Rena's Story

4.5K 261 8
                                    

Author: putri_vibri


***


Rena tersenyum tulus saat hendak memasuki kelasnya, ia menatap sekotak kado yang kini ada di tangan kanannya. Pikirannya terbayang akan.. Bagaimana, jika Dito-pacar Rena-membuka kado yang telah di bungkus sangat rapi oleh Rena.

Kado itu berwarna biru, dengan motif doraemon, serta ada pita berwarna biru juga yang tertempel di pojok kanan atas. Membuat, kado itu terlihat sangat spesial.

'Biru, adalah warna kesukaan Dito.' batin Rena dalam hati dengan senyum yang senantiasa mengembang di wajahnya.

"Hai, udah lama sampe di sekolah?" Rena bertanya dengan antusias, kedua tangannya ia senyumbunyikan di belakang untuk menutupi kado yang telah ia siapkan untuk Dito.

"Hmm," gumam Dito lalu kembali fokus pada gadged nya.

"Kamu inget gak, hari ini. Hari apa?"

"Kamis," jawab Dito enteng tanpa mengalihkan fokusnya dari gadged.

Sedikit, ada rasa kecewa yang menyelimuti hati Rena.

'Mungkin dia lupa, tapi hari ini memang hari kamis. Berfikir positif aja Rena..' Rena menyemangati dirinya sendiri.

"Iya, aku tau. Hari ini hari kamis, tapi kamu inget gak, kalau hari ini. Hari yang spesiaaaalll banget buat kita.."

Dito menaikkan sebelah alisnya. "Kita?" tanya Dito dengan suara dingin dan ekspresi yang sangat-sangat...datar.

Rena mengangguk antusias. "Iya, jangan bilang kamu lupa?" Rena membuat raut wajah seolah kecewa.

Dito terdiam, ia mencoba mengingat sesuatu. "Oh.." ucapnya ketika berhasil mengingat bahwa hari ini adalah hari bahwa hubungannya dengan Rena sudah berjalan selama tiga tahun.

"Ekspresi kamu cuman gitu doang?"

Dito mengangguk.

Terdengar helaan nafas yang cukup berat dari Rena. Dito melirik Rena dari ujung matanya, ia tau. Bahwa apa yang barusan ia lakukan telah membuat kekasihnya ini sakit hati. Ada sedikit penyesalan ketika melihat wajah Rena yang berubah menjadi cemberut.

'Maafin aku, aku belum bisa ngelupain kejadian setahun yang lalu. Kamu yang buat aku begini..'batin Dito.

Dengan cepat, Rena mengubah raut wajah kesalnya kembali menjadi cerah. Tak lupa, ia menarik kedua sudut bibirnya menjadi seulas senyuman. Ia menjulurkan kedua tangannya yang tadi ia sembunyikan.

Nampaklah kado biru yang telah ia siapkan sejak seminggu yang lalu.

"Buat kamu, kamu pasti suka," ujar Rena dengan senyuman yang sangat tulus. Kali ini tak terlalu berharap, harapan yang muluk-muluk, bahwa ketika nanti Dito melihat kado pemberiannya. Dito akan menerima lalu memeluknya dan mengatakan, terimakasih sayang, i love you. .

Seperti dulu-dulu, saat Aniv mereka pada tahun pertama dan kedua. Setiap Rena memberikan kado, maka Dito selalu tersenyum dan langsung merengkuhnya dalam pelukannya sambil mengatakan sederet kalimat yang membuat hatinya menghangat.

Cukup menerima kado pemberiannya saja, hati Rena kali ini pasti sudah sangat bahagia dan bersyukur.

Dito melirik kekasihnya. Ia kembali mengangkat satu alisnya, tetapi. Kedua tangannya terulur untuk menerima apa yang di berikan oleh Rena.

Saat Dito hendak membukanya, Rena memelototkan kedua matanya. Reflek, kedua tangannya mencegah gerakan tangan Dito yang ingin membuka kertas kado bernuansa biru tersebut. Gerakan reflek Rena membuat kulit mereka beradu dan menciptakan sedikit perasaan aneh yang di rasa oleh Dito.

Rena menyengir. "Jangan dibuka sekarang. Nanti aja, ya. Yayaya.." ujar Rena dengan muka lucu dan dua matanya berbinar.

Perilaku Rena membuat Dito gemas dan ingin mengapit kedua pipi tembam Rena. Tetapi dengan cepat, ia tepis pemikiran itu jauh-jauh.

"Hmm.." guman Dito dengan suara jelas.

Rena melepaskan cegatan tangannya, ia duduk di samping Dito. Kedua matanya yang berbinar menatap Dito tanpa berkedip.

"Makasih.." ujar Rena. "Makasih karena kamu udah mau nerima kado pemberian aku, makasih banget!"

Cup

Rena mencium pipi Dito dengan kecepatan kilat. Ia juga tak merencanakan bahwa dirinya akan mencium pipi kekasih esnya tersebut. Mungkin karena terlalu terbawa suasana bahagia. Rena sampai melakukan hal konyol tersebut.

Di lain sisi. Dito merasakan pipinya seperti baru terkena berwatt-watt listrik dengan tegangan sangat tinggi.

"Hihi..aku balik ke tempatku dulu ya," ujar Rena lalu berbalik menuju tempat duduknya bersama Tata.

'Pelan, namun pasti. Aku akan berusaha. Membuatmu, menjadi Dito yang dulu... I love you' batin Rena dalam hatinya yang kini sedang berbunga-bunga.

***

Sepeninggalan Rena, Dito memasukkan kado pemberian Rena kedalam tasnya.

"Dari Rena?" Jason tersenyum usil. Tangannya terjulur untuk mengambil kado punya Dito yang sudah di tempatkan di tas. Tetapi, dengan cepat. Dito menepisnya.

"Duh, galak amat mas bro. Spesial banget ya?"

Dito terdiam dan tak menanggapi Jason, malahan kali ini dia membuka beberapa catatan dan membacanya dengan teliti.

"Gue tau, ini bukan lo banget. Tapi Dit, gue rasa. Lo gak seharusnya jadi orang lain untuk menutupi kesedihan yang lo pendam. Masih ada gue, sahabat lo. Lo bisa berbagi cerita sama gue."

"Gue tau lo masih inget kejadian setahun yang lalu. Tapi man! Itu udah lewat! Biarkanlah masa lalu menjadi pengalaman untuk masa depan kita lebih baik. Bukannya ngebuat kita berubah dan malah menjadi orang lain."

"Gue tau, lo masih sayang banget sama Rena. Renapun sebaliknya, masih sayang banget sama lo. Jadi gue rasa, lo aja yang terlalu munafik untuk menyadari semua itu.."

Merasa terusik, Dito menutup bukunya dengan kasar. Menatap Jason dengan wajah tanpa ekspresi.

"Gue gak ngerti."

Tersenyum miris. "Gue tau lo ngerti, lo cuman pura-pura bodoh untuk gak ngertiin maksut gue."

"Gue abangnya Rena, kita kembar. Dan Rena selalu cerita segalanya tentang lo ke gue. Dia itu bener-bener tulus, Rena sangat cinta sama lo, kejadian masa lalu hanya salah faham yang seharusnya udah lo lupain."

Dito menaikkan satu alisnya.

"Ngomong gampang, gue yang jalanin," walau ekspresinya datar. Tapi ketika Dito mengucapkan sederet kalimat tersebut, suaranya sangat dingin dan menusuk.

"Terserah lo deh sekarang. Capek gue nasehatin manusia batu! Pokoknya, cepet sadar aja, sebelum lo menyesal."

Kalimat terakhir Jason seperti ada makna tersendiri untuknya, tiba-tiba saja sejumput pikiran negatife mampir di benaknya. Tapi seperti biasa, Dito selalu cepat menepis itu semua.

***

"Bang, tadi gue baru ngasi kado aniv ke Dito. Gue seneng banget tau gak sih! DIA TERIMA KADO GUE BANG!" teriak Rena dengan kencang sambil tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi di sekolah.

"Baguslah, gue seneng kalau lo seneng," Jason tersenyum lalu memeluk adiknya dari belakang.

Mereka kini ada di halaman belakang rumah, Rena tadi mengajak Jason kesini untuk mengajarinya beberapa rumus fisika yang tidak ia mengerti. Dan berakhir dengan Rena yang menceritakan Dito.

"Tadi gue cium pipinya Dito tau! Saking bahagianya.." ujar Rena dengan menggebu-gebu.

Jason semakin mengeratkan pelukannya dari belakang.

"Besok, gue mau makan es krim di kedai dekat sekolah kita, sama Dito. Uh! Doain sukses ya Bang!"

Jason mengangguk. Melihat wajah Adiknya dari samping semakin membuatnya sedih.

"Tapi inget, besok. Pulang dari kedai, langsung ke rumah. Soalnya, kamu harus kerumah sakit."

Rena mengangguk. Lalu seperkian menit berikutnya wajahnya terlihat murung. "Bang, apa hidup gue masih lama? Badan gue semakin kurus, sekarang gampang pinsan juga. Gue rasa Kemoteraphy itu gak berhasil, cuman buang-buang duit."

Mendengar nada frustasi dari Rena, membuat hati Jason seakan remuk saat itu juga. "Kamu harus berjuang, demi mama, paapa, abang dan...Dito."

Rena menggeleng pelan. Membuat Jason semakin ingin menangis. "Gue udah capek, biyaya untuk pengobatan juga terbilang mahal. Gue cuman jadi beban untuk semuanya, raga gue juga udah gak kuat, kalau memang nanti saatnya tuhan ngambil gue. Gue udah siap."

Tes..

Tes..

Jason semakin menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Elo ini dek! Kayak gak ada keinginan hidup aja sih! Umur lo itu masih panjang, ngerti!" sewot Jason dengan berlinang air mata.

Rena menoleh dan sedikit memiringkan wajahnya. Ia tersenyum dengan tulus. "Bang Jas, gak boleh nangis, kenapa nangis? Kan gue masih di sini." Rena menghapus air mata kakaknya. "Bang, gue sayang Bang Jas. Sampai kapanpun."

***

"Dito mau pilih es krim rasa apa?"

"Terserah."

Rena tersenyum pada pelayan kedai, "Mint Chocolatenya dua cops ya mbak," pesannya lalu beberapa menit kemudian. Datanglah es krim yang ia pesan.

Setelah membayar Es, Dito dan Rena mencari tempat duduk yang di rasa nyaman. Jatuhlah pilihannya pada tempat duduk di dekat jendela kaca. Mereka duduk di sana sacara berhadap-hadapan.

"Kamu tau gak, kamu itu kayak es krim ini.."

Dito mengangkat sebelah alisnya.

"Dingin banget.. Tapi, manis.. Dan ada sedikit rasa mint-mintnya gitu," celoteh Rena dengan memasukkan sesendok es krim kedalam mulutnya.

Dito memberikan raut wajah datarnya, namun tiba-tiba wajahnya mendekat kepada Rena.

Bagai tersengat listrik di daerah sekitar bibir, Rena merasakan tangan halus Adit mengusap ujung bibirnya yang terkena es krim.

Mata Rena terbelalak. "YA AMPUN! KAMU JOROK BANGET SIH PAKE TISUKAN BISA!" teriak Rena.

Sedangkan Dito hanya mengangkat bahunya lalu mengambil tisu untuk membersihkan jarinya dari bekas es krim Rena. Namun, tak ada yang menyadari bahwa ujung-ujung bibir Dito berkedut menahan tawa ketika melihat tingkah konyol Rena.

Suasana menjadi canggung.

Tetapi bukan Rena namanya kalau ia tak berhasil meramaikan suasana.

Rena berpindah duduk ke samping Dito, tangganya menusuk-nusuk pipi Dito. Membuat, si empunya pipi menaikkan alisnya.

"Kamu tau gak, aku sayang kamu? Banget malah."

"Hmm."

"Sebelum semuanya terlambat dan aku gak bisa ngucapin. Aku mau bilang maaf, karena dulu. Kamu pernah nganggep aku selingkuh dari kamu, tapi sumpah demi apapun. Aku gak pernah selingkuh di belakang kamu."

"Hmm.."

"KAMU MAU MAAFIN AKU?"

"Hmm."

"BENERAN! KAMU MAU MAAFIN AKU DITO!"

Dito menjauhkan kepalanya dari Rena. Yang menyebabkan telunjuk Rena yang menusuk-nusuk pipi Dito menjadi tak terjangkau.

Mengusap telinga. "Jangan teriak-teriak! Bawel! Malu diliatin sama orang," ketus Dito.

