xix. ー flashback

151 20 7
                                    

Anak perempuan berumur 6 tahun itu berlarian kesana-kemari dengan tangannya yang terentang seperti sedang meniru pesawat. Dengan senyuman lebar, anak perempuan itu berlari sekencang mungkin.

“(Name)-chan! Jangan berlarian, nanti kau terjatuh.” Seorang perempuan paruh baya memperingati cucunya yang ceroboh tersebut. Namun, tak didengar oleh (Name) dan malah asyik berlarian kesana-kemari.

“Dasar, gadis itu. Selalu saja keras kepala.” Namiru– neneknya (Name) menggelengkan kepalanya karena melihat perilaku cucunya.

Yeena yang duduk disamping Namiru hanya terkekeh melihat (Name) yang kesana-kemari berlarian. Tak hanya itu juga, terkadang (Name) juga suka menjahili neneknya dengan menarik ikat rambutnya. Sungguh anak nakal.

Namiru bangun dari duduknya dan mengejar (Name), pura-pura menjadi raksasa dan akan menangkapnya. “Kemari kau, raksasa akan menangkapmu!” Namiru berseru sambil terus mengejar (Name). (Name) yang menyadari neneknya mengejar, langsung menambah kecepatan, ia berlari sambil kecicikan.

Astaga, Namiru-san. Awas nanti pinggangmu sakit lagi.” Yeena sedikit berteriak memperingati Namiru.

Namiru tidak mendengarkannya, tapi, Namiru malah menambah kecepatannya. Dan benar saja, sebab karena umurnya yang sudah rentan. Pinggang Namiru tiba-tiba terasa sakit dan menyebabkan dia langsung terduduk dan tidak lagi mengejar (Name).

(Name) yang menyadari neneknya tidak lagi mengejarnya, ia menengok kebelakang dan mendapati neneknya yang sedang terduduk sambil memegangi pinggangnya.

Obaachan? Kau kenapa?” Tanya (Name) sambil menghampirinya.

Obaachan tidak apa-apa, hanya digigit semut.” Jawab Namiru yang masih memegangi pinggangnya.

Obaachan bohong! Memangnya semut bisa menggigit sampai terlihat kesakitan begitu?” (Name) masih tidak mempercayai apa yang dikatakan neneknya.

Namiru terkekeh melihat reaksi cucunya. “Pinggang Obaachan terasa sakit lagi karena mengejarmu tadi.” Namiru akhirnya mengatakan hal yang sebenarnya.

(Name) tertunduk, merasa bersalah karena tadi ia terus berlari dan tidak mendengarkan peringatan neneknya. “Gomen, Obaachan. Lain kali, (Name) tidak akan nakal lagi.”

Namiru tersenyum tulus melihat (Name) yang begitu bersimpati atas dirinya. Ia mengusap pucuk kepala (Name), “kamu tidak bersalah, (Name). Ini hanya karena faktor umur saja. Sudah sewajarnya Obaachan merasakan sakit ini. Kan Obaachan sudah tua.” Namiru tertawa kemudian.

“Tidak! Obaachan masih muda! Obaachan sama seperti (Name)!” (Name) berteriak didepan neneknya. Sebab, (Name) mengerti akan umur neneknya yang sudah tua pasti dia akan pergi. (Name) sudah mengerti hal seperti itu.

𝐀𝐍𝐗𝐈𝐄𝐓𝐘 :: tsukishima kei [HIATUS]Where stories live. Discover now