The Blind Girl

2.1K 80 3
                                    

Author amandaadeline


   —Nadiva Sagita Turquoisesa—

Nadiva adalah gabungan dari nama ayah dan bunda Nadiva. Nad di ambil dari nama depan bundanya 'Nadania', Di di ambil dari nama depan ayahnya 'Dikta' dan Va di ambil dari singkatan nama belakang kedua orang tuanya 'Vellyn' dan 'Artya'.

Sagita di ambil dari zodiak Nadiva yang kebetulan berzodiak sagitarius.

Turquoisesa di ambil karena warna mata Nadiva yang berwarna turquoise.

•••

Nadiva, itulah sapaan untuk gadis berparas cantik dengan senyuman manis yang tercetak di bibir mungilnya. Mata yang berwarna turquoise menjadi daya tarik tersendiri untuk siapapun yang melihatnya. Warna mata Nadiva bisa di bilang unik karena jarang sekali orang yang memiliki warna mata seperti Nadiva. Nadiva terkenal sebagai anak yang memiliki segudang prestasi. Prestasi di akademik maupun non akademik. Semua pelajaran dapat di kuasai dengan baik olehnya. Tak heran, Nadiva di gandrungi banyak orang karena keramahan dan kepandaiannya itu.

Sayangnya, semenjak ia berusia 12 tahun ia di nyatakan tidak dapat melihat atau biasa kita sebut, buta. Kejadian 5 tahun lalu membuat mimpi seorang Nadiva hancur. Ia juga terpaksa putus sekolah hanya karena memiliki keterbatasan. Kejadian 5 tahun yang lalu juga merenggut nyawa adik kesayangan Nadiva.

Kesedihan Nadiva belum selesai sampai di situ karena Dikta —ayah Nadiva— terbukti melakukan korupsi sebesar 1M dan denda yang harus di bayar keluarga Nadiva sebesar 3M. Dengan itu, ayahnya di vonis 12 tahun penjara. Mengetahui hal itu, Nadania —ibunda Nadiva— memilih untuk pergi ke singapore meninggalkan Nadiva yang kala itu masih berusia 14 tahun.

Rumah mewah milik Nadiva juga terpaksa di sita oleh badan yang bersangkutan untuk menutupi denda ayahnya. Semua barang yang ada di dalamnya pun harus di sita tanpa terkecuali.

Sebelum Nadania –Ibunda Nadiva– memutuskan untuk pergi ke singapore, Ia mengantarkan Nadiva ke Bandung terlebih dahulu untuk di titipkan ke pada Risya dan Gian –Bibi dan Paman Nadiva–

Beruntung, Bibi dan Paman Nadiva menyetujui Nadiva untuk tinggal bersama mereka. Tak heran, selama 2 tahun pernikahan mereka tak kunjung di karuniai seorang anak. Jadi, Nadiva sudah di anggap seperti anaknya sendiri.

•••

Matahari tampak malu-malu menampakkan sinarnya. Ratusan burung berkicauan di sudut kota. Kicauan burung terdengar seperti melodi pada pagi hari. Angin melambai-lambai dengan indahnya.

Pagi ini, manusia sedang bersiap untuk melakukan aktifitasnya seperti biasa. Sama halnya dengan Nadiva, ia sekarang sedang bersiap untuk pergi ke sekolah. Walaupun ia memiliki keterbatasan, ia tetap dapat mengikuti aktifitas belajar seperti remaja pada umumnya. Di bawah bimbingan Bibinya, ia dapat meraih peringkat 1 dengan nilai yang sangat sempurna.

Setiap hari, lebih tepatnya setelah pulang sekolah, ia akan belajar bersama Bibinya. Bibinya akan menjelaskan materi-materi yang sekiranya belum di pahami dengan baik oleh Nadiva. Pada dasarnya, Nadiva adalah anak yang cerdas. Oleh karena itu, tidak ada kesulitan sama sekali saat mengajari Nadiva.

Jam menunjukkan pukul 6 pagi, Nadiva dan Bibinya sedang dalam perjalanan menuju sekolah Nadiva. Karena letak SMA Nadiva yang lumayan jauh, mereka sengaja berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan.

Sekolah masih nampak sepi karena hari masih terlalu pagi untuk berangkat ke sekolah. Risya–Bibi Nadiva– menuntun Nadiva sampai ke dalam kelas. Bibinya melakukan hal itu setiap hari karena alasan keamanan. Padahal, Nadiva bisa melakukannya sendiri karena ia sudah hafal letak kelasnya sendiri. Tapi, Bibinya tetap bersikeras untuk mengantarkan Nadiva sampai ke dalam kelas.

Nadiva merasa beruntung memiliki Bibi yang sangat baik padanya. Meskipun terkadang Nadiva menyusahkannya, tapi Bibinya tetap sabar menghadapi dirinya. Di rumah, Nadiva di perlakukan bak putri kerajaan yang membuat dirinya terasa istimewa. Namun, beda halnya saat ia berada di sekolah. Di sekolah, ia selalu di anggap rendah oleh teman sekelasnya. Ia di anggap rendah hanya karena ia memiliki keterbatasan.

Caci maki yang di lontarkan teman-temannya adalah hal yang sangat biasa untuk Nadiva. Tak jarang, mereka menjadikan Nadiva sebagai bahan bullyan. Alasannya sama, karena Nadiva berbeda dengan mereka. Walaupun begitu, Nadiva tidak pernah merasa benci pada teman-temannya. Ia juga tidak pernah memberitahu Bibinya kalau ia selalu di bully oleh teman-temannya. Ia akan terlihat baik-baik saja saat berada di rumah.

Tersenyum, bukan berarti kita sedang baik-baik saja. Tersenyum adalah cara seseorang untuk melupakan lukanya. Tersenyum adalah pilihan ketika air mata sudah tidak berarti lagi.

Menangis bukan berarti sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Menangis adalah pilihan ketika kita lupa cara untuk tersenyum.

Nadiva duduk di kursi paling depan yang letaknya paling dekat dengan meja guru. Hampir seluruh murid di sekolah ini paling anti duduk di depan karena berbagai macam alasan. Apalagi, gengnya Alvin–pentolan sekolah– yang sering menganggu Nadiva, semua murid di kelas ini tidak akan ada yang berani menempati kursi belakang. Karena mereka sudah hafal kalau kursi belakang hanya dapat di tempati oleh pentolan sekolah dan para most wanted lainnya. Selain mereka? tidak ada yang boleh duduk di belakang.

Dan rata-rata, murid yang duduk di depan adalah korban pembullyan seperti Nadiva. Tapi hanya Nadiva yang sangat di kucilkan di kelas ini. Alasannya masih sama, karena Nadiva berbeda. Dunia ini terlalu kejam untuk orang sebaik Nadiva. Meskipun begitu, Nadiva tidak pernah membalas perbuatan mereka. Nadiva justru mendoakan mereka untuk senantiasa di lindungi oleh Tuhan.

Sungguh mulia hati seorang Nadiva, bukan?

Nadiva meletakkan tasnya di kursi yang sedang ia duduki. Masih sama seperti pagi sebelum-sebelumnya, ia hanya duduk disini sampai bel masuk berbunyi.

Suara langkah kaki mendekat membuat Nadiva sedikit berhati-hati. Ia takut itu suara langkah kaki milik pentolan kelas yang sering menganggunya.

"Haii cantik," ucap seseorang dengan suara bassnya. Ia sudah yakin bahwa itu pasti suara milik pentolan kelas.

"Cantik-cantik buta! HAHAHAHA," derai tawa langsung terdengar kencang di kupingnya. Membuat telinganya terasa panas. Ia tidak tau persis berapa orang yang sedang menertawainya. Tapi sepertinya seluruh siswa di kelas ini sedang menertawainya.

Nadiva merasakan rambutnya di jenggut kuat yang membuat kepalanya berdenyut. Nadiva tidak berontak ataupun bersuara, ia tahu, meskipun ia berontak ia pasti akan kalah melawan pentolan kelas yang tenaganya jauh lebih besar daripada Nadiva.

Suara bel terdengar nyaring ke seluruh antero sekolah. Mendengar itu, pentolan kelas mengendurkan cengkramannya di rambut Nadiva. Geng mereka pun sudah duduk di tempatnya masing-masing. Nadiva bernapas lega karena ternyata dewi fortuna sedang ada di pihaknya.

Suasana yang awalnya gaduh menjadi sangat hening ketika pintu di buka dari luar. Di susul langkah sepatu yang Nadiva tau betul siapa pemilik sepatu tersebut. Itu pasti Bu Leni–guru fisika– karena, hanya Bu Leni yang memiliki langkah yang berisik karena Bu Lenilah yang sangat sering memakai sepatu heels.

"Selamat pagi, anak-anak!" suara lantang Bu Leni mulai terdengar di kuping Nadiva. Di susul suara bising kaum hawa yang entah sedang membicarakan apa.

"Harap tenang!" setelah itu, suasana kembali hening.

"Silahkan perkenalkan dirimu, Nak." pinta Bu Leni kepada anak laki-laki yang berada di sampingnya.

"Hai. Perkenalkan nama gue Abizar Ziyad Akbar. Kalian bisa panggil gue Abi, gue pindahan dari SMA Ikram."

"Salam kenal Abiiiii," seru salah satu murid yang membuat suasana kembali ricuh. Sekali lagi, Bu Leni menenangkan para siswa/i untuk tetap tenang.

"Abi, kamu boleh duduk dengan Nadiva," ucap Bu Leni tiba-tiba yang membuat Nadiva terperangah. Di susul derai tawa dan ucapan protes yang di layangkan mereka untuk Nadiva.

Laki-laki itu duduk di samping Nadiva. Mereka sama–sama diam tanpa ada yang ingin memulai berbicara karena pelajaran sudah akan di mulai.

•••

Bel istirahat berbunyi yang membuat suasana kelas kembali ricuh. Setelah 3 jam pelajaran fisika dan 2 jam pelajaran matematika yang sangat melelahkan ini, akhirnya seluruh murid di persilahkan untuk beristirahat.

Laki-laki yang berada di samping Nadiva merasa aneh karena Nadiva selalu memakai kacamata hitam.

"Hai," sapa pemilik suara bariton itu.

"Kamu siapa?" tanya Nadiva hati-hati.

Laki-laki itu merasa tidak mengerti dengan Nadiva. Jelas-jelas ia sudah memperkenalkan dirinya tadi, kenapa Nadiva tidak mengenalinya? Rupanya Abi–Anak baru itu– belum mengetahui kalau Nadiva tidak dapat melihat.

"hmmm, gue Abi," jawab Abi. Nadiva bisa bernapas lega karena ternyata orang yang ada di hadapannya bukanlah pentolan kelas.

Abi mengulurkan tangannya ke hadapan Nadiva untuk berjabat tangan. Namun, Nadiva tidak membalasnya. Abi merasa sangat aneh dengan wanita yang berada di hadapannya. Suara langkah kaki masuk membuat Abi menoleh dan mendapati Shakira–salah satu most wanted di sekolahnya–

"Hai ganteng," sapa Shakira dengan nada yang menjijikan. Pandangan Shakira langsung beralih pada perempuan di samping Abi.

"Kasian banget ya lo. Ganteng-ganteng tapi harus duduk sama si buta, HAHAHA," ucap Shakira lalu kembali duduk di tempatnya.

Abi yang masih tidak mengerti dengan ucapan Shakira barusan hanya bisa menatap Nadiva dari atas sampai bawah.

"Lo–"

"Iya, aku buta," potong Nadiva menyadari kalau Abi belum mengerti dengan ucapan Shakira.

Awalnya, Abi tidak percaya. Tapi, mendengar pengakuan Nadiva membuat dirinya percaya. Walaupun ia mengetahui Nadiva tidak dapat melihat, tapi ia tidak menjauhi Nadiva. Ia justru ingin lebih tahu tentang kehidupan Nadiva karena, melihat Nadiva mengingatkannya pada sahabat lamanya yang sudah lama menghilang.

•••

Hari demi hari mereka terlihat semakin dekat. Hari demi hari mereka lewati bersama. Abi yang sekarang berstatus teman dekat Nadiva juga harus terkena imbasnya. Ia jadi di jauhi anak laki-laki lainnya karena ia berteman dengan Nadiva. Berkali-kali Nadiva ingatkan Abi untuk jangan berteman dengannya. Namun, Abi bersikeras untuk berteman dengannya. Tak peduli berapa banyak orang yang tidak suka melihat mereka semakin dekat.

Melihat kedekatan Nadiva dan Abi membuat kuping Shakira semakin panas. Ia satu dari puluhan orang yang tidak suka dengan kedekatan mereka. Kebanyakan mereka yang tidak suka dengan hubungan Abi dan Nadiva karena mereka mempunyai perasaan tersendiri pada Abi.

Wajar saja Abi di gandrungi para wanita karena Abi memiliki paras yang lumayan tampan. Senyuman khasnya bisa menghipnotis siapapun yang melihatnya. Namun sayang, senyuman itu hanya di berikan untuk Nadiva meskipun ia sendiri tau betul bahwa Nadiva tidak akan melihat senyuman tulusnya.

Sepulang sekolah, Shakira bersama teman-temannya berencana untuk membunuh Nadiva. Mereka di bantu preman suruhannya untuk bertugas membunuh Nadiva.

Bel pulang sekolah berdering membuat seisi kelas bersorak gembira. Akhirnya, bel yang di tunggu semua murid berdering. Sedetik kemudian, kelaspun menjadi sepi karena murid-murid sudah berlomba untuk sampai di rumahnya masing-masing. Di dalam kelas, hanya ada Abi dan Nadiva yang sedang bercengkrama.

"Div," panggil Abi lembut. Nadiva berdeham sebagai jawaban.

"Boleh aku liat mata kamu?" tanya Abi hati-hati.

Nadiva mengangguk kecil lalu mempersilahkan Abi untuk membuka kacamata hitamnya. Abi sempat shock melihat warna mata Nadiva yang sama persis seperti warna matanya.

"Warna mata kamu bagus," puji Abi yang membuat jantung Nadiva berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

"Warna mata kamu ngingetin aku sama–" belum sempat Abi meneruskan ucapannya, ponsel Abi berdering di saku celana.

"Aku angkat telponnya dulu ya," bisik Abi tepat di depan kuping Nadiva yang membuat pemilik kuping itu terkekeh.

"Halo?"

"......"

"......"

"Iyaa, Abi otw."

"......"

"Love you too, Mom."

Tepat saat itu sambungan terputus secara sepihak.

"Kamu gak pulang, Div?" tanya Abi lalu menggendong tas hitam miliknya.

"Aku nunggu Bibi aku dulu. Kalo kamu mau pulang, pulang aja. Aku gapapa kok."

"Kamu gapapa? Kalo gitu, aku duluan ya, Div," pamit Abi lalu melangkah keluar kelas.

Melihat sasarannya sedang sendirian, Shakira langsung memberi kode kepada preman suruhannya untuk membawa Nadiva ke gedung tua. Dengan langkah mengendap–ngendap supaya tidak terdengar bunyi langkah kaki, preman itu berjalan mendekati Nadiva. Nadiva yang tidak dapat melihat memudahkan para preman untuk membawa Nadiva ke gedung tua.

Preman itu membekap mulut Nadiva dengan sapu tangan yang sudah di beri obat bius supaya saat Nadiva menghirup sapu tangan itu, otomatis ia akan pingsan. Nadiva sempat berteriak walau tersamarkan lalu sedetik kemudian ia pingsan. Melihat itu, para preman langsung melancarkan aksinya dengan membawa Nadiva ke dalam mobil. Obat bius ini tidak bertahan lama, cepat atau lambat Nadiva akan segera sadar. Tak lupa, preman itu mengikat tangan dan kaki Nadiva serta memplester mulut Nadiva dengan lakban yang berwarna hitam.

Setelah sampai di gedung tua, para preman langsung membawa Nadiva masuk ke dalam gedung tua itu dengan hati–hati. Tak lupa, preman itu juga memastikan gedung dalam ke adaan sepi dan tidak ada orang selain mereka.

Di tempat yang berbeda, Abi belum benar-benar pulang karena ia melupakan jaketnya yang tertinggal di dalam kelas. Saat hendak kembali ke dalam kelas, Abi tak sengaja melihat dua orang pria berbadan kekar yang kini sedang berjalan menyusuri koridor bawah. Salah satu dari mereka menggendong seorang perempuan yang wajahnya di tutupi plastik hitam. Kedua pria itu berjalan ke arah parkiran lalu memasuki mobil hitam yang terparkir di area parkiran sekolahnya.

