#71 - Mata Iblis - Part 1/4

15.6K 900 90
                                        

Peristiwa ini terjadi saat aku masih berusia 14 tahun. Pamanku waktu itu masih berusia sekitar 30 tahun dan memiliki sebuah pondok di prefektur lain. Dia membawaku kesana untuk menikmati liburan musim dingin.

Aku mengira rencana paman akan membawa serta pacarnya untuk berlibur bersama, tapi mereka belum lama putus dan paman malah mengundangku untuk pergi bersamanya. Paman selalu sangat baik padaku, terlebih waktu aku masih kecil. Aku sangat senang saat mendapat kesempatan untuk berlibur hanya berdua dengannya.

Karena kami tinggal di kota yang sama, paman datang menjemputku lebih awal saat hari keberangkatan. Aku selalu berpikir kalau dia itu seorang paman yang keren, dari waktu ke waktu dia mengajakku pergi berlibur ke banyak tempat dan mengajariku beragam musik yang berbeda. Karena itulah aku sangat menghormatinya.

Perjalanan ke pondoknya memakan waktu 8 jam. Tapi kami seperti sudah saling tahu cara terbaik untuk menikmati waktu bersama. Kami menikmati perjalanan dengan mengobrol, mendengarkan musik, menjelajahi tempat baru, sesekali melepas penat di beberapa tempat pemberhentian. Liburanku selalu seru saat bersama paman.

Saat sampai di area pondok, kami pun mampir ke toko grosir untuk membeli bahan makan malam. Untuk mencapai pondok, kami perlu berjalan keluar daerah pedesaan menuju sebuah jalan pengunungan yang cukup panjang.

Pondok paman tidak terlalu besar, tapi cukup nyaman dan bergaya. Pondoknya sebagian besar terbuat dari kayu jati dan tampak seperti sebuah rumah rahasia. Menengok sedikit ke arah bawah pegunungan, aku bisa melihat 2 atau 3 pondok lain yang sepertinya terbengkalai.

Kami mengakhiri malam dengan membuat barbekyu panggang. Daging yang kami beli mungkin murah, tapi berkat keahlian paman, daging yang dimasak di atas nyala bara api pun menjadi nikmat. Kami menyantap beberapa daging, ikan, dan sayur-sayuran. Kami sengaja menggunakan alat-alat kemping sambil menikmati indahnya alam dan pemandangan sekitar. Sebuah acara makan malam yang seru.

Setelah selesai makan, kami pun menuju ke ruang tengah untuk bersantai dan menikmati hangatnya perapian. Kami menonton TV dan bermain beberapa game PS. Paman bahkan mengijinkanku menonton beberapa film porno, aku terkejut karena aku masih cukup muda saat itu.

Saat malam mulai larut, kami pun bertukar cerita seram. Pamanku sangat jago dalam menceritakan kisah seram, aku sampai dibuat takut setiap kali ceritanya selesai. Kalau sempat, aku ingin menuliskan semua cerita seram itu...

Saat tengah bercerita, pamanku bergumam, "Tidak peduli apapun yang terjadi, jangan pergi ke gunung di belakang pondok ini." Bahkan orang lokal pun tidak berani pergi kesana, walaupun disana harusnya terdapat banyak jamur matsutake matang yang siap dipetik.

Mungkin tidak disebutkan dengan jelas kenapa aku sebaiknya tidak pergi kesana, tapi pamanku berkata kalau hutan itu angker dan pemilik pondok lain tewas karena gantung diri disana beberapa puluh tahun silam.

Jadi, setelah mendengar hal yang mengerikan semacam itu, aku tentu tidak akan pergi ke gunung itu, pikirku setelah paman selesai bercerita.

Setelah beberapa saat, kami pun akhirnya tertidur lelap pada jam 5 pagi.

Aku bangun saat seberkas cahaya matahari menembus jendela kamarku. Sudah lewat tengah hari rupanya. Aku merasa haus, jadi aku turun ke bawah untuk meminum segelas air. Saat berada di ruang tengah, aku mengintip ke kamar pamanku; dia masih tertidur lelap dan mendengkur pelan.

