turbulensi

3.1K 95 9
                                    

sedari tadi, wanita itu tak kunjung tenang. ia bergerak seperti setrikaan di depan pos ante mortem. pesawat itu memang hanya tergelincir, namun melihat kondisi dan tempat tergelincirnya, diperkirakan tim penyelamat kalau pasti ada korban.

wanita lainnya yang berperut gembul itu duduk di bangku ruang tunggu. perutnya yang sudah sangat besar itu tak mungkin sanggup ikut mondar mandir seperti adiknya. Lyde yang sedari tadi duduk di samping ibunya itu akhirnya risau juga.

namun Riana heran. ia tau betul isi hati adiknya itu kini. marah, kesal, kacau. diaduk satu lalu disitamkan diatas luka. pedih. lebih pedih daripada luka yang disirami asam.

derap kaki cepat dokter Lita akhirnya terdengar. Riana dan Rahman berdiri, mencoba menenangkan wanita yang anaknya sedang terkena musibah itu.

"kak Lita, sabar kak. semua pasti baik baik saja." dibalik pelukannya terhadap Lita, Riana memejamkan matanya. ia dapat merasakan ketakutan, kekhawatiran, dan kegusaran.

sementara dokter berusia 53 tahun itu hanya mengangguk tanpa bergeming.

Rahman menggiring Riana dan Lita menuju bangku koridor yang sedikit jauh dari Alexa. mungkin jika bertemu dokter Lita, Alexa malah bisa meluapkan seluruh tangisnya yang sudah ia pendam dari tadi.

dokter Lita masih termenung. air matanya rasanya tak mau berhenti.
ini adalah hari penting bagi anaknya, seharusnya. karena keberangkatannya menuju wahana Internship itu yang akan mengizinkannya melangkah lebih sebagai seorang ahli medis di kemudian hari.

ia hanya sempat bertemu Cello, anaknya, tadi pagi, saat sarapan. Cello memang sudah minta izin dari jauh hari, dan memang ada sedikit penyesalan karena ia dan suaminya tidak bisa menghantarkan anak semata wayangnya itu ke bandara tadi.

ia dan suaminya sama-sama spesialis kandungan, dan memang ada pasien yang akan segera melahirkan. suaminya yang berdinas di rumah sakit bhayangkara harus menangani seorang narapidana yang menurut perkiraan akan melahirkan di hari itu.

begitu pula dia, yang harus stand by berjaga karena ada pasien yang akan lahiran.

tapi membantu perasalinan anak orang, kini dokter lita malah tertunduk mengingat nasib anaknya.

"kak, kita belum ada yang tau kabar Cello. kakak jangan berfikir yang aneh aneh dulu. semoga Cello baik-baik saja." Riana duduk disamping dokter Lita. membelai punggungnya. ya, walau sebenarnya punggung Riana pun begitu lelah karena menahan beban perut.

azizi masuk ke dalam ruangan itu. dia mengambil tangan Alexa dan menariknya, meninggalkan orang orang yang bertanya tanya di ruang tunggu.

Alexa tak berani bertanya. nanti suaranya malah terdengar parau dan lemah. ia tak mau semua itu terjadi.

Alexa hanya mengikuti kemana Azizi hendak menariknya. ia tak berani berfikir banyak lagi. ia takut dengan segala kemungkinan buruk.

dokter. profesi mereka memang akrab sekali dengan kematian. jerit tangis orang ketika ada yang pergi meninggalkan dunia bukanlah hal yang tabu. sangking lumrahnya, banyak orang yang meragukan hati para dokter. apakah mereka masih mampu merasa? bagaimana bila orang yang bersemi di hati mereka mendadak layu lalu hilang? apakah mereka akan menjerit histeris juga?

alexa kini menjawabnya dengan tegas. Ya. tulangnya lemas. hatinya hancur. terlebih lagi, belum ada satu katapun yang ia ucapkan kepada Cello tentang perasaannya. itu adalah hal yang paking membuatnya tertekan. Azizi membawaya ke sebuah tenda evakuasi.

