Cemburu

758 12 0
                                    

Setelah menonton bioskop, Rian dan Marsya bertemu dengan Rayna di mal. Rayna menyapa bosnya dengan canggung, mencoba untuk mencairkan suasana.

"Selamat Malam, Pak Rian," ucap Rayna dengan suara yang agak gemetar.

Rian menatapnya dengan ekspresi datar, hanya menganggukkan kepala sebagai balasan.

Sementara itu, Marsya, istri Rian, tersenyum ramah dan dengan cepat mengambil inisiatif untuk mengobrol dengan Rayna.

"Halo, Rayna! Bagaimana kabarmu?" tanya Marsya sambil tersenyum hangat.

Rayna tersenyum lega melihat kedatangan Marsya. "Halo, Mbak Marsya! Saya baik, terima kasih. Bagaimana dengan Anda?"

Marsya menjawab dengan ramah, "Kami baik-baik saja. Bagaimana kalau kita makan malam bersama? Ayo, kita bisa ke food court."

Mereka bertiga kemudian menuju food court, tetapi suasana terasa agak canggung karena sikap dingin yang masih dipertahankan oleh Rian. Meskipun demikian, Marsya terus berusaha menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi semuanya.

Saat makan malam, Rian merasa cemburu melihat kemesraan antara Alby dan Rayna. Dalam hatinya, ia merasa ingin sekali mengekspresikan kekesalannya dengan memukul adiknya. Tangannya mengepalkan dengan kuat di bawah meja, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan emosinya di depan semua orang.

Alby terus membuat Rayna tertawa dengan berbagai leluconnya, menciptakan suasana yang semakin membuat Rian merasa tidak nyaman. Sedangkan Keyla, adik Rayna, tampak begitu senang melihat kakaknya bahagia bersama Alby.

Marsya, istri Rian, memperhatikan dengan seksama interaksi antara Alby dan Rayna. Pertanyaan pun terlintas di benaknya saat ia melihat kedekatan keduanya. "Alby, Rayna, apakah kalian berdua berpacaran?" tanyanya tanpa menggambarkan perasaannya secara langsung.

Alby mengangguk sambil tersenyum, "Rayna dan saya sudah berpacaran selama beberapa bulan ini."

Rayna menambahkan dengan malu-malu, "Ya, Bu Marsya. Kami berdua sudah resmi berpacaran."

Meskipun jawaban tersebut membuat Rian semakin cemas dan marah, ia berusaha menjaga ketenangan di hadapan mereka. Tetapi di dalam hatinya, Rian merasakan kekecewaan dan kekhawatiran yang mendalam.

Setelah mendengar pengakuan itu, Marsya tersenyum sopan, mencoba menyembunyikan perasaan campur aduknya di balik senyumnya. "Baiklah, saya senang mendengarnya. Semoga hubungan kalian semakin langgeng dan bahagia," ucapnya dengan lembut.

Rian mencoba menahan diri untuk tidak menunjukkan perasaannya yang campur aduk. Dia merasa campur aduk antara cemburu, marah, dan kecewa melihat Rayna bersama adiknya. Meskipun begitu, dia berusaha menjaga image sebagai suami yang tenang dan bijaksana.

Kemudian, Alby menambahkan dengan penuh semangat, "Saya berharap kita semua bisa saling mendukung dan bahagia bersama. Rayna adalah seseorang yang istimewa bagi saya, dan saya ingin menjaganya dengan baik."

Rayna tersenyum manis kepada Alby, lalu melirik singkat ke arah Rian. Di matanya terpancar rasa cemas yang ingin ia sembunyikan dari Rian. Namun, Rian hanya menatapnya dengan tatapan kosong, tak sepenuhnya mengungkapkan apa yang ada di dalam hatinya.

Marsya mencoba mengalihkan topik pembicaraan agar suasana tidak menjadi canggung. Mereka pun melanjutkan makan malam mereka, tetapi suasana yang hangat dan ramah seolah terlalu berlebihan bagi Rian. Ia tetap merasa terbebani dengan pikiran dan perasaannya sendiri.

Setelah makan malam selesai, mereka berpisah untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun, pikiran Rian masih dipenuhi dengan pertanyaan dan kekhawatiran tentang hubungan antara Rayna dan adiknya.

Dari ruang kerjanya di rumah, Rian mengetik pesan dengan perasaan campur aduk yang membara. "Rayna, setelah kamu menggoda saya di kantor, kamu malah berpacaran dengan Alby. Apa maksud semua ini? Aku merasa seperti dipermainkan olehmu. Ini tidak adil!"

Setelah mengirim pesan tersebut, Rian merasa semakin tertekan dan marah. Ia merasa disia-siakan dan diabaikan oleh Rayna, yang tampaknya lebih tertarik pada Alby daripada padanya. Rasanya seperti sebuah pukulan yang menghantam keras ke dalam hatinya, membuatnya merasa hancur dan terluka.

Rian merasa perlu untuk menyelesaikan masalah ini dengan Rayna secara langsung. Dia memutuskan untuk menunggu jawaban dari pesan yang dia kirimkan, sambil mencoba menenangkan dirinya sendiri agar tidak terlalu terpengaruh oleh emosi yang memuncak.

Beberapa saat kemudian, notifikasi masuk dari ponselnya menarik perhatian Rian. Dia membuka pesan tersebut dengan harapan dapat menjelaskan kebingungannya. Namun, jawaban yang dia terima dari Rayna hanya membuatnya semakin terpukul.

"Saya berharap kita bisa bicara tentang ini secara langsung. Saya tidak bermaksud menyakiti perasaanmu, Pak Rian. Ada banyak hal yang harus kita klarifikasi. Apakah kita bisa bertemu nanti dikantor?"

Rian merenung sejenak. Meskipun hatinya masih terasa berat, dia merasa perlu untuk mendengarkan penjelasan Rayna. Dia merespon pesan tersebut dengan setuju untuk bertemu dikantor, meskipun masih penuh dengan pertanyaan yang belum terjawab.

Tawaran Pelakor Bayaran Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang