fin...

5.5K 107 9
                                    

hari ini, suasana kelam kelabu. hujan turun perlahan ditarik gravitasi bumi. perpisahan yang abadi, mungkinkah aku dan dia bertemu lagi? namun dimana? kata orang, alam kekal itu tidak lagi akan membuat kita kenal satu sama lain. tapi bagaimana dengan rasa rindu yang dirasakan seseorang terhadap dia yang telah pergi?


Riana menyematkan jarum pentul di jilbab hitam ke sisi kiri bahunya.

pakaian serba hitam ini....

mata yang sembab ini...

sudah berapa lapis concealer dia gunakan di kantung matanya untuk menutupi sembab.

Rahman mendekatinya. baju koko hitam itu senada dengan kopiah hitam yang ia kenakan. ia memeluk istrinya, berusaha menenangkan.

"Sugar, sebagai dokter, kita harus sadar bahwa ikatan kita sangat kuat dengan Allah. saat pasien sampai di tangan kita, maka kitalah yang ada diantara pasien, dan ketiadaan. kita harus siap. ini bukan pertama kalinya kamu melihat hal ini, bukan? tegar, Sugar. aku tau kamu bisa!"

air mata riana mau tak mau menitik lagi. ucapan Rahman sungguh menghunus tepat ke jantungnya.

cahaya matahari yang masih mencoba mengintip dibalik mendung itu menerobos masuk ke kamar mereka. Rahman memberanikan diri untuk kembali menegarkan, walau ia tahu Riana pasti akan menangis lebih deras. ia mengambil tubuh yang tingginya hanya sebahu nya itu lalu mendekapnya erat.

"apa kita jadi pergi?" ucap Rahman pelan sambil mengelus puncak kepala istrinya. Riana terdiam cukup lama.

"ya. tentu saja" akhirnya Riana menjawab pertanyaan itu. daripada mengalah, ia lebih memilih untuk menegarkan dirinya.

"oke. ayo, Sugar" Rahman menggandeng tangan istrinya erat. ia tau. Riana bukan hanya wanita berhati lembut. tapi riana adalah seorang dokter, yang sama seperti dokter lainnya, pahlawan super dibalik jas putih. pun lagi, ia sadar, bahwa Riana, adalah dokter cintanya.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

"Bu.." ucap Riana pelan. suaranya kembali berair. ia bahkan tak sanggup menatap kedepan lagi. ia menundukkan pandangannya sambil berusaha menelan kesedihannya.

"dokter Riana.." seorang ibu berusia sekitar 30 tahun itu berlari kecil kearah Riana lalu memeluknya. tangisan ibu itu pecah seketika ketika ia mendekap tubuh itu. Riana tidak membalas. ia tidak membalas pelukan itu. karena rasanya tak sanggup. bahunya bergetar hebat. perlahan air matanya turun lagi. ibu tersebut menarik dirinya, lalu memegang bahu Riana, menegarkan.

"tidak dokter.. jangan menangis.." ibu itu menghapus air mata Riana perlahan. di raut wajahnya yang hangat masih ada tetesan air suci itu mengalir, namun bibirnya itu bisa tersenyum.

hal itu membuat Riana jatuh semakin dalam. rasanya, sesak  di tenggorokannya itu membuatnya tercekik. rasanya, mungkin jika boleh, ia ingin menangis sejadi-jadinya.

"ma... maafkan saya, Bu" ujar Riana bergetar. ibu itu menggeleng keras. air mata Riana mengalir makin deras. ia menahan mati matian isakannya. air mata itu mengalir begitu saja dari matanya yang bening.

"justru saya yang mengucapkan terima kasih dokter. terima kasih, sudah mau menemani Gladys. terima kasih sudah menjaganya. terima kasih, bagi Gladys, dokter adalah dokter terbaik." perkataan ibu itu membuat Riana menutup mulutnya erat. rasa sedin di hatinya sudah terlalu sesak rasanya.

ibu itu mengeluarkan secarik kertas dari saku pakaiannya. ia menyerahkan itu kepada Riana.

"dok, ini dari Gladys. mohon dibaca ya. mohon maaf atas kesalahan Gladys." setelah mengucapkan itu, sang ibu berpamitan dan berlalu, pergi menemui handai taulan yang berdatangan.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 09, 2016 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

she's my love doctorWhere stories live. Discover now