24: Dia Sudah Pergi

36 2 0
                                    

Happy Reading 🌙

*disarankan sambil dengerin lagu "kehilangan" (ost My Heart) Biar feelnya dapet

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*disarankan sambil dengerin lagu "kehilangan" (ost My Heart) Biar feelnya dapet.

Sepekan berlalu, keadaan anak perempuan Yuta belum menunjukkan kondisi yang baik.
Risya masih enggan membuka matanya, kemarin dokter juga berkata  jika dalam kurun waktu dua hari kedepan Risya tidak menunjukkan adanya perubahan untuk sembuh, maka—

"Semua alat bantu dengan terpaksa harus kami lepas karena tubuh pasien tidak dapat menerima manfaat dari perawatan, dengan berat hati kami mengharap keluarga pasien dapat mengikhlaskan pasien untuk pergi dengan tenang."

Ucapan dokter membuat Yuta geming, pria itu duduk pada kursi yang berada di teras rumah sakit dengan banyak beban pikiran. Yuta benar-benar tidak tahu harus bagaimana sekarang.

Tidak mungkin baginya untuk menyetujui pelepasan alat bantu putrinya. Dan dia yakin istrinya tak akan setuju dengan hal itu, tapi ia juga tak ingin melihat putrinya terlalu lama kesakitan didalam sana.

"Tuhan, berikan kebesaranmu pada putri hamba..." Yuta meraup pasrah wajahnya.

Pria itu mendongak berusaha agar airmatanya tak terjatuh. Kepalanya terasa sangat berat saat ini, secara bersamaan dadanya juga terasa sesak.

━━━°❀•°✮°•❀°━━━

Di sisi lain, Haruto baru saja pulang dari tempat ia bekerja dan langsung bersiap untuk pergi ke rumah sakit lagi. Laki-laki itu mengambil jaketnya dan segera berangkat. Namun langkahnya terhenti saat melewati sebuah ruangan dirumahnya.

Kamar dengan pintu yang pernah ia jebolkan itu sudah lama tertutup rapat semenjak pemiliknya belum membuka matanya.

Haruto perlahan melangkah, menempelkan salah satu tangannya pada pintu itu. Sampai pada detik berikutnya laki-laki dengan jaket biru itu beranjak. Pergi membawa motornya meninggalkan halaman rumah itu.

Sore itu, koridor rumah sakit tempat Haruto berpijak digaungi suara duka oleh beberapa orang disana. Termasuk Bundanya yang setengah sadar terduduk dikursi dengan Rama dan Prama yang mendampinginya.

"Bunda! Bunda sadar!" Haruto dengan perasaannya yang kalut menggoyahkan tangan Aini.

Laki-laki itu nampak bingung, ia melihat semua sahabat adiknya berada disana. Tapi dimana Ayah?

Mata laki-laki itu menatap banyak arah, sampai saat ia mengunci netranya, menatap pada satu orang disana. Haruto tergesa menghampiri Ravvy.

"Rav, Ayah mana?"

Ravvy hanya menatap Haruto, dapat ia lihat mata Haruto sudah siap menumpahkan bendungan airmatanya.

The Seven Lives || NCT Dream [end] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang