Part 1

39.2K 2.6K 34
                                    


Aku terbangun karena sinar matahari yang masuk melalui celah-celah ruangan. Tunggu. Ini dimana?! Aku mengedarkan pandanganku menyapu seluruh ruangan ini. Aku merasa asing, ini bukan kamarku.

Aku hendak bangun ketika menyadari jika tanganku terikat di kepala ranjang sedangkan kakiku kini juga terikat di kaki ranjang. Dan yang lebih mengejutkan lagi, kenapa aku tidak memakai baju sama sekali, hanya selimut berwarna hitam ini saja yang menutupi tubuh telanjangku. Oh tidak! Sebenarnya apa yang terjadi. Siapa yang telah berbuat seperi ini terhadapku.

Aku mencoba mengingat sebenarnya apa yang telah terjadi padaku sehingga aku bisa berada disini. Di ruangan asing yang terlihat menakutkan. Warna dinding kamar ini hitam dengan jendela yang kini tertutup gorden yang berwarna abu-abu, sedangkan disudut ruangan terdapat sofa yang juga berwarna hitam senada dengan perabotan lain yang ada di kamar ini. Aku merasa seperti di film horor saja ditambah cahaya matahari yang enggan masuk melalui jendela karena tertutup gorden yang masih setia terbentang disana.

Tiba-tiba pikiranku sudah mulai bekerja. Aku ingat kejadian sebelumnya sehingga mungkin aku berakhir disini. Tidak!! Kurasa kejadian semalam hanyalah mimpi. Ini tidak nyata. Aku hanya perlu memejamkan mata lagi lalu terbangun dari mimpi buruk ini.

Aku memejamkan mataku dan berusaha menyadarkanku dari tidurku. Namun itu sia-sia karena saat aku membuka mataku, nyatanya masih sama, aku masih berada disini. Di sebuah kamar asing yang menakutkan dengan warna hitam kelam yang seakan ingin menenggelamkanku di dasar tergelap.

Saat aku merasa frustasi, aku mendengar suara langkah kaki mendekat menuju ke arah kamar ini. Aku tidak salah dengar karena perlahan pintu hitam itu terbuka.

Aku segera memejamkan mataku lagi, berpura-pura masih tertidur. Karena aku masih takut berhadapan dengannya lagi. Aku belum siap. Mungkin sampai kapanpun aku tidak akan pernah siap bertatapan dengan mata tajam nan kelam itu. Juga dengan seringaiannya yang menakutkan, membuatku terus terbayang kejadian malam itu bahkan dalam tirdurku sekalipun.

Aku mendengar langkah kakinya mendekatiku. Aku mohon jangan kemari. Aku terus berdoa dalam hati agar dia segera menjauh dariku.

Namun kenyataannya tidak, aku merasakan dia berdiri disampingku dan sedang mengawasiku dengan tatapan tajam yang siap mengulitiku hidup-hidup. Tubuhku serasa kaku dan kurasakan panas dan dingin di waktu yang bersamaan. Membuat tubuhku bermandikan keringat ketakutan.

Aku berusaha menahan tubuhku agar tidak gemetar. Tapi kurasa usahaku tak berguna, karena aku merasakan jika tubuhku bergetar dengan sendirinya. Aku tidak mampu mengendalikan reaksi tubuhku terhadap rasa takut kepada pria yang kini berdiri dan memandangku, yang entah seperti apa karena aku tidak berani membuka mataku sama sekali.

Dia semakin mendekat dan dia kini duduk ditepi ranjang yang kini aku tiduri. Aku mengetahuinya karena ranjangnya bergerak pertanda ada seseorang yang menaikinya.

Sebenarnya apa yang akan dia lakukan. Dia memajukan wajahnya ke arah wajahku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yang terasa hangat menerpa wajahku.

"Aku tahu kau sudah bangun my angel" ujarnya tepat di depan bibirku yang sedari tadi gemetar.

Aku masih memejamkan mataku. Sungguh aku tidak ingin melihat wajahnya lagi. Aku tidak peduli dia ingin melakukan apa padaku, bahkan jika ia ingin membunuhku sekarang juga aku tidak peduli. Menatap matanya sama saja mengingatkanku dengan kekejamannya malam itu.

"Kau tetap tidak mau membuka matamu ya" Tangannya mulai membelai pipiku yang pucat, kemudian turun ke rahangku. Dia membelainya dengan lembut, tapi yang kurasakan seakan dia telah menggoreskan pisau tajamnya di sepanjang wajahku.

Aku menangis tertahan, air mataku keluar begitu saja melalui sudut mataku. Dia menghapus air mataku dengan lembut kemudian mengecupnya perlahan. Menghapus air mataku dengan bibirnya yang sexy. Oh tunggu aku koreksi tentang bibirnya itu, bukan sexy tapi bibir yang selalu mengeluarkan seringai kejamnya.

"Jangan menangis sayang. Siapa yang telah membuatmu menangis hm? Katakan padaku biar aku habisi orang yang telah menyakitimu" Ujarnya dngan suara seraknya.

'Kau. Kau orang yang telah membuatku ketakutan hingga menangis seperti ini' Aku ingin meneriakinya di depan wajahnya saat ini. Tapi seluruh tubuhku benar-benar tak dapat kukendalikan, aku hanya mampu meneriakannya dalam hati saja.

Jika aku mengatakannya apakah dia akan menepati perkataannya yang akan menghabisi orang yang membuatku menangis dan tersakiti. Kalau iya mampukah dia menghabisi dirinya sendiri.

"Kenapa kau diam saja sayang" aku masih bungkam dengan pertanyaannya. "Atau...kau ingin aku paksa untuk berbicara dan menatap mataku hm?"

Ancamannya membuat tubuhku makin gemetar akan rasa takut. Tapi sekali lagi aku meyakinkan diriku jika aku tidak peduli apa yang akan ia lakukan padaku daripada aku harus menatap mata tajamnya itu.

"Aku harap kau tak menyesali keputusanmu ini my angel" tanpa aba-aba bibirnya mendarat tepat dibibirku. Awalnya hanya menempel namun perlahan ia mulai menggerakkan bibirnya, melumat bibirku dengan lembut. Aku hanya diam saja, tubuhku serasa kaku tak dapat digerakkan. Ciuman lembutnya kini berganti dengan lumatan yang semakin kasar dan menuntut. Aku hanya mampu mengepalkan tanganku yang terikat dan air mata sialan yang kini keluar lagi. Betapa tak berdayanya aku dihadapan iblis tampan ini.

Nafasku sudah mulai tersendat, jika saja tanganku dan kakiku tidak terikat maka aku akan mendorongnya, memukulnya dan menendangnya liar. Kurasa dia menyadarinya tapi dia tak menghentikan aktivitasnya yang melumat bibirku habis seakan tak ada hari esok.

"Aakh" Dia malah menggigit bibir bawahku sehingga membuat mulutku terbuka dan tanpa membuang kesempatan ia langsug menelusupkan lidahnya dalam mulutku. Menginvasi setiap sudut rongga mulutku tanpa melewatkan sebagianpun.

Dadaku mulai sesak, udara dalam paru-paruku sudah menipis. Jika dia tidak segera melepaskan ciumannya aku yakin aku akan bangun di tempat lain, menyusul ayah dan ibuku menuju keabadian hidup setelah mati.

Nampaknya dia tak mau melepaskanku begitu saja dari dunia ini, dia melepaskan bibirnya dari bibirku disaat tarikan nafas terakhirku. Aku segera menghirup udara rakus, mengisi kembali udara dalam paru-paruku yang hampir habis.

Saat aku rakus menghirup udara tanpa sengaja mataku ikut terbuka dan pertama yang kulihat adalah mata abu-abu dengan sorot tajam yang mengintimidasi. Jaraknya masih sangat dekat dengan wajahku.

Seketika itu rasa takutku berubah menjadi benci, dendam, marah, sedih semuanya menjadi satu.

Aku menatapnya tajam penuh dengan kebencian. "Kenapa tidak kau bunuh aku saja ha!" aku ingin berteriak didepan wajahnya tapi yang ku keluarkan malah berupa lirihan yang menyedihkan. Aku sungguh merutuki diriku yang tak mampu melawannya.

Dia malah menyunggingkan senyum dan saat aku melihat mata abunya yang kelam aku melihat sorot kecewa, sedih dan penyesalan tapi entahlah mungkin aku salah. Tidak mungkin seorang pembunuh kejam sepertinya bisa menampakkan rasa itu.

"Apa kau begitu membenciku dear?" ujarnya dengan nada penuh luka. 'Luka' bagaimana mungkin dia terluka dengan ucapanku barusan, harusnya dia senang dan langsung mengabulkan permintaanku. Pasti pendengaranku salah akibat rasa shock.

"Bagaimana bisa aku tidak membencimu...setelah apa yang kau lakukan pada ayah dan ibu di depan mataku sendiri" Balasku dengan suara yang lebih keras dan tegar, aku bersyukur mulai bisa mengontrol diriku.

Tatapan sendunya berubah menjadi tajam dan penuh dengan kemarahan, siap menghancurkan siapa saja yang membuatnya murka.



Please give vote and comment ya guys...

Life With A PsychoWhere stories live. Discover now