Part 24

10.8K 973 43
                                    

Mumpung lagi shift malem ini jadi langsung aku update aja daripada ngantuk gak ada kerjaan 😁
Happy reading....

Dia pikir aku sepicik itu, membenci darah dagingku sendiri, makhluk tanpa dosa yang tidak tahu apa-apa. Walaupun aku masih belum memaafkan Kevin seluruhnya lantas tidak menjadikanku serta merta membenci janin yang kini bertumbuh di rahimku.

Tapi melihat raut khawatir Kevin membuatku ingin mengerjainya. Biasanya Kevin hanya bisa menampilkan raut datar dan arogannya, sekarang kini aku dapat melihat wajah sedih dan gusarnya itu. Tentu aku tidak akan menyia-nyiakannya bukan.

"Kau pikir aku bisa menerima benih dari pria yang kubenci begitu saja." Duh maafin mama ya sayang harus berpura-pura tidak menginginkanmu.

Wajah Kevin berubah pucat seakan darah tak lagi mengaliri tubuhnya. Aku jadi tidak tega membuatnya seperti itu tapi biarlah hitung-hitung ini pembalasan dendamku yang terakhir.

Terakhir. Ya ini perlawananku yang terakhir karena aku sudah memutuskan jika aku harus mengakhiri rasa benciku dan mengubahnya menjadi awal bahagia kisahku dengan Kevin. Untuk buah hati kami.

Baiklah aku akan habis-habisan menyalurkan pembalasan untuknya. Kali ini aku akan membuang rasa ibaku.

"Memangnya apa yang membuatmu berpikir aku akan menyayanginya disaat aku setengah membenci ayahnya." Ucapku menggebu dan Kevin semakin terdiam dan pucat seperti mayat. "Aku akan..."

"Jangan lanjutkan." Potong Kevin cepat sebelum aku menyelesaikan kalimatku. Memangnya dia tahu apa yang akan aku katakan.

Aku menarik kecil sudut bibirku melihat betapa kacaunya pria angkuh dihadapanku ini.

"Jangan benci anak kita. Aku akan melakukan apapun agar kau mau memaafkanku." Mohon Kevin lirih berlutut di kakiku. Reflek aku memundurkan tubuhku. Kevin tidak seharusnya begini, aku jadi merasa sangat jahat. Tapi Kevin memeluk perutku erat namun berusaha tidak menyakitiku dan janin dalam perutku agar aku tidak menjauh darinya.

"Lepaskan." Aku berusaha melepaskan pelukan Kevin.

"Tidak. Sampai kapanpun aku tidak akan melepaskanmu dan juga anak kita."

Aku memutar bola mataku jengah. Memangnya kapan aku menyuruhnya pergi dari kami, aku hanya memintanya melepaskan pelukannya agar dia bisa berdiri.

"Lepas dan berdirilah." Ucapku jengkel.

"Tidak sebelum kau memaafkanku." Ujarnya bersikeras.

"Berdiri atau aku tidak akan pernah memaafkanmu."

Dengan ragu Kevin berdiri namun kini tangannya menggenggam kedua tanganku erat, seolah dia takut jika aku pergi meninggalkannya. Dia pikir aku bisa kabur begitu saja dari tempat ini, aku tidak tahu jika aku bisa membuat otak jeniusnya berubah menjadi kerdil seperti ini.

Baiklah kurasa cukup sampai disini saja acara balas dendamku. Seberapa keras pun aku mematikan rasa ibaku tetap saja aku tidak bisa. Aku benar-benar tidak tega melihat sisi rapuh Kevin, terlebih dengan wajah pucat yang penuh dengan gurat kesakitan dan penampilan kacau Kevin dalam sekejap waktu. Patutkah aku berbangga telah membuat seorang psikopat seperti Kevin menjadi seperti ini.

Aku berusaha melepaskan genggaman tangan Kevin namun sia tetap tidak mau melepaskannya. Aku menyentakkan tangannya lebih kuat, hingga akhirnya tautan tangan kami lepas. Sebelum Kevin meraih kembali tanganku, aku segera menangkupkan kedua tanganku di wajahnya yang pucat.

"Dengar, tidak sekalipun aku membenci anak kita." Ucapku lembut.

"Tapi..." aku meletakkan telunjukku pada bibirnya agar Kevin tidak menyela ucapanku.

"Tidak seorang ibu yang membenci anaknya walau dia membenci ayah dari anaknya." Aku mengelus lembut wajah Kevin yang sudah tidak sepucat tadi. "Tenang saja, aku tetap akan menyayangi anak ini." Ucapku sambil memegang perutku yang masih rata.

"Dan untuk memaafkanmu..." Aku melirik Kevin sekilas dan dapat kulihat wajahnya mulai menegang lagi. "Aku akan memaafkanmu jika kau memenuhi keinginan nyidamku." Sebenarnya aku ingin mengerjainya lagi tapi sudahlah aku tidak mau membuat Kevin benar-benar pingsan.

"Tentu saja aku akan melakukannya dengan suka rela." Jawabnya penuh semangat.

"Jangan senang dulu. Memangnya kau yakin bisa memenuhinya." Godaku.

"Apapun akan aku lakukan untukmu dan bayi kita walaupun dengan nyawaku." Janjinya membuat jantungku berdebar dan hatiku terenyuh.

"Aku percaya dan sekarang peluk aku." Kevin langsung memelukku erat namun lembut, aku membalas pelukannya dan menyusupkan kepalaku di dada bidangnya yang terasa sangat nyaman.

"Jadi kau sudah memafkanku?" Tanyanya masih memelukku karena aku tidak rela kehilangan pelukan hangatnya.

"Tentu saja belum." Jawabku santai karena menikmati kenyamananmu.

"Kenapa?"

"Karena kau belum memenuhi permintaan nyidamku."

"Kalau begitu kau ingin apa?" Tanyanya semangat.

"Memangnya jika kau memenuhi satu keinginanku lalu kau bisa dimaafkan. Tentu saja itu masih belum. Kau harus memenuhi semua keinginanku sampai bayi ini lahir."

"Tidak masalah." Jawabnya enteng.

"Yakin?"

"Sangat sangat sangat yakin sekali. Jadi apa permintaanmu yang pertama?"

"Peluk aku dan jangan pernah lepaskan." Kami sedari tadi masih berpelukan menyalurkan rasa dihati kami masing-masing.

"Siap my queen." Kevin mengeratkan pelukannya yang membuat badan kami benar-benar menempel tanpa penghalang kecuali baju kami.

Inikah awal kebahagiaanku, awal kisahku, Kevin dan anak kami...

Ya Tuhan ijinkan aku bahagia kali ini. Biarkan aku bahagia bersama mereka sampai tiba nantinya waktuku habis.

Gimana udah bosen belum???
Kalo pengen lanjut jangan lupa vote sama komennya ya😄😊

Life With A PsychoWhere stories live. Discover now