana tanggapan ibunya mengenai hal ini.

“Tidak, Kei. Tindakanmu benar. Tidak ada salahnya membela seseorang, kan?”

Tsukishima hanya tersenyum tipis mendengarnya. Ia senang karena kakaknya lebih memahaminya. Tsukishima sedikit lega karena akhirnya ia sudah menyampaikan apa yang terjadi tanpa adanya kebohongan.

“Tapi, kita mungkin harus mencari alasan untuk ibu karena kau diskors. Atau kau akan mengatakan yang sejujurnya?” Akiteru mengacak pelan rambut adiknya itu.

Wajah Tsukishima kembali muram. Tidak terpikirkan sebelumnya bahwa akan repot jika ibunya tau dirinya diskors hanya karena masalah sepele. Tsukishima menyenderkan punggungnya disofa, masalah kali ini makin rumit. Bingung harus bagaimana.

“Lebih baik aku berkata yang sejujurnya pada ibu.” Jawab Tsukishima pada akhirnya.

🥢

(Name) kembali kerumahnya dengan pikiran penuh penyesalan. (Name) berpikir bahwa, kenapa Tsukishima sampai segitunya membela dirinya? Padahal, (Name) selalu diam saja jika dirinya dihina. (Name) seperti tidak mempunyai harga diri. Ia membiarkan harga dirinya diinjak-injak, tapi orang lain berusaha melindungi dengan baik harga dirinya.

(Name) menatap ponselnya, tidak ada pesan yang tiba-tiba masuk dari Kei.

Mungkin Kei-kun membenciku? Tidak heran jika ia harus membeciku dan akhirnya menghindariku. Batin (Name).

Jujur saja, suasana hati (Name) tidak baik-baik saja. Ia sudah bisa merasakan tremor hanya karena kejadian seperti ini. Dikeluarkannya pil yang selalu berada disakunya. (Name) menatap lamat-lamat pilnya, berpikir harus meminumnya atau tidak.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 31 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Where stories live. Discover now