Sugar Mommy

12K 478 89
                                    

Happy Reading
Banyak Typo

Shani Indira, seorang remaja SMA yang ditinggalkan kedua orang tuanya entah kemana. Orangtuanya pergi di saat dirinya berusia 5 tahun hingga kini ia sudah berusia 17 tahun. Shani tinggal di sebuah panti asuhan, namun itu dulu, sekarang tidak lagi, Shani tinggal di sebuah kos-kosan kecil yang ada di dekat sekolahnya.

Setiap pulang sekolah, Shani akan bekerja sebagai pelayan di cafe yang tak jauh jaraknya dari sekolahnya. Shani bekerja untuk memenuhi segala kebutuhannya.

"Capek, Shan?" Ucap Jinan, salah satu teman Shani yang nasibnya hampir sama dengan-nya. Saat ini keduanya tengah duduk di depan cafe setelah tadi mereka menutupnya.

"Gitulah, Nan. Cafe makin hari makin rame, tapi gaji kita segitu-gitu aja terus, mana kita doang lagi karyawannya." Ujar Shani. Memang benar, hanya Shani dan Jinan lah yang menjaga cafe itu jika malam tiba.

"Ya, mau gimana lagi, Shan. Udah takdir kita seperti ini, hanya cafe inilah yang bisa menerima kita dengan status kita yang masih anak sekolah. Besar dan kecilnya gaji yang kita terima, harus kita syukuri, Shan. Mau mencari pekerjaan lainpun tidak mungkin, kita masih sekolah." Balas Jinan.

"Kira-kira bang Heru mau nggak, ya. Nambahin gaji kita." Guman Shani.

"Coba aja bilang sama bang Heru besok, siapa tau dia mau." Ucap Jinan membalas gumanan Shani.

"Yaudah deh, besok gue bakal coba bilang sama bang Heru. Cabut yuk, Nan. Udah larut banget ini, besok masih sekolah." Shani berdiri dari duduknya dan di susul oleh Jinan. Keduanya pun pulang dengan arah yang berbeda, Shani menuju kosnya sedangkan Jinan menuju rumahnya.

Jinan Anastasya, seorang remaja SMA yang terpaksa bekerja untuk membantu kedua orang tuanya dan juga adiknya.

.
.
.

Malam kembali tiba, Shani dan Jinan sudah berada di cafe. Pengunjung cafe tidaklah ramai seperti malam-malam sebelumnya dan hal itu membuat Shani dan Jinan sedikit lega, mereka tak perlu terlalu capek untuk melayani pengunjung.

"Tumbenan nggak rame ya, Shan." Ucap Jinan kepada Shani, saat ini keduanya tengah berada di meja kasir.

"Bagus sih, Nan. Mau rame atau enggak, gaji kita tetap segitu-gitu aja." Ujar Shani. Jinan menoleh dan mendapati wajah temannya yang sepertinya tengah kesal.

"Masih aja, tuh bang Heru, lo samperin sono." Jinan sedikit mendorong tubuh Shani keluar dari meja kasir itu.

"Sans aja kali, Nan. Lo juga mau kan kalau gaji kita di tambah."

"Ya iyalah, yakali enggak."

"Bang, maaf mengganggu. Shani mau ngomong, boleh?" Shani menghampiri Heru selaku manager cafe tempat Shani bekerja.

"Ah, Shan. Boleh, mau ngomong apa?" Heru bertanya, ponsel yang ia pengang ia letakkan di atas meja dan menatap Shani. Shani yang ditatap seperti itu menjadi sedikit gugup.

"Shan?"

"Ah, maaf bang."

"Jadi gini bang, kan cafe ini kian hari pengunjungnya bertambah dan otomatis pendapatan cafe pun pasti bertambah kan, bang. Kalau Shani pengen minta gaji kami di tambahin, boleh nggak bang?" Shani berucap dengan satu kali tarikan nafas, Heru yang mendengar itu hanya bisa tersenyum tipis. Bukannya dirinya tak mau menambah gaji, melainkan ia harus mendiskusikannya terlebih dulu kepada pemilik cafe itu.

GRESHANWhere stories live. Discover now