#81 - Jauhi Ruang Gelap - Part 2/2

13.4K 652 103
                                        

Inilah lanjutan ceritanya. Tolong ingat, aku tidak bertanggung jawab untuk semua yang terjadi padamu setelah membaca ini.

Di bagian belakang kertas dinding yang lepas terdapat sebuah simbol jimat besar, jenisnya sama seperti kertas amplop yang ada di belakang foto tadi. Kertas dinding itu bukan kertas biasa.

"Apa yang terjadi di sini?" Yamaguchi bertanya, sedikit teler akibat minum alkohol. Dia terlihat seperti akan mulai muntah kapan saja.

"Sial, sial!"

"Kita harus segera keluar dari sini. Muntahnya nanti saja, oke?"

Igarashi dan aku mulai memapah Matsumoto untuk memanjat dinding dengan susah payah. Tidak satu pun dari kami yakin apa yang baru saja terjadi. Kamu bisa mendengar suara aneh seseorang, “Eeeeee! Eeeeeee!”, itu pasti Abe. Dia pasti kerasukan.

Aku sangat takut hingga tidak berani berbalik untuk melihatnya. Seperti dikejar mimpi buruk, aku segera saja berusaha memanjat dinding setengah mati, hingga keluar dan hampir jatuh ke ruangan sebelumnya.

Igarashi akhirnya keluar, dan dia mencoba menarik Yamaguchi yang begitu ketakutan ke atas jendela itu. Yamaguchi hampir berhasil keluar melalui jendela itu.

“Ow, ow!” Yamaguchi menangis. "Lepaskan kakiku!" Kami mendengar Abe yang berada di suatu tempat di ruang itu sedang 'menggonggong'. Yamaguchi terlihat begitu bersusah payah, dan kami mendengar kakinya menendang-nendang dinding.

“Matsumoto, cepat carikan pendeta Shinto!" Igarashi melihat ke arah kami cukup lama. "Abe kelihatan seperti sedang kesurupan. Terdapat sebuah kuil di dekat sini. Cepat carikan pendeta sial itu, oke?!"

Matsumoto berlari terbirit-birit dan pergi keluar tanpa memakai sepatu. Kami semua akhirnya berhasil menarik Yamaguchi keluar.

"Kakiku! Kakiku!" dia tetap berteriak, lagi dan lagi.

"Apakah begitu sakit?"

"Tidak terlalu sakit, tapi sepertinya aku digigit." Benar saja, saat kami melihat kakinya, di tumitnya tampak bekas gigitan. Pada bagian itu juga terdapat sisa air liur.

Abe terus membuat suara aneh yang terdengar dari ruang itu, tapi tidak dari kami berani untuk melihatnya.

"Aku penasaran, apa dia sedang berusaha mengutuk kita..."

"Apa maksudmu? Dia tidak bisa mengutuk kita jika masih hidup!"

"Kau menendang cukup banyak saat kami berusaha menarikmu keluar..."

"Diam!" Kami terperanjat melihat seorang pendeta berjalan ke arah kami. "Siapa kalian ini?! Apa yang sedang kalian lakukan di sini?! Anak-anak bodoh!"

Wajah Matsumoto tampak berlinang air mata saat kembali bersama sang pendeta.

"Sekarang, kembali ke rumah kalian masing-masing!" kata pendeta itu. "Sebelum pulang, pergilah ke kuil. Kalian harus bertemu Yorie yang akan memastikan kalian masih 'bersih'. Sekarang keluar!"

Sebelum aku sadar apa yang sedang terjadi, dia menarik tanganku dari belakang, kemudian membantuku berdiri. Kami semua meninggalkan rumah itu secepat mungkin, walau aku masih mendengar sebuah suara aneh saat kami pergi dari ruang itu. Kami mendengar pintu di belakang kami dibanting sebelum pergi dari rumah itu.

Kuil tempat pendeta itu berasal ada di atas sebuah puncak gunung, kami bergegas mendaki jalur setapak ke sana. Saat akhirnya sampai, kami pergi ke ruangan dimana Yorie harusnya berada untuk menunggu kedatangan kami. Yorie ternyata seorang wanita berusia paruh baya dan mengenakan jubah putih. Aku bisa merasakan kalau dia begitu marah pada kami dan tidak merasa lega sedikit pun, walau tahu kami berhasil keluar dari rumah itu dengan selamat.

Creepypasta Jepang (Horor) JapanWhere stories live. Discover now