air mata Alexa tak terbendung lagi. ia segera memeluk Azizi erat. rasanya inilah saatnya Alexa melepaskan semua egonya. di titik terlemah yang kini ditohok perasaan tak berdaya. Alexa benar benar merasa tenggelam dalam kesedihannya.

di hadapannya, ia melihat Azizah yang menangis tak berdaya. di hadapan Azizah, danar terbaring lemah. danar mengalami beberapa trauma pada organ vitalnya. tulang rusuknya patah, benturan di kepalanya menyebabkan danar mengalami pendarahan. kemungkian hidup danar saat ini begitu kecil.

azizah menangis tersedu sedu. ia tak kunjung beranjak dari samping danar. ia mengambil tangan danar dan menggenggamnya erat. di sela tangisannya, Alexa mendengar Azizah berucap lirih.

"danar, ayo bangun! jangan tinggalkan aku! kamu bahkan belum melihat aku menjadi dokter seutuhnya. kita akan melakukannya bersama sama. kamu harus bertahan! kita membantu orang survive, maka kita juga harus survive. danar.. bangun..."

Alexa makin bingung. perasaannya makin kacau. Cello... kondisinya bagaimana sekarang?

"zi.. Cello dimana?" tanya Alexa dengan suara lirih. Azizi mengelus pelan punggung Alexa.

"Xa, sabar ya.. mereka masih belum menemukan Cello... kita berdo'a semoga dia baik baik saja, ya?" Azizi mencoba menenangkan Alexa. ia tahu, pasti semua ini sangat berat.

"Azizi, aku mau ikut masuk ke lokasi pencarian." Azizi yang mendengar hal itu langsung terkejut. ia sontak menggeleng. ia menahan sekuat tenaga Alexa yang gegabah itu.

"Ale, aku tau, ini berat buat kamu. tapi akan lebih berat lagi kalau kamu ikut dalam tim! kondisi kamu belum stabil, Al. lagipula.. kita tidak akan pernah tau bagaimana keadaan disana, dan apa yang sebenarnya terjadi pada Cello. apa dia akan ditemukan hidup, atau tidak.." diakhir kalimatnya Azizi memelankan suaranya. Alexa menggelengkan kepalanya.

"aku tetap akan ikut dalam tim. apakah cello nanti ditemukan hidup, ataupun mati. urusan izin, aku bisa mengurusnya, Zi. aku akan mengambil wajib militer. aku akan bicara dengan komandan. kamu tidak usah khawatir. yang terpenting sekarang, aku datang untuk mencari Cello."Alexa beranjak pergi. ia ingin segera menemui pak Bagus, orangyang bertanggung jawab dalam penanganan kasus ini.

"Alexa.." suara Azizi menghentikan langkah Alexa.

"kalau kamu pergi bertugas ke sebuah medan yang disana terdapat banyak korban dan diantaranya ada orang yang kamu sayang, jangan hanya terfokus pada dia. ingat juga mereka yang lain. mereka juga membutuhkan bantuanmu. jangan larut dalam hati. larutlah dalam niat. niat saat pertama kali kita ingin menjadi dokter dulu"

Alexa tersenyum. ya. dia akan pergi ke sana, sebagai dokter. bukan sebagai orang yang mencintai Cello.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Assalamu'alaikum wrb!

hello readers! thanks for reading SMLD :D i really glad to know that SMLD reach 4.200 voters and 100.000+ viewers! thank you so much for all support and love. i feel so blessed! :D

maaf karena baru bisa update, akhir akhir ini author sibuk ngurus masuk kuliah hehehe

doa'in lancar ya, teman teman!

vote dan comment kalian bener bener aku tunggu :)

see you next chap! <3

barakallah,





Sarah udayana

she's my love doctorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang