"Hey, Hirota! Bangun!" Aku bisa mendengar suara adik laki-lakiku, yang meninggal saat aku masih berusia 10 tahun, memanggil namaku. "Bangun! Kau akan terlambat masuk sekolah!"
Ugh, diam! Biarkan aku tidur tiga menit lagi...
"Hirota! Kalau kau tidak bangun, kau akan mati!"
Aku pun bangun. Apa aku baru saja tertidur? Meski semua rasa takut dan tekanan yang kurasakan, aku baru saja tertidur. Atau mungkin aku sengaja dibuat tidur?
Aku melihat pamanku, dia juga tidur di sebelahku. Aku bergegas membangunkannya. Dia melompat. Dia melihat jamnya, saat itu jam 5:30 sore, tapi sudah cukup gelap diluar. Kamu berdua bermandikan keringat dingin.
"Hirota, apa kau mendengarnya?
"Mendengar apa?" aku terdiam, aku rasa tidak.
"Sebuah suara..." Pamanku berhenti bicara untuk mendengar lebih jelas. "Apa itu nyanyian?"
Aku mencoba menenangkan diri dan mendengar dengan lebih jelas. Aku mendengar sebuah suara datang dari arah semak belukar yang ada beberapa meter dari arah kananku. Sesuatu perlahan sedang mendekati kami, menyanyikan senandung semacam lagu rakyat berulang-ulang. Suaranya terdengar mengerikan, tapi aku tidak mengerti arti liriknya.
Pikiranku dibanjiri ketakuan. Hanya mendengar suara makhluk itu sedang bernyanyi membuatku merasa semua harapanku telah sirna."Hey, kenapa tidak kau keluar dan menunjukkan dirimu!" Pamanku mulai berteriak padanya, mencoba memancingnya untuk keluar. Kami mengarahkan senter pada bagian bawah semak belukar.
Aku melihat kakinya. Tidak terdapat helai bulu sedikit pun, kulitnya juga berwarna putih dan tidak wajar. Makhluk itu mulai menggoyangkan badannya saat mendekat ke arah kami.
Lagu itu! Terasa menggangu tanpa bisa dijelaskan. Sekejap, semua kesadaran logis terasa lenyap dari kepalaku.
"Ahhhhh!!!!"
"Eee!"
Makhluk itu jatuh dan merangkak dengan kedua tangan dan kakinya, mengarahkan kepalanya ke arah cahaya senter kami.
Aku melihatnya secara langsung.
Seperti sebelumnya, aku diserang rasa depresi yang bertubi-tubi.
Aku ingin mati, aku ingin mati, aku ingin mati! Aku lebih memilih mati daripada melihat makhluk itu!
Pamanku membuka botolnya yang berisi urin dan mulai mengucurkan isinya, lalu menjatuhkan senternya. Makhluk itu menyanyikan lagu mengerikan, merangkak dengan tangan dan kakinya, bagaikan anak kuda yang baru lahir menginjakkan langkah pertamanya.
Makhluk itu membawa sebuah sabit besar berkarat di tangan kanannya. Aku panik dan mungkin menggigit lidahku sendiri saat tiba-tiba-
Ringringringring.
Ponsel paman mulai berdering. Entah bagaimana dia mulai sadar dan mengeluarkan ponsel dari kantungnya. Dia melihat nomor penelepon.
Apa yang paman lakukan di saat genting seperti ini? Kami mungkin akan mati, dan dia malah menjawab telepon? Aku berpikir. Keheranan, aku menatap pamanku di tengah remang-remang kegelapan. Ponsel itu masih berdering. Ringringring. Paman tetap menatapnya. Makhluk itu mulai bergerak ke arah kami. Aku sangat ketakutan kalau aku sampai kehilangan kendali dan mengompol. Kami akan mati.
Saat itulah pamanku berteriak dengan sangat kencang dan segera mengambil senter yang jatuh dan berlari ke arahku berdiri. Dia pun mengambil botolku yang berisi urin.
"Jangan melihat makhluk itu!" Dia menjerit. "Aku akan mengarahkan senter ke mukanya, tutup matamu!"
Aku pusing dan terjatuh ke tanah. Kacamata hitamku jatuh dan aku menutup mataku dengan tangan. Semuanya berlalu seperti apa yang paman katakan padaku setelahnya.
Pertama, paman menyorot wajah makhluk itu agar tidak melihat matanya secara langsung. Bagian ini cukup menjijikan, tapi paman membuka botolku yang berisi urin dan menegaknya semulut penuh. Melalui cahaya senter yang fokus pada muka monster itu, dia pun menyemburkan urinku padanya. Paman menutup mata saat mulai menyemburkannya.
Makhluk itu menjerit dan bersuara bagaikan seekor kuda meringkik. Paman pun meneguk lagi semulut penuh urin dan menyemburkannya. Lagi dan lagi, ke arah mata makhluk itu.
Aku mendengarnya menjerit lagi, kali ini bahkan terasa lebih keras dari sebelumnya. Tapi makhluk itu masih berada disana! Pamanku tampak jelas merobek celana dan cangcutnya, lalu memfokuskan cahaya senter ke selangkangannya.
Aku bisa menduga kalau makhluk itu melihat p*nis paman. Aku tidak mengerti yang makhluk itu katakan, tapi sepertinya sedang melontarkan kata-kata penuh kebencian yang terdengar seperti kutukan sebelum berbalik arah.
Aku melihatnya lagi, senter paman difokuskan pada makhluk itu yang tampaknya akan kabur.
Bagian paling menyeramkan dari semuanya adalah walau makhluk itu menjauh, tetap saja melanjutkan nyanyian dan gerakan tubuhnya yang mengerikan. Kami memungut senter kami, berfokus pada bagian punggungnya hingga kami tidak dapat melihatnya lagi. Kami cemas kalau makhluk itu tiba-tiba berbalik dan mengejar kami. Tapi, akhirnya senandung makhluk itu menghilang menuju kegelapan.
Paman dan aku berjalan ke dalam pondok dalam keheningan. Ketika kami sampai di dalamnya, dia pun mengecek kalau semua pintu terkunci dan membuatkan kopi. Saat kami minum, kami akhirnya mulai berbicara.
"Kurasa makhluk itu tidak benar-benar tertarik pada kita..." kataku.
"Tidak, aku meragukannya, semakin menyedihkan sebuah p*nis, maka semakin cepat makhluk itu ingin segera pergi." Paman cemberut dan akhirnya, sedikit demi sedikit, dia mulai menceritakan padaku tentang mata iblis.
Bersambung...
Siapa sebetulnya makhluk yang mereka hadapi? Kenapa paman sampai tega merobek cangcutnya sendiri? Apa mahkluk itu takut dan kabur setelah melihatnya?
Semua akan terjawab di bagian selanjutnya, bagian terakhir.
Feedback + vote kalian sangat berarti dalam menentukan seberapa menarik kisah ini.

VOUS LISEZ
Creepypasta Jepang (Horor) Japan
Horreur#1 - Horor (12/9/2015) Negara Jepang unik dan mempunyai latar belakang sejarah yang berpijak pada hal supranatural. Masyarakat Jepang meyakini adanya kekuatan batin manusia yang dapat memasuki dimensi lain penuh kekuatan luar biasa. Dunia supranatur...