Karena penasaran, Abi langsung memasuki mobilnya dan mengikuti mobil kedua pria misterius itu. Tak berapa lama, mobil mereka berhenti di depan gedung tua yang letaknya sangat jauh dari keramaian. Abi menelpon polisi dan memberitahu alamat gedung tua ini untuk berjaga-jaga.

Kedua pria tersebut turun dari mobilnya lalu memasuki gedung tua itu. Abi terus memperhatikan gerak-gerik kedua pria tadi lalu ikut turun dari mobilnya dengan perlahan supaya tidak di ketahui oleh pria berbadan besar itu.

Gedung ini sangatlah tua. Terlihat dari tiang-tiangnya yang sudah berkarat. Rumput liar tumbuh di sekitar gedung tua ini karena tidak terurus. Di dalam gedung tua ini di isi oleh ribuan serangga dan binatang lainnya. Sebagian gedung ini di tutupi oleh debu dan juga sarang laba-laba. Di tengah gedung terdapat satu kursi lama dan di atasnya terdapat lampu dengan penerangan yang sangat minim.

Gadis tak berdosa itu di duduki di kursi tua tadi. Tangan dan kakinya di ikat kencang supaya gadis itu tidak bisa lari. Mulutnya yang semula di tutupi lakban di buka.

Abi memilih untuk bersembunyi di balik pembatas antara ruang tengah dan ruang depan. Kedua pria berbadan kekar itu sekarang berada di ruang tengah bersama perempuan tadi dan Abi berada di pembatasnya. Abi masih terus mengintip di balik celah-celah pembatas. Saat kedua pria tersebut membuka penutup di area wajah perempuan yang mereka culik. Abi langsung mengenali perempuan tersebut. Abi begitu terkejut saat menyadari pemilik wajah itu adalah Nadiva.

Saat Abi ingin menghampiri Nadiva beserta kedua pria tadi. Dua orang perempuan sedang berjalan dari arah yang berbeda. Dua orang perempuan tersebut adalah Shakira dan Neta. Abi terbingung, mengapa ada Shakira dan Neta disini? Karena kedatangan kedua perempuan yang tak terduga itu, Abi memilih untuk tetap diam dan terus memperhatikan gerak-gerik mereka disini.

Nadiva mulai tersadar. Efek obat bius itu sukses membuat Nadiva tertidur selama 2 jam. Nadiva merasakan kaki dan tangannya tidak dapat bergerak. Ia merasa dirinya tidak dapat bergerak sama sekali, tubuhnya terasa seperti terkunci. Nadiva merasakan rasa takut yang teramat sangat. Ia berteriak meminta tolong dan memanggil nama sahabat barunya 'Abi'.

Mendengar teriakan Nadiva yang terkesan takut, membuat Shakira merasa sangat puas. Sedetik kemudian, Shakira dan Neta tertawa puas namun lebih terdengar seperti suara nenek lampir yang sedang tertawa. Melihat hal itu membuat Abi menjadi sangat geram. Nadiva yang mengenali suara tawa tadi hanya bisa menangis dalam diam. Nadiva hanya bisa menyanyikan nyanyian masa kecilnya dengan seorang sahabat yang dulu sangat ia sayangi. Menurut sahabatnya itu, nyanyian ini dapat membuat ia tidak merasakan rasa takut lagi.

Mendengar lantunan indah milik Nadiva membuat Abi mengingat semuanya. Ternyata, Nadiva adalah sahabat lamanya. Nadiva menyanyikan lagu masa kecilnya. Ia tidak menyangka bahwa si gadis buta itu adalah sahabat lamanya.

Shakira berjalan mendekati Nadiva lalu menjambak kasar rambut Nadiva. Mendengar ringisan kesakitan Nadiva membuat Shakira semakin mengencangkan cengkramannya di rambut Nadiva. Setelah puas, Shakira mengendurkan cengkramannya di rambut Nadiva. Ia menyuruh salah satu pria berbadan besar tadi lewat tatapan mata untuk segera membunuh Nadiva.

