Aku tahu bahwa aku seharusnya pergi saat itu juga, namun aku tak bisa. Aku tak memiliki keberanian untuk maju dan aku juga terlalu takut untuk mundur kembali. Aku sepenuhnya membeku saat itu. Satu-satunya yang mampu bergerak adalah bola mataku. Punggungku basah oleh keringat dingin yang terus mengalir.
Suara cakaran dan desah napas itu membuatku putus asa, aku mungkin takkan keluar dari sini.
Untuk sesaat, suara-suara itu terehnti dan semuanya menjadi sunyi. Saat itu berlalu sangat cepat, mungkin hanya satu kedipan mata saja.
Dan kemudian ...
"KREK ...KREK ... KREEEEEEEEEK!!!!!!" suara itu terdengar makin cepat. Namun sukar dipercaya, suara itu tak lagi berasal dari pintu, namun dari atasku. Aku dapat mendengarnya berasal dari papan kayu yang menutupi langit-langit. Apapun itu, ia baru saja berpindah dari kamar ke langit-langit.
Kakiku gemetar ketakutan. Aku berpikir aku akan tamat. Diam-diam aku menangis meminta tolong.
Sejenak kemudian, aku melihat sesuatu dari pelupuk mataku. Hal itu, apapun itu, membuat sesuatu yang sedang bergerak tadi merasa terancam dan kemudian mundur. Aku ragu, namun akhirnya aku memutuskan untuk menatapnya.
Itu adalah Takumi dan Shoji. Mereka tampak berbisik memanggilku sambil melambai-lambaikan tangan mereka. Sayup-sayup, aku bisa mendengar apa yang mereka coba katakan.
"Hei! Cepat turun! Cepat!" bisik Takumi.
"Apa kau baik-baik saja?" bisik Shoji.
Mendengar suara familiar mereka, aku pun mengumpulkan kembali tenagaku dan bergerak. Aku berlari menuruni tangga secepat mungkin. Aku bahkan tak sadar saat itu bahwa aku berlari dengan mata tertutup dan berlari begitu cepat hingga melewati mereka.
Saat itu aku hanya ingin berada di tempat yang aman. Kami bertiga kabur ke kamar kami. Setelah kami berada di dalam kamar, mereka pun dengan cemas bertanya.
"Kau tak apa-apa?" tanya Takumi.
"Apa yang terjadi? Apa ada yang terjadi di atas sana?"
Aku tak mampu menjawab. Suara-suara itu masih saja terulang dalam pikiranku dan aku masih terlalu takut untuk menjawab.
Takumi menatapku dengan prihatin, "Apa kau memakan sesuatu di atas sana?"
Aku tak mengerti apa yang ia maksud, jadi dia mengulangi pertanyaannya. Namun aku pikir pertanyaan itu sangatlah konyol.
"Segera setelah kau sampai di atas, kamu jongkok kan?" Takumi menjelaskan, masih dengan ekspresi yang sama, "Shoji dan aku penasaran dengan apa yang kau lakukan jadi kami mencoba melihatnya dengan lebih baik. Dan kami bersumpah melihatmu memakan sesuatu dengan sangat rakus, seakan-akan hidupmu bergantung pada itu. Atau ... kau hanya menjejalkan sesuatu ke dalam mulutmu..."
"Yah, itu ..." Shoji menunjuk dan memandang kaosku. Heran dengan apa yang mereka lihat, aku menatap ke kaosku sendiri dan melihat makanan-makanan sisa yang menempel di dadaku. Baunya seperti sampah yang membusuk. Aku segera bergegas ke kamar mandi dan memuntahkan semua yang ada dalam perutku.
Ada hal yang sangat aneh terjadi padaku.
Aku ingat naik ke sana. Rasa takutnya masih melekat jelas dalam ingatanku. Namun aku tak pernah membungkuk dan yang lebih penting lagi, aku tak ingat pernah memakan sisa-sisa makanan yang membusuk.
Namun melihat kaosku yang penuh kotoran, mereka dapat dengan mudah membuktikan apa yang mereka lihat. Bahkan di tanganku ada bekas sisa-sisa makanan itu.
Aku merasa hampir gila.
Takumi dan Shoji memandangku dengan khawatir.
"Kau tahu, jika sesuatu terjadi padamu, kau bisa berbicara dengan kami," Takumi menawarkan, "Kamu tak sendirian sekarang. Ada kami!"

YOU ARE READING
Creepypasta Jepang (Horor) Japan
Horror#1 - Horor (12/9/2015) Negara Jepang unik dan mempunyai latar belakang sejarah yang berpijak pada hal supranatural. Masyarakat Jepang meyakini adanya kekuatan batin manusia yang dapat memasuki dimensi lain penuh kekuatan luar biasa. Dunia supranatur...