Part 18

13.8K 1K 82
                                    

Selalu saja jika aku berbicara dengan Kevin akan selalu berakhir dengan perdebatan. Entah itu hal kecil atau serius. Kurasa kami berdua harus menurunkan ego masing-masing.

Sejak perdebatan kami, Kevin belum pulang sampai saat ini. Jika aku tidak salah hitung dia sudah pergi selama 2 hari 12 jam 35 menit 10 detik. Menyedihkan sekali ya hidupku ini, menyia-nyiakan waktu hanya untuk menghitung kepergian Kevin.

Jika Kevin tidak segera pulang seperti bang toyib apa aku juga masih menghitungnya. Ada apa dengan diriku kenapa aku bersedih hanya karena ditinggal Kevin pergi bekerja, harusnya aku senang karena bisa bebas untuk sementara waktu dari keposesifan Kevin.

Tapi kenapa aku malah merasa gelisah jauh dari Kevin. Tidak mungkin jika aku mulai mencintainya kan. Tidak pasti bukan. Aku hanya merasa tidak tenang karena mungkin Kevin pergi dalam keadaan marah setelah perdebatan kami. Bukan karena perasaan lain yang mulai tumbuh dihatiku. Aku terus meyakinkan diriku.

Lelah memikirkan perasaanku dan juga Kevin hingga membuat mataku berat dan terbang ke alam mimpi. Semoga dalam tidur aku bisa tenang tanpa ada Kevin yang selalu menghantui pikiranku.

***

Aku membuka mataku yang silau terkena cahaya matahari. Nampaknya hari baru akan segera dimulai. Apa Kevin masih belum pulang.

Segera kulihat tempat disampingku, kosong dan masih rapi seperti belum ditempati siapapun. Tentu saja karena si empunya kan memang sedang pergi. Aneh bila tempat di sebelahnya berantakan padahal tidak ada yang menempati. Membayangkannya membuatku merinding sendiri.

Aku segera membersihkan diri, siapa tahu Kevin akan pulang hari ini. Pemikiran bodoh, ya setidaknya lebih baik punya harapan daripada berputus asa kan.

Setelah merapikan penampilanku, aku segera melangkahkan kakiku keluar kamar. Rencananya aku akan menghabiskan hariku hari ini di taman sambil membaca buku atau sekedar melihat bermacam-macam bunga indah yang ditanam disini.

Sungguh tidak berguna bukan tapi itu lebih baik daripada mengurung diri dikamar dan terus meratapi nasib sambil menghitung waktu detik demi detik. Kurasa ini lebih manusiawi.

Baru beberapa langkah aku keluar dari kamar, aku disuguhkan pemandangan yang mengejutkan. Ini tidak mungkin.

Air mata mengalir deras dari kedua mataku. Para pelayan menunduk sedih dan berlinang air mata, menangisi sesosok jasad yang terbujur kaku. Sosok yang dikenal diktator dan keras kepala namun sangat dihormati oleh bawahannya. Sosok yang sangat kubenci dan juga mulai singgah dihatiku.

Seorang Kevin tidak mungkin meninggal begitu mudah kan, bahkan dia belum melaksanakan ancamannya. Bukannya aku berharap Kevin benar-benar membuktikan ancamannya sekarang, tapi sebagai janji yang belum ditepatinya sehingga dia tidak boleh pergi begitu saja.

Aku terpaku cukup lama dengan keadaan dihadapanku, aku masih tidak percaya bahkan untuk berteriak memanggil namanya saja aku tak mampu. Kakiku seakan kaku tak bisa melangkah kearah tubuh tanpa nyawa itu.

Aku ingin memastikan bahwa penglihatanku salah, itu pasti bukan Kevin. Mungkin jika aku melihat lebih dekat dia bukan suamiku. Mungkin saja orang lain yang hampir mirip dengannya.

Sekuat tenaga kugerakkan kakiku untuk mendekatinya, meski perlahan aku berhasil melakukannya. Semakin dekat semakin jelas. Air mataku mengalir semakin deras. Aku tak mampu menghadapi semua ini, aku berharap ini hanya mimpi. Ini tidak nyata. Aku terus mengulangi kalimat itu, menguatkan diriku sendiri.

Kakiku tidak mampu lagi menahan tubuhku, tubuhku luruh disamping raga tanpa nyawa yang masih belum kupercayai jika dia telah meninggalkanku untuk selamanya. Tangisku pecah mengguncang tubuhnya yang diam tak bergerak sama sekali, walaupun sudah kuguncang dan kupukul keras. Dia tetap diam bahkan sumpah serapah tak ia balas sama sekali.

Dimana Kevin yang suka sekali berdebat denganku, mengancamku, dan juga menggodaku dengan kata-kata senonohnya. Jujur itu lebih aku sukai daripada dia diam seperti ini.

Kenapa dia tega meninggalkanku sendirian lalu dengan siapa aku harus menghadapi dunia ini, bukankah orang tua angkat yang hanya kumiliki di dunia ini sudah direnggut olehnya. Dia harus bertanggung jawab, dia tidak boleh pergi begitu saja membiarkanku sendiri disini.

Seolah dunia berhenti berputar dan tak lagi berwarna, yang ada hanya raungan dan tangis piluku yang mengisi pendengaran. Semuanya hanya diam menunduk dengan raut sedih tanda kehilangan. Kenapa tidak ada yang melakukan sesuatu untuk membuat bajingan ini bangun.

Tidak salah bukan jika aku memanggilnya begitu karena dia telah merenggut semuanya dariku dan kini dia juga meninggalkanku. Kenapa kau lakukan semua ini padaku Kevin. Apa salahku padamu. Kembali padaku, jangan seperti ini. Jika kau ingin kita berdamai, mari kita bicarakan baik-baik. Aku janji, aku tidak akan memancing emosimu. Jadi sekarang aku mohon bangun Kevin.

Inikah yang dinamakan penyesalan selalu datang terlambat. Disaat aku mulai menyadari perasaan ini tapi Tuhan berkehendak lain dengan membuat Kevin pergi dari sisiku.

"Keviinnnn" Teriakku histeris.

Dan kurasakan tubuhku berguncang. Apakah sedang terjadi gempa. Apakah aku juga akan pergi menyusul Kevin. Tubuhku tertarik paksa seolah terhisap oleh lubang kegelapan yang mengerikan.

"Vinsa." Suara yang aku rindukan membelai pendengaranku.

Apakah ini mimpi?





Siapa yang penasaran sama kelanjutannya......
Silahkan vote dan komen dulu hahaha
Kemaren aku janji update nya agak panjang tapi ternyata tetep gak bisa lebih dari ini jadi aku usahain buat update cepet aja ya dan inilah jadinya....
Ow iya aku juga gak janji ya bakal happy ending nantinya
Buat yang penasaran buruan vote sama komennya ya...aku tunggu see you next part :)

Life With A PsychoWhere stories live. Discover now