Hari terasa dingin walaupun sudah lewat tengah hari. Udaranya sagat berbeda dari yang biasanya kuhirup di perkotaan. Aku kembali ke kamar dan duduk di beranda. Berandaku menghadap persis ke arah gunung di belakang pondok. Terlihat seperti hamparan gunung samar bagiku. Aku baru ingat jika ada teleskop di kamarku. Karena tidak sabar ingin menikmati alam liar yang ada di sekeliling, aku membawa teleskop ke beranda.

Teleskop itu pasti cukup mahal, karena aku bisa melihat dengan sangat baik dan jelas setiap detail alam dari kejauhan. Desa berasa cukup jauh kalau dilihat, tapi aku bahkan bisa melihat burung yang bersembunyi di pepohonan yabg menyelimuti pegunungan. Sungguh pemandangan yang luar biasa, itu yang dapat kurasakan.

Aku pasti sudah menatap teleskop sekitar 30 menit, terpesona dengan alam yang kulihat. Saat aku melihat ke arah gunung terlarang, aku pun melihat sesuatu bergerak dari sudut penglihatanku.

Terlihat seperti... Seorang manusia? Aku hanya bisa melihat punggung, dan dia seperti tidak henti-hentinya menggetarkan tubuhnya.

Apakah mungkin dia penduduk lokal? Mungkin dia sedang menari?, Aku berpikir sambil mengamati aksinya secermat mungkin.

Siapapun dia, tampaknya sedang menggenggam sebuah sabit besar. Hal paling aneh darinya adalah saat itu sedang musim dingin, tapi dia malah telanjang bulat.

Mungkin dia berpartisipasi dalam sebuah festival tanpa busana? Tentu aku tahu itu tidak benar, karena dia sendirian.

Aku sama sekali bingung, dan teori setelah teori pun muncul di dalam pikiranku saat otakku mencoba mencari penjelasan logis atas apa yang kulihat. Dia membelakangiku sepanjang waktu, jadi aku tidak bisa melihat jelas wajahnya. Tapi semua gerakannya membuatku teringat pada grup dansa Sankai Juku, lol.

Aku harus berhenti mengawasinya, instingku tiba-tiba muncul. Mungkin dia manusia, tapi dia mungkin juga gila. Aku tidak dapat membantunya dan muncul perasaan campur aduk yang janggal saat melihatnya.

Tapi, rasa penasaraku lebih kuat daripada keprihatinanku. Aku pun memutar zoom teleskop. Akhirnya aku bisa melihatnya lebih jelas. Bagian belakang kepalanya botak dan kulitnya benar-benar putih. Aku merasa jijik saat melihat tariannya. Dia perlahan berputar ke arahku.

Mukanya berbentuk manusia dan juga memiliki mulut yang normal. Tapi, ada beberapa bagian yang tampak janggal, dia tidak punya alis. Dia juga hanya memiliki satu mata yang ada di tepat di tengah-tengah jidatnya. Aku pun bergetar ketakutan.

Satu mata. Sebuah keanehan, tampak seperti orang atau.. Seekor makhluk yang sangat berbahaya.

Mata kami bertemu melalui lensa teleskop dan saat melihat mulutnya yang melengkung; dia tampak seperti sedang menyeringai.

"Aaaahhhhhhhhhhhhhhh!" aku manangis saat mata kami bertemu. Aku tidak dapat berhenti menangis. Jujur, aku ingin mati. Aku sangat terganggu dengan rasa depresi mendalam yang mendadak muncul tidak dapat dikontrol. Aku merasa bagaikan ajalku sudah dekat..

Aku ingin mati, aku ingin mati...

Aku merasa seperti setengah gila dibuatnya, aku pun mulai mundur perlahan dan segera melangkah masuk ke dalam kamarku. Saat itu, pamanku masuk.

Bersambung...

Apa yang terjadi padanya? Apakah itu sebuah pertanda buruk?

Simak kelanjutan kisahnya dalam part 2.

N.b. Cerita ini adalah hasil translate manual saya dari blog Okaruto dengan bantuan kamus, dijamin cerita ini masih fresh (belum copas sana-sini) dan semoga mudah dimengerti.

Feedback + vote kalian sangat berarti dalam menentukan seberapa menarik kisah ini.

Creepypasta Jepang (Horor) JapanWhere stories live. Discover now