Rena tak perduli apa kata orang, yang ada. Kini malahan Rena memeluk Dito dengan sangat erat, dia merasa senang karena berhasil membuat Dito mengatakan bahwa ia telah di maafkan.

Mari kita ulangi.

DIA TELAH DI MAAFKAN.

Dan tadi, adalah. Pertama kalinya ia mendengar Dito mengucapkan kalimat terpanjang dari setahun belakangan ini.

'Aku tau, kamu pasti bakalan maafin aku. Karena aku tau, kamu sayang bahkan cinta banget sama kamu.... "I love you"' Rena mengucapkan kalimat isi hati terakhirnya, sedangkan kalimat sebelumnya hanya di batin dalam hatinya.

"I love you too.." Tak di sangka, Dito membalas. Dan itu membuat jantung Rena semakin berdebar lebih keras.

Tanpa mereka sadari, Rena sudah mulai berhasil membuat es dalam diri Dito mencair. Di kedai es krim, semuanya akan di mulai dari awal lagi. Kisah mereka berdua. Dan Dito, akan mulai membuka hatinya kembali, untuk mulai memberikan kepercayaannya pada Rena. Lagi pula, Dito sudah lelah tentang dirinya yang menjadi orang lain.

***

Beberapa hari berlalu, dan Dito benar-benar kelimpungan mencari Rena di setiap sudut sekolah. Bahkan, setiap pulang sekolah Dito akan selalu berkunjung ke kedai es krim langganan mereka hanya untuk menanti Rena. Siapa tau, Rena akan mampir kekedai es tersebut dan mereka dapat bertemu.

Ini sudah hari ketiga semenjak Rena tak masuk dan tidak ada satupun pesan yang dikirimkan oleh kekasihnya tersebut selama tiga hari ini.

Jason, yang notabenenya sebagai kembaran kekasihnya, juga sudah tiga hari ini tidak masuk sekolah.

"Kemana sih mereka? Tiga hari ngilang, tanpa kabar.." desah Dito frustasi saat untuk yang sekian kalinya panggilannya di tolak oleh Jason.

'Baru saja aku ingin memulai hubungan ini dari awal, dan kamu sudah mengilang begitu saja. Dimana kamu selama tiga hari ini...Rena.' batin Dito lalu menghela napas panjang serta tangannya mengacak-ngacak rambutnya.

Tingkah laku Dito membuat beberapa siswi yang melihatnya menahan napas. Bayangkan, Dito yang sedingin es serta berwajah datar, yang memiliki ketampanan yang sangat luar biasa. Mengacak rambutnya dengan sangat frustasi dan wajah yang masam. Itu sangatlah seperti bukan...Dito setahun belakangan ini.

***

Di lain tempat, hanya bau obat menyengat dan bunyi... Tiit tiit tiit alat pendeteksi kerja jantung saja yang terdengar di ruangan serba putih tersebut.

"Kamu yakin, gak mau ngasi tau Dito tentang penyakit kamu selama ini?"

Rena menggeleng, ia tak mau menyusahkan Dito lagi. Cukup membuat Dito berubah menjadi orang lain dan memupuk pribadi sedingin es, itu sudah membuatnya sangat-sangat sedih..

"Bang Jas, tolong ambilkan selembar kertas dan pulpen bisa?" pinta Rena dengan suara yang sangat parau.

Jason menautkan kedua alisnya, ada guratan kecemasan di sana. Lalu beberapa detik kemudia ia berjalan menjauhi Rena dan kembali dengan membawakan apa yang barusan di minta oleh Rena.

"Untuk apa?"

Rena tersenyum. "Gue kangen kakek sama nenek. Waktu gue tidur tadi, gue mimpi ketemu mereka. Kata Mereka, merema mau jemput gue. Terus, mimpinya kepotong waktu gue kebangun tiba-tiba."

Setetes cairan bening meluncur dengan sempurna dari sudut-sudut mata Jason.

Ia tau, cepat atau lambat. Tuhan akan mengambil adiknya dari sisi orang-orang yang sangat menyayangi Rena.

"Terus?" tanya Jason sambil menahan isakannya mati-matian.

"Gue mau nulis surat buat, mama, papa, Bang Jas, sama...Dito. Kalau nanti gue pergi tiba-tiba. Biar gue bisa nulis pesen dan pamitan lewat surat ini."