Pria berbadan besar itu mengambil sebilah pisau di celananya lalu mengarahkan pisau tadi ke arah jantung Nadiva. Melihat hal itu, Abi langsung berlari ke arah Nadiva. Tepat saat itu, pisau tertancap di punggung Abi yang awalnya ingin melindungi Nadiva.

Shakira, Neta dan kedua pria tersebut terkejut bukan main melihat kedatangan Abi yang tiba-tiba. Mereka berempat melarikan diri. Tapi ternyata, dewi fortuna sedang tidak berada di pihak mereka karena saat mereka ingin melarikan diri, polisi lebih dulu datang dan menangkap mereka.

"Kamu bakal bisa liat lagi, Div. I promise," ucap Abi yang semakin mengeratkan pelukannya dengan Nadiva.

Nadiva masih terpaku pada ucapan Abi. Ada secercah kebahagiaan di hati Nadiva mendengar ucapan Abi. Sedetik kemudian, Abi hilang kesadaran. Darah mengalir di sekitar punggungnya. Walaupun begitu, Nadiva sama sekali tidak menyadarinya. Sampai akhirnya polisi datang lalu membawa Nadiva dan Abi ke dalam ambulance.

•••

Sesuai janji Abi pada dirinya sendiri bahwa ia akan mendonorkan matanya untuk Nadiva. Awalnya pihak keluarga Abi menolak. Namun, melihat kondisi Abi yang semakin memburuk membuat mereka mau tidak mau harus menerima keinginan terakhir anaknya.

Setelah di lakukan operasi pemindahan mata. Kondisi Abi semakin memburuk. Keluarga dan tim medis sudah angkat tangan dan tidak bisa berbuat apa-apa. Setelah 3 jam menjalani masa koma, Abi di nyatakan meninggal dunia. Nadiva saat ini masih dalam masa pemulihan, ia juga tidak mengetahui apa–apa soal kematian Abi.

Beberapa menit lagi, Nadiva dapat melihat seisi dunia ini. Ada perasaan senang sekaligus bahagia. Ia masih tidak percaya bahwa ia dapat melihat lagi. Ia juga sudah tidak sabar ingin melihat wajah paman dan bibinya.

Yang di tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dokter mulai melepaskan kain yang semula menutupi penglihatan Nadiva. Perlahan-lahan namun pasti.

"Coba buka matanya, pelan-pelan," pinta sang dokter. Nadiva menuruti dengan membuka matanya perlahan.

Mungkin karena ia belum terbiasa, ia jadi menutup kembali matanya. Namun, karena bimbingan sang dokter ia dapat menyesuaikan matanya dengan sekitarnya. Saat ini, Nadiva bisa melihat wajah cantik milik bibinya dan wajah tampan milik pamannya. Nadiva mencari-cari keberadaan Abi.

Saat ia bertanya pada Bibinya tentang keberadaan Abi, Bibinya justru memberinya kotak yang berisi surat dengan bunga di atasnya. Nadiva mencoba membuka surat tersebut.

Hai, Div.

Kamu pasti sekarang lagi baca surat dari aku ya?

Gimana? kamu seneng gak bisa liat lagi? pasti kamu seneng banget kan?

Aku inget banget waktu kita di taman, kamu bilang, seandainya kamu di kasih kesempatan sama tuhan buat bisa lihat lagi, kamu gak akan sia-siain hal itu. Aku juga inget banget kalau kamu pengen banget liat wajah Bibi sama Paman kamu.

Selamat yaa!

Oh iya, kamu jangan tanya aku dimana ya. Aku gak kemana-mana kok. Aku selalu ada di mata dan hati kamu. Kamu jangan sedih walaupun aku gak ada di samping kamu. Kamu harus terus kejar cita-cita kamu, ada atau tanpa adanya aku.

From: Abi

Tepat saat itu, Nadiva merasakan pelopak matanya memanas. Bulir-bulir air mata meluncur bebas melewati kedua pipinya. Ia tidak pernah menyangka bahwa si pendonor misterius itu adalah sahabatnya sendiri. Nadiva bersumpah akan menjaga mata ini seperti ia menjaga dirinya sendiri.

–The End–  

Kumpulan One ShotHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin