Until My Last Breath

7K 346 6
                                    

Author: PrahastiwiCahyani


***


Kenalkan namaku Athaya, anak pertama dari orang tuaku. Usiaku baru saja menginjak 13 tahun. Sejak aku lahir ke dunia, aku selalu tinggal bersama Ayahku. Tidak pernah sekalipun aku melihat wajah Ibuku. Sering kali aku bertanya kepada ayahku "Ayah, dimana ibu?" Namun, seperti biasa, Ayah selalu menjawab "Ibumu sedang berada di tempat lain, mencari secercah kebahagiaan untukmu." Dengan polosnya, aku hanya tersenyum. Mencoba untuk mengerti apa maksud dari ucapannya.

Tak jarang pula, aku iri kepada teman-teman ku ketika melihat mereka berada didekapan ibunya, menikmati hangatnya pelukan dan kasih sayang Ibu mereka.

Sedangkan aku bisa apa? Aku hanya bisa menatap mereka dari jauh sambil membayangkan bahwa akulah yang berada disana. Tertawa bersama, berbagi kesedihan dan kebahagiaanku dengan seorang Ibu.

Hari demi hari aku lewati bersama Ayah. Sedih rasanya, walaupun Ayahku selalu berada di sampingku, tetapi rasanya seperti ada yang kurang. Namun, aku harus tetap sabar menunggu kepulangan Ibuku.

Sama seperti kebanyakan anak lainnya, aku sering sekali menangis dan sangat manja. Tidak ada satu malampun aku lewatkan tanpa menangis. Menangis merindukan Ibu. Aku sangat ingin membelai wajahnya, menaruh kepalaku di atas pangkuannya, menceritakan keluh kesahku setiap harinya.

Aku juga sering sekali melihat Ayah menangis di dalam kamarnya, dengan tangan menggenggam sebuah album foto. Pernah sekali aku masuk ke dalam karena penasaran. Namun, Ayah langsung memasukkan album itu ke dalam laci dan menguncinya.

Setelah itu, ia menyuruhku keluar dan beristirahat. Karena aku tidak mau dianggap anak durhaka, aku pun mengikuti perintah Ayahku.

Sampai suatu hari, Ayahku meninggalkanku sendiri di rumah. Hanya meninggalkan sebuah surat yang menyatakan bahwa ia akan pergi jauh untuk menyusul Ibuku. Aku menangis saat membaca kalimat terakhirnya,

"Jaga dirimu baik-baik, Nak. Tumbuhlah menjadi gadis yang cantik dan taat pada agama. Jangan cari Ayah, karena Ayah akan pergi jauh dan sangat lama. Jangan tanyakan kemana. Suatu saat kamu akan mengerti. Ayah sayang padamu."

Seminggu kemudian, Paman dan Bibiku datang. Mereka memutuskan untuk tinggal bersamaku dan memberitahu bahwa mereka akan menjagaku.

"Memangnya Ayah kemana, Bibi?" Aku bertanya padanya saat mereka datang.

"Ayahmu sedang berada di luar kota." Jawabnya.

"Kalau ibu?" Aku kembali bertanya.

Kali ini, Paman tidak langsung menjawabku, melainkan ia menutup matanya sejenak. "Ibumu ada di suatu tempat yang sangat damai." Aku pun hanya bisa terdiam, tidak tahu harus menjawab apa.

Aku pun memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, menatap sebuah baju bayi buatan Ibuku yang kata Ayah hanya khusus dibuatkan untukku saat aku masih berada di dalam kandungannya.

'Ibu, aku rindu. Kapan ibu akan pulang dan menemuiku? Aku sendirian, Bu. Ayah meninggalkanku sendiri. Aku tidak bisa terus-terusan bersikap kuat di depan Paman, Bibi dan teman-temanku, Bu. Aku hanyalah gadis kecil yang sangat ingin merasakan kasih sayang dari orang tua yang lengkap.'

Hari berganti bulan dan bulan berganti tahun, saat itu sekolahku sedang ada pengambilan raport kenaikan kelas. Kali ini, Bibiku yang menemaniku.

Alhamdulillah, aku menjadi juara di sekolahku. Aku mendapat nilai yang nyaris sempurna. Bahkan, hanya satu pelajaran yang bernilai sembilan. Sedangkan sisanya sepuluh.

Kumpulan One ShotOnde histórias criam vida. Descubra agora