"Dek, gak boleh mikir yang aneh-aneh dulu. Sebaiknya lo istirahat saja ya, Abang tinggal sebentar," ucap Jason meninggalkan Rena yang kini tersenyum dan hanya fokus pada selembar kertas serta pulpen di hadapannya.

"Bagaimanapun juga, Dito harus tau keadaan Rena.."

Lalu Jason mengetikkan beberapa pesan singkat. Yang intinya, memberitahukan Dito bahwa Rena sedang berada di rumah sakit.

'Tanpa mereka sadari, waktu mereka dengan Rena kian lama menipis, dan semakin habis.'

***

Setelah mendapatkan pesan singkat dari Jason, tanpa berpikir panjang dan memikirkan jam sekolah yang sedang berlangsung. Dito, dengan mobil kecepatan tinggi menyetir membelah jalan dengan perasaan yang kini berkecamuk di dalam dadanya.

"Kamu kenapa Rena? Selama tiga hari ini ternyata kamu di rumah sakit? Ada apa sama kamu...sayang," gumam Dito dengan menggeleng-gelengkan kepalanya menepis segala prasangka buruk yang akan menimpa kekasihnya.

Beberapa menit berlalu dan akhirnya Dito sampai di rumah sakit yang di masut oleh Jason. Ia berlari mencari kamar, Mawar lima. Dan setelah sampai di depan pintu rawat inap. Ia menarik napas panjang-panjang dan

Cekleek...

'Gue gak terlambat! Dan gak boleh terlambat!' batin Dito. Peluh sudah bertetesan membasahi seragamnya.

Tiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit

Suara alat pendeteksi jantung yang memekakkan telinga langsung menelusup bagaikan petir yang siap merusak pendengarannya.

Dito juga mendengar suara tangisan wanita paruh baya yang sangat membuat hatinya teriris.

Serta matanya juga sekarang menangkap dua sosok manusia yang ia kenal. Ia melihat Jason menatap adiknya dengan mata yang sudah berlinang air mata, serta Rena...yang sudah tak....bernapas.

"Ada apa ini?!" teriak Dito dengan kelimpungan dan suara naik beberapa oktaf.

Ia meraih tangan Rena yang masih terpasang dengan selang infus, tangan Rena terasa...dingin.

"Seperti yang lo liat, Rena sudah meninggalkan kita...selamanya. Dia punya sakit leukimia, dan dokter memprediksi umurnya gak akan panjang. Dan ternyata..."

"Gak! Rena masih hidup! Mesin pendeteksinya aja yang rusak!"

'Gue gak telat! Rena masih hidup!' batin Dito berulang-ulang.

Bugh-Bugh

Dito memukul-mukul mesin pengecek kerja jantung tersebut dan bunyinya masih sama. Sama-sama mengeluarkan suara tiiiiiiiiit yang sangat menyakitkan gendang telinganya..

"Dan ternyata dia udah meninggal...dan lo harus terima, dia ngasi ini sama gue. Gue rasa lo juga harus baca."

Air mata Dito turun seiring ia menerima selembar kertas dari Jason, jantungnya serasa ingin meledak dan saraf di seluruh kakinya sepertinya sudah mati rasa.

Pada akhirnya, sang waktu memisahkan mereka.

***

Dito masih terdiam dengan wajah datarnya, baju koko berwarna putih masih melekat di tubuhnya.

Dito kembali menjadi pribadi sedingin es. Bahkan kali ini, sangatlah lebih dingin dan sangat tertutup.

Ia berjalan menuju di mana tas sekolahnya di letakkan, lalu dengan tergesah-gesah. Ia mengambil kado pemberian..Rena.

Ia menyobek kertas kado biru dengan sangat hati-hati dan meletakkan pita biru yang berada di pojok kanan di atas meja belajarnya.

Terdapat sebuah tape recorder di sana. Dito mengambilnya dan segera menekan tombol play lalu selanjutnya, suara Rena mulai memasuki Idra pendengarannya.

Dito Point Of View.

Ditoku... Aku mau nyanyi lagu untuk kamu, dengerin yah..

Aku tersenyum mendengar suara Rena yang terlihat ceria.

Kalau nanti aku udah gak ada di samping kamu, aku mau bilang maaf, maaf karena aku gak bisa selalu di sisi kamu.

Senyumanku, langsung pudar seketika. Sekelebat percakapan beberapa hari lalu merasuk kedalam benakku. Membuatku semakin merasa marah pada diri sendiri.

"Terserah lo deh sekarang. Capek gue nasehatin manusia batu! Pokoknya, cepet sadar aja, sebelum lo menyesal."

Aku marah pada diriku karena tidak mendengarkan nasehat Jason!

"Kamu tau gak, kamu itu kayak es krim ini.."

Aku marah pada diriku sendiri karena telah berubah menjadi sedingin es di hadapan Rena!

"Dingin banget.. Tapi, manis.. Dan ada sedikit rasa mint-mintnya gitu,"

"Kamu tau gak, aku sayang kamu? Banget malah."

Dan aku terlalu bodoh untuk membuka mata bahwa selama ini aku terlalu banyak nyakitin orang yang paling berharga dan paling tulus buat aku!!

Jreeng...

Hari demi hari telah ku lewati
Tak pernah aku bersamamu lagi
Tak pernah aku menduga
Kau akan pergi tinggalkan aku

Yang ada kamu yang pergi ninggalin aku! Kenapa? Kenapa kamu gak bilang kalau kamu punya penyakit!

Jauh kau pergi tinggalkan diriku
Sepi hati ini membunuhku
Ku coba untuk cari penggantimu
Namun tak ada yang sepertimu.

Kenapa kamu masih bisa tersenyum di saat kamu lagi ngehadepin tingkah lakuku yang sedingin es ini! Kenapa kamu pake topeng...Rena?!

Rindu aku, sangat rindu kamu
Terasa sejak kau masih ada di dekatku
Tak mudah aku melupakan dirimu
Di saat aku terbangun dari tidurku

Pada akhirnya kamu tidur..tidur selama-lamanya dan ninggalin aku di sini, sendiri!

Sekelebat bayangan Rena kembali merasuk.

"Sebelum semuanya terlambat dan aku gak bisa ngucapin. Aku mau bilang maaf, karena dulu. Kamu pernah nganggep aku selingkuh dari kamu, tapi sumpah demi apapun. Aku gak pernah selingkuh di belakang kamu."

Rindu aku, sangat rindu kamu
Terasa sejak kau masih ada di dekatku
Tak mudah aku melupakan dirimu
Di saat aku sendiri.

"I love you"

I love you too..

'Pada akhirnya, aku terlambat..' Batinku penuh dengan penyesalan.

-Dadali: Disaat Sendiri-

Author Point Of View.

"Aku sayang kamu Dito! Selamat Aniversery yang ke Tiga..."

Cairan bening luruh seketika saat Dito mendengar suara Rena mengucapkan Aniversarynya yang ke tiga.

'Bahkan aku belum ngucapin selamat Aniv yang ketiga..Rena' batinnya dengan penuh sesak di dada.



Ia merekatkan pita tersebut di ujung foto seseorang wanita...ya dia Rena.



Wanita cantik, mungil, namun tegar menghadapi penyakitnya. Dan dia, sangat hebat juga bisa menghadapi lelaki seperti...Dito.

Di foto itu Rena tersenyum bahagia, membuat pose 'peace' dengan telunjuk dan jari tengahnya.

Dito keluar dari kamarnya, meninggalkan tape recorder, serta foto Rena yang tertempel di dinding meja belajarnya.

Ceklek,

Pintu tertutup.

Rena yang berwujud arwah tersenyum, melihat kamar kekasihnya. Ia memang sudah dari tadi di sini, mengamati Dito yang mendengarkan tape recorder yang ia berikan ia mendekat menuju fotonya yang tertempel di dinding meja belajar Dito.

Rena tersenyum lalu matanya melirik selembar surat yang ia tulis khusus untuk Dito sebelum ia pergi dari dunia manusia.

I love you Dito, walaupun ragaku udah gak ada. Tapi, cintaku selalu ada di dalam hatimu.

With love- Rena.

Sedetik kemudian, tubuh Rena mulai berubah menjadi transparan dan menghilang...

Penyesalan selalu datang di akhir.

Cintailah orang yang sangat tulus padamu, sebelum mereka benar-benar pergi dari hidupmu. Selamanya.


The End

Kumpulan One ShotWhere stories live. Discover now