23: Kalut

17 1 0
                                    

Happy Reading🌙

Sore hingga menjelang malam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sore hingga menjelang malam. Didepan ruang ICU terdapat beberapa orang terdekat Risya.

Ravvy, Rama beserta Yoona dan Donghae juga Seluruh keluarga Risya ada di sana.

Semua orang hanya diam dengan raut wajah yang sulit dideskripsikan. Namun khawatir adalah raut yang pasti. Aini duduk dikursi dengan suaminya -Yuta- disampingnya yang masih mencoba menenangkannya.

Aini masih terisak sedari ia mendapat kabar dari Ravvy sore tadi bahwa putrinya mengalami kecelakaan. Ia semakin parau saat dokter mengatakan bahwa putrinya mengalami kerusakan salah satu ginjalnya karena kecelakaan itu.

"Nak, mau kemana?" Siwon bertanya saat melihat anak itu beranjak dari duduknya.

Ravvy hanya menjawab singkat, "Cari angin."

Sesaat setelahnya Ravvy melenggang begitu saja. Anak itu melangkah pergi dari sana, menyusuri lorong rumah sakit yang mulai sepi. Sorot matanya berubah sendu setelah ia berjalan cukup jauh dari sana.

Perlahan Ravvy bersandar pada dinding ubin yang dingin. Tubuhnya luruh, membuat ia terduduk pada lantai dingin disana. Pikirannya kalut. Rasanya ada banyak hal yang ia takutkan.

Jangan diambil dulu, Tuhan.. Aku belum siap. Batin laki-laki itu.

Diantara kekacauan itu, tiba-tiba Ravvy teringat kata dokter yang menangani Risya.

"Pasien dalam keadaan sangat buruk. Ginjalnya mengalami kerusakan dan kanker darah yang diderita pasien semakin membuat daya tahan tubuh pasien melemah setiap harinya."

Baru kali ini Ravvy terisak, seluruh dadanya sesak, pikirannya tak henti membayangkan banyak hal buruk. Laki-laki itu memukuli kepalanya frustasi, ia benci pikirannya sendiri.
"GAK, ITU GAK AKAN TERJADI."

"Goblok, Rav. Ngapain lo mikir hal yang gak mungkin terjadi." suaranya memelan. Wajahnya terlihat sangat berantakan.

Dari jarak beberapa meter disana, seorang laki-laki menghampirinya.

Laki-laki yang umurnya tak jauh darinya itu menyentuh pundaknya.
"Makasih udah jadi sahabat adik gua selama ini."

Ravvy menoleh, menatap Haruto yang juga terlihat lemah disana.

Haruto ikut duduk dilantai dingin itu.
Ia memegang lututnya, dan bersandar pada dinding. Pandangannya menatap kearah depan. Suasananya hening namun sesaat setelahnya Haruto mulai mengatakan sesuatu.

The Seven Lives || NCT Dream [end] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang