Part 3

35.9K 2K 29
                                    

Sudah tiga hari aku berada disini, di ruang yang mengerikan dan menakutkan karena warnanya didominasi warna hitam. Aku tak suka warna hitam karena bagiku hitam melambangkan kegelapan, dan kegelapan itu mengingatkanku tentang kejadian malam kelam itu. Dan selama ini aku tak bertemu dengan Kevin, pria pshycopath yang telah membunuh ayah dan ibuku dan kemudian mengurungku disini.

Sekarang aku sudah tidak diikat lagi tapi tetap saja aku tak bisa keluar dari kamar terkutuk ini. Aku tak tau apa tujuannya mengurungku disini. Apa dia takut aku melaporkannya pada polisi. Kurasa tidak karena yang harus dilakukannya hanyalah langsung membunuhku agar kejahatannya tak terungkap. Sungguh pembunuh aneh. Kenapa harus repot-repot menyekapku agar tak kabur padahal cara mudah ada di depan mata. Dan juga penderitaanku akan cepat berakhir.

Oh, atau jangan-jangan dia memang sengaja ingin menyiksaku dulu sebelum akhirnya mengirimku bersama ayah dan ibuku. Kalau begitu betapa kejamnya dia. Sebenarnya apa salahku padanya hingga dia berbuat ini terhadapku.

Seperti biasa saat ini pelayan mengantarkan makanan ke kamarku. Selalu saja wanita paruh baya itu yang mengantarkan makanan untukku, tapi saat aku bertanya padanya dia hanya bungkam bahkan saat aku bertanya namanya saja dia tetap tak mau menjawabnya, apa mungkin jika dia bisu? Atau dia takut karena diancam si pshycopath itu. Entahlah semua yang ada disini memang aneh dan membingungkanku.

Malam telah tiba dan kurasa aku sudah tidak mampu menahan mataku untuk tetap terbuka setelah tiga hari belakangan ini aku tidak memejamkan mataku. Jelas saja aku tidak bisa tidur selama disini, bayangkan kau sedang berada di rumah seorang pshycopath kejam yang telah membunuh keluargamu di depan matamu sendiri. Dan beruntungnya selama tiga hari ini aku tidak melihatnya berada dalam kamar yang aku tempati. Aku harap aku tak akan melihatnya lagi untuk selamanya.

Tapi sungguh malam ini aku menyerah dengan ketakutanku. Aku memejamkan mataku dan terlelap menyambut alam mimpi.

Hanya dalam mimpi aku merasa bebas. Tidak tersiksa dengan segala perintah ayah ibuku maupun ketakutanku terhadap Kevin. Aku melihat hamparan bunga berwarna-warni dan menguarkan aroma wangi yang menyejukkan hatiku. Aku merentangkan tangan dan memejamkan mata, menghirup aroma yang menenangkan membuat kedua sudut bibirku naik keatas dengan sendirinya. Merasakan kedamaian yang selama ini kuimpikan. Sejenak aku melupakan segala masalah dalam hidupku. Andai saja aku bisa tinggal selamanya di dunia mimpi tanpa harus terbangun di dunia nyata yang menakutkan. Tapi aku sadar itu hal yang mustahil. Maka dari itu biarlah aku menikmatinya walau hanya sesaat. Sebagai pengobat luka dan lelah dalam hati dan jiwaku. Kebahagiaan semu yang mampu menjadi penyemangat hidupku, dalam dunia fana yang kejam dan kelam.

Aku masih memejamkan mataku menikmati hembusan angin yang menerpa wajahku. Membuat rambutku berkibar bebas mengikuti arah hembusan angin. Saat tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang melingkar di perutku. Aku membuka mataku dan melihat ada sepasang tangan kekar yang kini tengah memelukku dari belakang.

Saat aku ingin membalikkan badan untuk melihat siapa yang memelukku tiba-tiba dia menghentikannya. "Tetaplah seperti ini." Suaranya yang sedikit serak dan berat, entah kenapa membuatku merasa tenang dan nyaman dalam dekapannya.

Seperti mantra aku hanya diam dan menurutinya. Aku menyenderkan kepalaku di dadanya yang bidang. Dapat kurasakan otot-ototnya yang kekar, membuatku merasa terlindungi. Aku juga dapat merasakan detak jantungnya yang berirama, membuatku terbuai dan merasa semakin nyaman, membuatku tak ingin lepas dari pelukannya.

"Aku akan selalu menjaga dan membahagiakanmu, Vinsaku." Ujarnya samar-samar kudengar karena aku benar-benar terbuai hingga aku bisa tidur di dalam mimpi tidurku.


***


Aku terbangun karena cahaya matahari yang menerobos masuk lewat celah gorden yang tidak tertutup rapat. Walau kamar ini masih gelap karena gorden belum terbuka sepenuhnya. Aku merasakan ada memelukku dari belakang, melingkarkan tangannya di perutku. Siapa yang memelukku? Atau mimpi itu nyata? Berbagai pemikiran langsung bercokol dalam otakku.

Tanpa membuang waktu aku segera menoleh ke belakang. Seperti dihantam palu, kepalaku terasa pening dan hatiku terasa tertohok.

Dia...

Kevin. Ya siapa lagi kalau bukan dia. Harusnya aku tahu.

Jadi yang semalam memelukku adalah pria yang sangat kubenci itu. Tapi kenapa hatiku seolah mengkhianati pikiranku. Aku merasa nyaman berada dalam pelukannya. Hatiku merasa tenang mendengar suaranya.

Hatiku seolah menginginkannya. Tubuhku ingin selalu berada dekat dengannya.

Tapi....

Otakku tak mampu melupakan begitu saja fakta siapa sebenarnya dirinya. Sebagian diriku menginginkannya tapi sebagian lagi membenci dan ingin menjauh darinya.

Dilema...

Aku sungguh bingung dengan diriku sendiri. Pikiran dan hatiku tidak mau berdamai. Lalu aku harus bagaimana? Jika ini tidak segera berakhir aku yakin aku akan benar-benar gila.

Nampaknya gerakanku membuat tidurnya terganggu. Matanya yang tajam perlahan terbuka dan langsung bersitatap dengan netra coklat terangku. Tatapan lembut penuh cinta langsung menyambutku namun aku hanya membalasnya dengan tatapan menusuk penuh benci.

"Apa yang kau lakukan disini?!" Tanyaku dengan nada tajam dan masih dengan tatapan membunuh.

"Tidur...apalagi." Jawabnya santai sambil mengacak rambutnya yang membuat rambut coklatnya semakin berantakan...dan itu terlihat sexy dimataku.

'Hey sadarlah kau melupakan fakta siapa dirinya!' Dewi batinku memperingati.

"Apa kau tidak punya kamar lain?! Kau bisa tidur dimanapun selain di ruangan dimana aku berada."

"Aku bisa tidur dimanapun aku mau. Ingat...ini rumahku jadi terserah aku." Jawabnya sarkastik.

"Brengsek!" Geramku mendengar tanggapannya.

"Sebaiknya kau segera mandi dan segera turun untuk sarapan." Ucapnya santai sambil bangun dari ranjang. Sebelum dia benar-benar meninggalkan kamar ini, dia memperingatkan lagi. "Jangan terlalu lama! Aku tidak suka menunggu."

Terserah saja. Kau pikir aku akan menuruti semua perintahmu. Kau belum tahu saja siapa Vinsa yang sesungguhnya. Aku menatap punggungnya yang perlahan menghilang di balik pintu dan menyeringai kearahnya.



Vote ma komennya dong guys biar semangat buat nglanjutinnya :)

Life With A PsychoWhere stories live. Discover now